KEMENTRIAN Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI menggelar Workshop Literasi Digital di Kabupaten Alor dengan thema Makin Cakap Digital, Kamis (15/9/2022) di Aula Hotel Simfony Kalabahi.
Kegiatan yang dimoderatori Nyoman Yosafhat Boling ini, menampilkan keynote speaker, Menteri Kominfo, Johnny G.Plate. Sedangkan tiga pembicara lainnya, yakni dosen Universitas Tribuana Kalabahi, Dr.Jahved F.Maro, No Ayu Matoneng dan Soni Mongan. Namun nama terakhir itu berhalangan hadir.
Ratusan peserta workshop ini datang dari berbagai latar belakang profesi, cukup antusias mengikuti paparan materi yang disampaikan nara sumber.
Kepala Dinas Komunikasi Kominfo Kabupaten Alor, Ridwan Iho,S.Sos dalam sambutannya sebelum membuka kegiatan ini antara lain mengatakan bahwa Literasi Digital ada etikanya sehingga butuh workshop untuk memahami digitalisasi. Menurut Iho, aman bermedia digital itu perlu dipelajari.
“Bagaimana kenyamanannya, ada panduan penggunaan. Jangan sampai kita salah memanfaatkan fitur-fitur dalam handphone. Masalah budaya juga patut diperhatikan saat berkomunikasi melalui media sosial,”tandas Iho.
Ia berpendapat bahwa dengan cakap bermedia digital, sehingga media yang digunakan dapat bermanfaat secara ekonomi. Ia mencontohkan, pelatihan bagi pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) juga tentang bagaimana memanfaatkan media sebagai promosi dan pemasaran produk UMKM.
Di Alor, ungkap Ridwan Iho, ada 34 unit BTS, yang pembangunannya belum selesai. Iho menekankan pentingnya media sosial untuk menjual produk sehingga Kominfo selalu memberikan edukasi agar jaringan internet dapat dimanfaatkan sebaik mungkin peningkatan di berbagai bidang untuk mensukseskan Alor Kenyang, Alor Sehat dan Alor Pintar.
Sementara itu, Menteri Kominfo, Johnny G.Plate dalam cuplikan materinya melalui video mengatakan saat ini kita masuk di era revolusi industri 4.0 sehingga program literasi digital terus dilakukan pemerintah sehingga bisa melahirkan agen digital yang cakap dalam menghadapi tantangan digitalisasi. Menurutnya, hingga saat ini, 77,2 persen dari total penduduk Indonesia telah menjadi pengguna internet. Karena itu, lanjut Plate, Sumber Daya Manusia di bidang digital perlu disiapkan
“Kementrian Komunikasi dan Informasi konsisten menjalankan program ini untuk memaksimalkan potensi digital, sekaligus mengurangi dampak negatif seperti hoax dan sebagainya,”tandas Plate.
Menurutnya, sejak program ini diluncurkan pada Tahun 2017 silam, hingga kini telah menjangkau 12,06 juta orang, dan target di Tahun 2022 ini ada pelatihan bagi 5,5 juta masyarakat agar cakap digital. Kelompok-kelompok startegis dalam masyarakat, ujar Plate, juga menjadi sasaran program ini untuk menjangkau seluruh masyarakat Indonesia, dalam semangat tagline “Makin digital, makin maju.
Selanjutnya, Dr.Jahved F.Maro sebagai narasumber pertama mengemukakan materinya bertajuk “Pola Pengembangan dan Penggunaan Teknologi Digital Yang Baik dan Benar. Menurutnya, perkembangan begitu pesat karena kebutuhan manusia.
Jahved mencontohkan, dulu mau membaca berita maka harus mencari koran, tetapi sekarang ada media online yang diakses langsung melalui handphone. Jahved berpendapat, bahwa mengakses informasi di internet itu hal-hal baik, maka akan menjadi baik, sebaliknya kalau mengakses hal-hal yang negatif maka akan berpengaruh untuk melakukan hal-hal yang negatif.
Di Alor, ujar Jahved, pada tahun 2015-2016 pengguna media sosial di Alor baru sekitar 20-23 persen dari jumlah penduduk. Tetapi di tahun 2019-2021, ungkap Jahved, sudah mencapai 56 % dari jumlah penduduk.
“Harapan saya dengan peningkatan pemanafaatan media sosial itu membawa kemajuan yang baik, tidak ada ujaran kebencian di media sosial,”kata Jahved.
Di Indonesia, lanjut Jahved, baru 4G dan di Jakarta mulai 5G, sedangkan di Amerika Serikat sudah 7G. Meski begitu, kata Jahved, Alor berada di daerah 3T tetapi sudah mendapat layanan 4G, sehingga kiranya berdampak positif untuk mewujudkan Alor Kenyang, Alor Sehat dan Alor Pintar.
Saat ini, kata Jahved, untuk memasarkan sesuatu sudah tidak sulit, karena cukup punya media sosial sudah bisa menjual produk apapun seperti tenun ikat dan berbagai kreatifitas lainnya. Menariknya, Jahved mengaku pernah melakukan survey khusus pengguna facebook di Alor, dan dia menemukan fakta bahwa dalam satu hari, ujaran kebencian di media sosial itu sangat banyak.
“Satu hari bisa 125 konten negatif di facebook dengan ujaran kebencian. Ada masalah selalu muat di facebook. Mahasiswa di tempat saya mengajar juga lebih banyak pakai facebook untuk curhat,”tandas Jahved.
Kalau di Rote, ujar Jahved, lebih banyak tentang jualan rombengan di facebook dan itu banyak komentar untuk bertransaksi. Menurutnya, NTT masih tergolong daerah miskin berarti media sosial belum dimanfaatkan orang NTT untuk peningkatan ekonomi. Pola pikir pemanfaatan digital yang baik dan benar, kata Jahved mencontohkan, jika ada usaha UMKM misalnya kue-kue khas Alor, maka diletakan baik-baik dalam wadah yang menarik lalu difoto dan posting ke media sosial, maka orang akan tertarik. Soal cita rasa itu urusan berikut karena orang lebih cepat tertarik begitu melihat di foto. Karena itu, kata Jahved, perlu ada kreasi dalam menciptakan strategi digital.
“Kita harus pandai-pandai membaca peluang dan strategi digital, untuk menjual produk-produk kita, termasuk mempromosikan berbagai destinasi wisata. Tetapi jangan buat informasi yang tidak benar atau hoax.
Memposting foto-foto juga kalau itu hasil foto orang lain, maka cantumkan nama yang foto sehingga tidak dinilai sebagai plagiat, dan itu ada sanksi hukumnya,”jelas Jahved.
Menurutnya, dampak positif digitalisasi itu dengan memanfaatkan teknologi sebagai digital market. Baju bekas saja, kata Jahaved, kalau difoto baik-baik dan dijual lewat facebook juga laku. Upload video yang bagus-bagus tentang destinasi wisata, dan aneka kerajinan yang dihasilkan. Kalau menggunakan media sosial hanya untuk nonton dan main game maka itu hanya menghabiskan waktu dan biaya pulsa data tanpa ada efek positif.
Ia juga mengemukakan tentang UMKM Digital, dan Pariwisata berbasis digital, serta mata rantai nilai industri pariwisata. Hal itu bermanafaat untuk wisatawan, jika ada update informasi tentang potensi pariwsata terus dilakukan.
Selain itu, Kebencanaan Digital maka adanya mitigasi bencana dengan informasi digital juga berdampak positif untuk meningkatkan kesiapsiagaan msyarakat. Sedangkan Kuliner Digital dalam rangka pengembangan kuliner lokal berbasis digital, serta Penelitian dan Pengembangan Daerah Berbasis Digital.
Sedangkan pembicara kedua, No Ayu Matoneng mengawali materinya dengan bertestimoni, bahwa dia berdiri menjadi narasumber dalam worshop tersebut karena dampak dari penggunaan media sosial yang digelutinya sejak tahun 2005.
Karena itu Ayu merekomendasikan kepada para peserta workshop dari berbagai komunitas itu agar membuat akun komunitas masing-masing, dan bisa bisa memposting kegiatan setiap hari atau setiap minggunya. Ayu memastikan, hal itu akan berdampak positif bagi komunitas.
“Saya punya komunitas dan sering lakukan meeting dan aktifitas secara online. Komunitas saya baru setahun tetapi Plan Indonesia sudah ajak saya kolaborasi,”kisah Ayu.
Kesempatan itu, Ayu juga mengungkapkan pengalamannya ketika terlibat dalam sebuah kegiatan bersama mahasiswa di salah satu universitas ternama di Alor itu, ia mendapati kenyataan bahwa kebanyakan mahasiswa memegang handphone tanpa mengetahui tujuannya untuk apa, selain untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah.
“Ini tamparan buat saya sebagai generasi muda, karena teman-teman mahasiswa di Alor belum tahu tentang manfaat menggunakan HP. Mereka berbanding terbalik dengan mama-mama di Waisika (Desa Waisika, Kecamatan Alor Timur Laut) yang menggunakan HP untuk menjual sayur,”kritik Ayu.
Tujuan kita gunakan media sosial itu, lanjut Ayu, memang hak setiap orang mau untuk apa, tetapi baginya, kita bangga kalau kita bisa menghasilkan sesuatu yang bernilai ekonomi dari menggunakan media sosial. Konten yang mau diposting ke media sosial, demikian Ayu, harus diperhatikan dari sisi etika, dan budaya.
Setelah pemaparan materi oleh kedua narasumber, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Nampak para peserta antusias mengacungkan tangan untuk mengajukan pertanyaan sesuai kebutuhan masing-masing. Saking banyaknya yang ingin bertanya, maka dialog tersebut dibagi dalam beberapa sesi. (ap/linuskia)