Waket DPRD Alor Bicara Trias Politika, Pokir dan Mindset Masyarakat di Musrenbang Abal

author
1
6 minutes, 10 seconds Read

WAKIL Ketua (Waket) DPRD Kabupaten Alor, Sulaiman Singhs,SH ketika menyampaikan sambutan dalam Kegiatan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) Tingkat Kecamatan Alor Barat Laut, di Kokar, Senin (14/2/2022), menegaskan peran legislatif dalam dinamika pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, termasuk tentang Pokok Pikiran (Pokir) DPRD dalam ranah Musrenbang. Singhs menyapa para kepala desa se-Kecamatan Abal yang dinilainya prospektif.
“Saya pakai istilah prospektif karena jabatan kepala desa itu jabatan politis, jadi harus prospektif,”tandas politis yang sudah tiga periode menjadi Anggota DPRD Kabupaten Alor ini.
Mendengar pemaparan Camat Abal, Martin De pores Djeo,S.IP., Singhs mengaku bangga karena seluruh potensi Abal sudah muncul di permukaan. Baik potensi bahari, lanjut Singhs, potensi Sumber Daya Manusia, potensi ekonomi kreatifnya, potensi pariwisatanya, sudah muncul dan tampak di mata. Wilayah Abal dengan jumlah jpenduduk sebanyak 22.000 lebih jiwa, yang mendiami 18 desa dan satu kelurahan, dianggap Ketua DPD Golkar Kabupaten Alor ini sebagai potensi yang luar biasa.
“Memang kita terkendala dengan infrastrktur (jalan Kalabahi-Kokar) karena menyangkut dengan kewenangan dan lain-lain, tetapi sudah tampak di mata kita, bahwa satu demi satu sudah mulai dikerjakan. Dan sedikit lagi kita akan menikmati semua itu dengan baik. DPRD sudah pasti memberikan dukungan,”tegas Singhs.
Menurut dia, setiap awal tahun, pada bulan Januari-Februari, sesuai jadwal, DPRD menyerahkan Pokok-pokok Pikiran (Pokir) untuk memberikan sumbangan kepada pemerintah daerah, agar dirumuskan dalam proses perencanaan pembangunan. Pokir juga, ujar Singhs, menjadi bahan pembahasan dalam Musrenbang, karena dalam menyusun sistim perencanaan yang baik, ada unsur usulan bottom up (dari bawah ke atas), atau usulan top down (dari atas ke bawah), ada juga teknokratik yang sedang dijalankan itu.

Waket DPRD Alor, Sulaiman Singhs saat menyerahkan door prise kepada peserta Musrenbang Abal yang disiapkan Ketua TP.PKK Abal, Lim T.R.OdjaS.Th.,M.Th

“Secara teknokratik akan diambil seluruh usulan, kemudian disusun oleh pemerintah secara teknokratik , dan DPRD menyumbangkan dari sisi politisnya. Dari sisi politis akan dirampungkan, karena pokok-pokok pikiran dari DPRD itu, harus dipaduserasikan dengan apa yang diselenggarakan pada saat ini, yaitu Musrenbang, sesuai dengan perencanaan,”tegas Singhs, sembari menambahkan bahwa orang suka lupa, kalau Trias Politika hanya ada di pusat.
Ia menjelaskan, bahwa pembagian kekuasaan yang dikenal sebagai Trias Politika itu hanya ada di pusat, yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif, yang dimainkan oleh Presiden, DPR RI dan Mahkamah Agung plus Mahkamah Kosntitusi. Tetapi denga sistim otonomi daerah, urai Singhs, maka legislatif yang ada di daerah, adalah bagian dari unsur penyelenggara pemerintahan di daerah. Karena itu, tugas pokok dan fungsi DPRD itu dimainkan untuk menyempurnakan visi dan misi pemerintahan yang sedang berjalan.
“Maka ada yang namanya RPJMD (Rencana Pembanguan Jangka Menengah Daerah) merupakan kewajiban yang disusun, dimana ada visi dan misi bupati yang dibiayai oleh APBD, sebagai sinkronisasi dari semua masukan, baik teknokratik maupun politis saat Musrenbang,”papar Singhs.
Mengenai fungsi pengawasan dari DPRD, kata Singhs, jangan dianggap bahwa kalau tidak bisa mencari kesalahan pemerintah untuk bisa diproses hukum, berarti bukan DPRD. Ia menegaskan bahwa DPRD bukan lembaga penegak hukum, tetapi bagian dari unsur penyelenggara pemerintahan di daerah.
“Sehingga tugas dan fungsi pengawasan DPRD, dalam kerangka meluruskan, mengingatkan, memberikan masukan untuk terbaik bagi kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Alor, melalui media persidangan, maupun media konsultatif. Jadi kesalahan pemerintah, itu juga kesalahan DPRD karena yang duduk berbicara mengenai kebutuhan masyarakat, sehingga bertepuk itu tidak bisa sebelah tangan. Berjabat tangan juga tidak bisa sebelah tangan, harus dua tangan. Itulah sistim otonomi daerah diciptakan, supaya ada keharmonisasian, tidak melupakan unsur pengawasannya,”tandas Singhs.
Sedangkan legitimasinya, lanjut Singhs, melalui Fungsi Legislasi DPRD untuk mesahkan Peraturan Daerah. Budget (anggaran) yang diputuskan, lanjut Singhs, juga melalui Fungsi Budgeting DPRD dalam membahas bersama pemerintah untuk disetujui dan dilaksanakan.

Waket DPRD Alor, Sulaiman Singhs dan Wabup Alor, Imran Duru, disambut secara adat saat tiba di Kantor Camat Abal untuk menghadiri Musrenbang

“Kami dari DPRD sudah menyerahkan Pokok-pokok Pikiran DPRD dalam Rapat Paripurna kepada Pemerintah Daerah, sebagai hasil kristalisasi usulan dari kunjungan kerja, konsultasi dan penyerapan aspirasi masyarakat, bahkan lewat reses. Itu bukan usulan perseorangan yang disampaikan kepada pemrintah, tetapi usulan lembaga DPRD,”ujar Singhs.
Lebih jauh Singhs menekankan bahwa tema Musrenbang terkait Pengembangan SDM dan Ekonomi Khusus, merupakan pokok potensi di Kecamatan Abal, sehingga disarankannya supaya fokus pada pengembangan ekonomi kreatif dan pariwisata. Apa yang disampaikan camat Abal dalam Musrenbang itu, kata Singhs, sudah sempat dikoordinasikan dengan mereka di DPRD oleh Camat Martin De Pores Djeo,S.IP dan Ketua TP.PKK Kecamatan Abal, Lim T.R.Odja,S.Th.,M.Th.
Kita, lanjut Singhs, membutuhkan Pusat Informasi Pariwisata, dan kita harus membuat klaster. Menurutnya, DPRD memberikan dukungan untuk membuat klaster, karena punya potensi ekonomi kreatif bagi setiap wilayah di Abal yang mempunyai kearifan lokal. Ia menyebut gerabah di empat desa, yakni Lewalu, Ampera, Bampalola dan Hulnani yang punya potensi pariwisata dalam satu kluster. Festival-fetival yang direncanakan oleh Pemerintah Kecamatan Alor Barat Laut, tegas Singhs, agar disiapkan secara baik dan disajikan secara baik pula.
“Dalam Pokir kemarin (sudah diserahkan kepada Pemkab Alor), juga telah saya masukan untuk mengembangkan titik-titik pariwisata di Abal. Apalagi ditemukan satu titik diving lagi de depan Polsek Abal itu,merupakan satu kelebihan di Abal. Potensi kelautan di Abal juga luar biasa sehingga harus ada semacam cool storage untuk menyimpan ikan yang diperoleh pada malam hari. Kita butuh tempat untuk kestabilan mutu atau kualitas produksi perikanan kita. Maka dalam usulan saya, sudah saya masukan kebutuhan cool storage untuk pengembangan potensi perikanan kita yang berkualitas,”tandas Singhs.

Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singhs, nampak sedang berbelanja tenun ikat yang dijual Panitia MTQ Abal yang dijual saat Musrenbang Kecamatan Abal

Demikian pula, lanjut Singhs, potensi pertanian di Abal, perlu dukungan sarana untuk pengembangan irigasi lahan pertanian, misalnya di Desa Alila, Alaang. Di Alaang itu, kata Singhs, kendalanya pada ketersediaan pupuk dan bibit yang tidak memadai, sehingga perlu diperhatikan Dnas Peranian dan Perkebunan, agar kemampuan produksi pertanian bisa meningkat untuk mencukupi kebutuhan dalam daerah.
“Hingga saat ini produksi jagung kita, umumnya baru sampai tahap untuk konsumsi rumah tangga, belum sampai tahap yang bernlai ekonmis tinggi. Di bidang peternakan, berbagai jenis bantuan sudah diberikan, misalnya ternak ayam petelur, ayam pedaging, kambing, sapi, tetapi baru satu yang sukses, yakni usaha ayam petelur di Desa Lewalu. Sedangkan usaha ayam potong yang diberikan kepada beberapa desa, menuurut Singhs, gagal mengembangkan usahanya,”beber Singhs.
Ia berpendapat, hal ini bukan bukan karena potensi orangnya tidak ada, tetapi keseriusan dan kesadaran dalam berusaha belum ada.
“Kita berikan bantuan, tetapi belum bisa merubah mindset (pola pikir) penerima bantuan, maka agak repot. Maka kita rubah dulu mindset masyarakat supaya bisa terbuka wawasan dalam mengembangkan usaha. Kalau tidak, bantuan diberikan, tetapi kemudian hilang. Yang berhasil di Abal sini, hanya bantuan peralatan untuk nelayan,”tegas Singhs.
Sedangkan bantuan anakan tanaman juga menurut Singhs sudah ribuan anakan tanaman produktif kepada masyarakat, tetapi yang berhasil hanya beberapa pohon pada setiap penerima.
“Ini persolan besar buat kita. Setiap program diturunkan, tetapi efektifitas outcome-nya tidak ada, output-nya tidak ada. Saya bicara ini sebagai bentuk pengawasan saya. Tujuh tahun yang lalu yang datang ke saya itu diberikan dua ratus anakan cengkeh. Kalau 100 pohon berhasil, dan satu pohon menghasilkan 10 Kg cengkeh dengan harga Rp 100.000/Kg, maka menghasilkan Rp 1.000.000 x 100 pohon, maka jika Muslim, orang ini bisa pergi haji setiap tahun. Tetapi sayangnya, dia tidak sukses sejingga kebunnya hanya penuh dengan ubi. Kebun ubi itu sebagai persediaan untuk bersembunyi dari datangnya (petugas) koperasi. Ini persoalan kesejahteraan kita, yang perlu diurai bersama,”kata Singhs. (ap/linuskia)

Similar Posts

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *