alorpos.com–DIREKTUR RSD Kalabahi, dr.Lodywik Anjassius Ata Alopada menjawab alorpos.com, Jumad (9/8/2024) malam usai mengikuti Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Alor mengakui bahwa uang Jasa Pelayanan Medis BPJS atau Jasa Medis untuk tenaga kesehatan di RSD (Rumah Sakit Daerah) Kalabahi, belum juga dibayarkan hingga minggu kedua Agustus 2024 ini.
Alasan Anjas, demikian sapaan akrab dokter murah senyum ini, karena untuk meramu sampai semua orang (karyawan di RSD Kalabahi) tersalurkan itu, butuh diskusi-diskusi dalam forum yang melibatkan semua pihak, supaya tidak bermasalah di kemudian hari.
Lantas sejauh mana prosesnya karena nampaknya tenaga kesehatan (Nakes) di RSD Kalabahi mulai mempertanyakan hak-hak mereka?
Anjas menjelaskan bahwa prosesnya saat ini sudah masuk pada tahap meminta pendapat hukum dari jaksa di Kejaksaan Negeri Alor.
“Kita punya tahapan itu setelah saya (direktur) bikin SK untuk Tim Perumus, lalu mereka merumuskan dan mengundang semua pihak yang terlibat untuk berdiskusi, siapa yang tidak setuju apa-apa, kemudian disepakati, sehingga keluar satu kebijakan itu berdasarkan kesepakatan semua. Tahapan ini sudah selesai. Sekarang tahapan kita minta pendapat hukum dari pihak kejaksaan,”jelas dr.Anjas Alopada.
Anak dari mantan Ketua DPRD Kabupaten Alor, Marthinus Alopada,S.Ikom ini mengaku sudah bertemu Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejari Alor, Novan Bernadi,SH.
Tujuan Anjas untuk menyampaikan bahwa pihaknya sudah siap membagikan hak (jasa medis) karyawan di RSD di Kalabahi, tetapi supaya tidak terjadi masalah di kemudian hari, maka perlu pendapat hukum atau Legal Opinion dari jaksa berdasarkan regulasi yang ada, kira-kira ada celah yang dianggap berpotensi jadi masalah atau tidak.
Menurut Anjas, setelah ada Legal Opinion dari Kejaksaan yang merujuk pada berbagai regulasi yang ada, baru pihaknya membayar jasa pelayanan medis dimaksud.
Lebih lanjut Anjas mengisahkan bahwa tahun lalu (2023), pembayaran jasa medis di RSD Kalabahi juga baru bisa dilakukan pada akhir Juli. Untuk 2024, kata Anjas, Agustus ini pasti dibayarkan, tetapi uangnya dikasih dua tahap. Tahap kedua, jelas Anjas, nanti setelah Perubahan APBD Tahun Angaran 2024.
“Saat ini sudah mulai Rapat (Paripurna DPRD) untuk Perubahan APBD Tahun 2024 sehingga kalau sudah penetapan, kemudian sudah bisa input maka bisa dibayarkan. Jadi saya bilang teman-teman (tenaga medis), daripada kamu tunggu dua tahap, lebih baik sekalian saja. Supaya dalam bulan Agustus ini kalau cair, langsung satu kali saja, tidak usah bertahap lagi. Lebih enak begitu,”tegas Anjas.
Ia menyadari bahwa ini hak teman-temannya, tetapi yang menjadi persoalan, kadang uang (jasa medis) tidak masuk di anggaran murni tetapi masuk di pergeseran sehingga menjadi alot.
“Dalam rapat tim, satu bilang tidak mau begini, tidak mau begitu. Satu orang protes saja kita harus rapat untuk kaji, karena ini tidak ada Juknis (petunjuk teknis terkait pembayaran jasa pelayanan medis) dalam regulasi pemerintah, tetapi kita sendiri yang buat. Karena kita sendiri yang buat maka semua orang yang merasa punya hak itu kita libatkan untuk berdiskusi,”terang Anjas.
Ia mencontohkan, si A berada di Unit A, satu berada di Unit B, lalu keduanya merasa berat ringannya pekerjaan mereka sama, tetapi kenapa nilai jasa medis yang diperoleh berbeda, misalnya satu dapat Rp 1 Juta dan satunya lagi dapat Rp 2 Juta.
“Ini kita harus jelaskan kenapa, karena ada variabel yang membuat adanya perbedaan itu sampai yang bersangkutan paham dan setujui. Jangan sampai kita sudah bagi (uang jasa medis) baru dia protes, maka kita punya bukti bahwa dia sudah setuju sebelumnya,”ujar Anjas.
Besar kecilnya jasa yang diterima, demikian Anjas, bukan berdasarkan tingkat pendidikan atau jabatan semata, tetapi kinerja. Walaupun pendidikan S3, lanjut Anjas, tetapi tidak buat apa-apa maka tidak mendapat apa-apa.
“Variabel tingkat pendidikan itu poinnya kecil, karena yang terpenting adalah beban kerja dan tingkat risiko kerja,”tegas suami dari dokter Selpi K.Larobu itu.
Anjas menjelaskan, variabel itu disesuaikan dengan regulasi utama tetapi dalam regulasi utama itu tidak ada Juknisnya sehingga pihaknya membuat sendiri pelan-pelan supaya jangan salah.
“Segala sesuatunya dipertimbangkan sebaik mungkin. Kami di RSD Kalabahi itu ada 600 orang lebih, sehingga misalnya 580 orang sudah setuju, tetapi 20-an orang belum setuju maka harus dirapatkan lagi, didiskusikan lagi sampai semuanya sepakat. Jadi kenapa lama begini, karena kita sendiri yang bikin jadi lama. Soal bagi jasa medis begini, beberapa orang yang sengaja mau bikin lama juga ada. Dia protes, kita sudah panggil jelaskan baik-baik juga masih uring-uringan, dan kita tetap menunggu dia lagi. Kita mau pakai ego, bahwa dia tidak mau ya sudah, tetapi nanti ini jadi potensi untuk bikin kacau suasana,”ungkap Anja.
Ia menekankan bahwa Jasa Pelayanan Medis atau jasa medis BPJS tidak hanya untuk tenaga medis di RSD Kalabahi tetapi semua yang bekerja di rumah sakit Pemerintah Kabupaten Alor itu, termasuk petugas kebersihan dan juru masak.
Anjas menjamin, jika Kejari Alor sudah memberi pendapat hukum bahwa pembayaran jasa medis itu sudah bisa dilakukan, maka pihaknya akan langsung membayar kepada semua yang berhak menerima, mudah-mudahan hari Rabu (14/8/2024) mendatang.
Tetapi jika belum, maka menurut dia sebaiknya setelah penetapan Perubahan APBD TA.2024 yang saat ini sedang dibahas Pemerintah dan DPRD Kabupaten Alor, sehingga pembayarannya sekaligus, tidak perlu dua tahap. (ap/linuskia)