BUPATI Alor, Drs.Amon Djobo,M.A.P., kepada wartawan, Kamis (25/1/2023) menegaskan bahwa dirinya dipilih masyarakat menjadi Bupati Alor bukan Bupati Tim Sukses atau Tim Pemenangan, sehingga dia gerah selalu munculnya pernyataan Ketua Tim Pemenangan terkait dinamika di DPRD Alor saat ini, dikaitkan dengan dirinya.
“Apa kaitan Tim Sukses Pemenangan dengan Bupati. Jadi bupati itu Bupati Alor bukan bupati pemenang Pilkada,”ujar Djobo.
Menurutnya, pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan itu tidak ada kaitan dengan Tim Sukses. Djobo menekankan, bahwa tim sukses itu dalam proses politik dan sudah dibubarkan setelah seluruh tahapan politik Pilkada selesai. Selanjutnya pemerintah bekerja sesuai mekanisme dan aturan, tidak ada berdasarkan tim pemenangan.
“Jangan omong tentang Ketua Tim Sukses. Bupati ini bekerja ikut aturan, bukan ikut tim pemenangan. Saya bekerja 40-an tahun untuk negara ini tidak pernah tersangkut hukum karena selalu ikut aturan. Istri saya, adik kandung saya, anak kandung saya juga saya labrak kalau tidak ikut aturan. Selama saya hidup ini, saya paling takut aturan, bukan takut orang atau tim sukses. Saya tidak takut siapa-siapa, saya hanya takut aturan,”tegas Djobo terkait pernyataan Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek pada beberapa kesempatan di ruang publik bahwa dirinya sebagai Ketua Tim Sukses Pemenangan tetapi tidak dihargai.
Catatan media ini, hubungan Bupati dan Ketua DPRD Alor itu mulai memburuk sejak muncul persoalan terkait pekerjaan pembangunan perumahan masyarakat paska bencana di Lantoka, Kecamatan Alor Timur pada Tahun 2015 yang hingga kini tidak bisa dibayarkan kepada sejumlah kontraktor pelaksana, termasuk Enny Anggrek yang saat itu belum menjadi Anggota DPRD Alor.
Terakhir, melalui podcast Kanal Anak Bangsa yang viral saat ini, Enny Anggrek meminta dukungan Presiden Joko Widodo pembayaran 196 unit rumah yang dihuni sekitar 1000 jiwa warga di Alor Timur juga terombang-ambing karena hak tukang yang mengerjakan rumah-rumah itu tidak terbayar selama tujuh tahun ini, sejak gempa bumi Tahun 2015. Anggrek mengaku dari informasi yang dia peroleh, bahwa BNPB (Badan Nasional Penganggulangan Bencana), mengirim dana kepada Pemkab Alor, tetapi tidak dibayarkan kepada tujuh kontraktor. Akibatnya ketujuh kontraktor tersebut dalam kondisi sulit karena hak mereka yang mencapai Rp 5 Miliar tidak terbayar.

Hal ini menurut bupati Djobo, karena pekerjaan perumahan paska bencana gempa bumi di Lantoka itu tidak sesuai spek, dan masalah inipun berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri Kalabahi, bukan Pemkab Alor.
“Siapa yang mau masuk bui. Ini uang negara, bukan uang perorangan yang orang cetak di Pura atau di Atingmelang sana. Salah itu. Persoalan ini saat itu kita mediasi agar bisa dibayarkan sebagian yang sesuai spek, tetapi mereka tidak puas dan menggugat ke pengadilan dan mereka kalah, sehingga sesuai Keputusan Pengadilan Negeri Kalabahi bahwa tidak bisa dibayarkan, lantas sekarang mau salahkan siapa,”tegas Djobo.
Kesempatan itu bupati Djobo juga menerangkan bahwa para pimpinan OPD lingkup Pemkab Alor tidak pernah berdemonstrasi, tetapi menyampaikan aspirasi ke Polres Alor, karena saat itu Ketua DPRD mengatakan bahwa proses mutasi salah satu ASN dari Sekretariat DPRD Kabupaten Alor merupakan permufakatan jahat.
“Permufakatan jahat ini suatu kata yang menyinggung pemerintahan sehingga ASN pergi menyampaikan Pernyataan Sikap (di Polres Alor) bukan pergi demo. Polda sudah memeriksa perkara itu dan sudah di-SP3 (surat perintah penghentian penyelidikan/penyidikan) karena Laporan Ketua DPRD Alor itu tidak betul,”ujar Bupati Alor dua periode ini.
Sedangkan mengenai dinamika yang berkembang di dewan saat ini, Djobo mengaku tidak punya urusan untuk mencampuri internal DPRD Alor, sehingga jangan dikait-kaitkan. Menurut bupati Djobo, surat pemerintah kepada pimpinan DPRD Alor itu hanya untuk meminta klarifikasi, jika tidak maka pemerintah tidak akan membawa dokumen RAPBD Tahun 2023 untuk dibahas bersama saat itu.
Soalnya, lanjut bupati Djobo, terkait pembangunan Pasar Kadelang dan Kantor DPRD Kabupaten Alor itu, telah disepakati bersama pemerintah dan DPRD dalam setiap tahapan persidangan, kemudian diasistensi di pemerintah propinsi NTT, kemudian ditetapkan menjadi Perda APBD. Karena itu Djobo merasa heran ketika Ketua DPRD melaporkan dalam kegiatan Pemberantasan Korupsi Terintegrasi di Hotel Aston Kupang bersama Wakil Ketua KPK RI, Alex Marwata, bahwa pembangunan Pasar Kadelang dan Gedung DPRD itu tidak dianggarkan dalam APBD tetapi dibangun.
“Makanya pemerintah membuat surat kepada pimpnan DPRD agar mengklarifikasikan masalah ini, karena jangan sampai setelah kita bahas dan sepakati APBD, kemudian dibilang abal-abal lagi. Kalau tidak ada klarfikasi maka pemerintah tidak akan mau bahas APBD bersama DPRD, tetapi dengan mengeluarkan Perbup (Peraturan Bupati), itu ketentuan. Bahwa masalah ini kemudian dibawah ke Badan Kehormatan (BK) DPRD, itu bukan urusan kami lagi, karena itu internal lembaga DPRD, bukan kami di eksekutif. Masalah ini sekarang sudah digugat melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) sehingga tunggu Putusan PTUN to,”tandas Djobo.

Untuk diketahui, Ketua DPRD Kabupaten Alor, Enny Anggrek,SH secara terbuka melalui podcast Kanal Anak Bangsa yang hingga kini videonya telah ditonton 26.846 kali, sempat mengatakan bahwa Bupati Alor berada di belakang untuk memakzulkannya dari jabatan Ketua DPRD Alor melalui Keputusan Badan Kehormatan.
“Saya mendapat informasi bahwa pada 29 November (2022), BK menyampaikan Keputusan tentang pemberhentian Ketua DPRD dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Alor. Saya datang untuk mau mendengarkan pembacaan keputusan BK itu, tetapi saya sebagai Ketua DPRD dipalang oleh PolPP. Sedangkan Bupati dan semua pimpinan OPD sudah berada di dalam ruang sidang saat itu. Tanggal 4 Januari (saat hendak Rapat Paripurna DPRD Alor), saya masuk duluan (ke dalam ruang sidang dan menempati kursi Ketua) karena saya Ketua DPRD. Saat itu saya langsung disuruh Sekwan agar keluar. Saya tanya dasar apa saya disuruh keluar, karena saya Ketua DPRD berdasarkan SK Gubernur NTT. Kasat PolPP masuk memaksa saya untuk keluar sesuai Keputusan BK. Saya bilang, BK hanya bisa mengusulkan pemberhentian Ketua DPRD,”kata Anggrek sebagaimana penggalan pernyataannya yang dikutip media ini dari podcast Kanal Anak Bangsa.
Menurut Anggrek, PolPP sampai berani ambil langkah untuk mengusir seorang Ketua DPRD Alor dari ruang sidang kalau tanpa bupati tidak mungkn. Begitu pula, kata dia, dengan surat-surat yang keluar dari Sekwan itu harus ada ijin dari bupati.
“Saya sebagai Ketua DPRD Alor ini seharusnya kita bermitra dengan baik. Apalagi saya sebagai Ketua Tim Pemenangan,”kata Anggrek.
Asal tahu saja, kasus Pemberhentian Ketua DPRD Kabupaten Alor oleh Badan Kehormatan yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Alor pada 29 November 2022 silam, digugat oleh Enny Anggrek,SH ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kupang pada 22 November 2022 dan sudah mulai disidangkan sejak 10 Januari 2023. (ap/linuskia)