alorpos.com—JUMAD (20/12/2024) pekan lalu sekitar pukul 11.15 Wita, berlangsung Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Alor bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Kabupaten Alor. Pantauan media ini, Rapat Banggar yang dipimpin Ketua DPRD Alor yang juga Ketua Banggar, Paulus Brikmar, didampingi wakil-wakil ketua, Jeremias Karbeka dan Usman Plaikari. Hadir Sekda yang juga Ketua TAPD Kabupaten Alor, Drs.Soni O.Alelang.
Rapat tersebut berkaitan dengan polemik lelang proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) senilai Rp 31 Milyar lebih, yang telah dilakukan Dinas PUPR melalui Bagian Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang dan Jasa Pemkab Alor sebelum penetapan APBD Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2025.
Kepada Banggar DPRD Alor, Soni Alelang selaku Ketua TAPD Kabupaten Alor mengakui bahwa lelang beberapa paket proyek yang bersumber dari DAK Tahun 2025 sebelum penetapan APBD TA.2025 itu mengundang tanda tanya, ada apa ini.
“Saya pikir pertanyaan ini tidak hanya dari bapak/ibu anggota dewan, tetapi orang lain juga bertanya-tanya. Oleh karena itu perlu saya jelaskan bahwa untuk pekerjaan-pekerjaan fisik DAK seperti jalan, irigasi, air minum, sanitasi, perumahan dan permukiman itu memang harus dipercepat pelelangannya pada Desember 2024, kemudian (tanda tangan) kontrak sudah harus dilakukan pada Januari 2025, dan penyaluran dana Tahap I sudah dilakukan pada Februari 2025. Sehingga mendasari hal tersebut, maka kita harus menyesuaikan, dan itu ada surat (dari Kementrian PUPR),”jelas Alelang, sembari ingin membacakan isi surat dimaksud.
Namun Anggota Banggar, Abdu Gani Rapit Djou mengintrupsi karena sudah pukul 11.32 Wita, dimana waktunya Sholat Jumad sehingga meminta rapat diskors.
Sekda Kabupaten Alor, Drs.Soni O.Alelang (kiri) dalam Rapat Badan Anggaran DPRD Alor
Karena itu Soni Alelang mengatakan bawah surat dari Kementrai PUPR itu digandakan dan dibagikan kepada semua anggota dewan. Jadi soal lelang proyek DAK TAhun 2025 sebelum penetapan APBD TA.2025 itu menurut Alelang, semata-mata untuk menyesuaikan dengan kehendak dari pemerintah pusat.
“Kalau kita tidak lakukan (lelang) sekarang, maka tentu akan punya dampak,”tandas Alelang.
Anggota Banggar Abdul Gani Rapit Djou kembali menyampaikan apa yang disebutnya sebagai warning kepada Pemkab Alor, yakni soal prosedur. Lagani berpendapat, mau surat apapun itu (dari Kementrian PUPR) kalau tabrak prosedur itu salah.
“Soal procedural itu menjadi polemic besar di ini lembaga (DPRD). Jadi bukan hanya soal asas manfaat, tetapi prosedur itu menjadi indikator pemerintah menghargai proses yang terjadi di lembaga ini (DPRD Alor) atau tidak. Itu substansinya,”tegas Lagani.
Sebelum rapat diskors, Anggota Banggar yang juga Ketua Komisi I DPRD Alor, Sulaiman Singhs meyarankan Sekda Alor, Soni O.Alelang agar menghadirkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Alor, Christian Djahila dan Kabag ULP Setda Alor, Johan Jahari agar menjelaskan secara teknis kenapa lelang proyek fisik DAK Tahun 2025 itu sudah dilakukan sebelum penetapan APBD Kabupaten Alor TA.2025.
Dan ketika Rapat Banggar dan TAPD ini dilanjutkan pada sore harinya, nampak Sekda Alor, Soni Alelang sudah didampingi Kadis PUPR Christian Djahila dan Kabag ULP Joan Jahari. Bahkan Christian Djahila diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara teknis mengapa lelang proyek yang dibiayai DAK Tahun 2025 itu sudah dilakukan sebelum penetapan APBD Kabupaten Alor TA.2025.
Djahila antara menyampaikan bahwa dari limit waktu yang ada, biasanya pada bulan Desember ada hari-hari libur dan hari cuti bersama, sedangkan proses DAK itu memperhitungkan hari kerja.
Kadis PUPR Kabupaten Alor, Chrsitian Djahila,S.T (kanan) bersama Kepala Bagian ULP Setda Alor, Johan Jahari saat menyampaikan penjelasan teknis pelelangan DAK sebelum penetapan APBD dalam Rapat Banggar DPRD Alor, Jumad (20/12/2024) sore.
“Kalau kita proses secara normal itu paling cepat 21 hari kerja dari proses lelang (tender) sampai penetapan pemenang, kemudian ada lima hari masa sanggah, dan jawab masa sanggah sampai 14 hari. Itu berarti limit waktu yang dibutuhkan, jika merujuk pada surat dari Kementrian PUPR Perihal Percepatan Pengadaan Barang dan Jasa, yang nota bene penandatanganan kontraknya pada bulan Januari, dalam rangka transfer dana Tahap I pada bulan Februari, maka proses pelelangan dilakukan sebelum penetapan APBD,”urai Djahila.
Rujukannya, lanjut mantan Kepala ULP Setda Alor ini, pertama, hasil asistensi APBD, kemudian diperkuat dengan surat dari Kementrian PUPR kepada Kepala Dinas Pelaksana DAK Fisik Jalan, Irigasi, Air Minum, Sanitasi, serta Perumahan dan Permukiman Tahun Anggaran 2025.
Anggota Bangga, Abdul Gani Rapit Djou kemudian menegaskan bahwa isi surat dari Kementrian PUPR itu sudah mereka pahami, sehingga dia bertanya, siapa yang bertanggung jawab atas proses (lelang) ini, apakah Sekda Alor dalam kapasitas sebagai Ketua TAPD, atau Dinas Teknis yakni Kepala Dinas PUPR dan Kabag ULP.
“Jadi substansinya adalah prosedural, mekanisme. Surat Kementrian PUPR ini juga sifatnya biasa. Tetapi menjadi soal adalah DAK yang tercover dalam APBD yang belum kita tetapkan. Ini menjadi catatan penting karena angka Rp 31 Milyar ini, berkali-kali (dalam pembahasan) di tingkat Komisi, kemudian di Banggar, saya minta rinciannya. Karena saya lihat pada semua item pekerjaan lainnya itu terperinci, hanya pada item (DAK) Rp 31 Miliar ini yang gelondongan (tidak terperinci). Berkali-kali diminta tetapi tidak disampaikan,”tegas Lagani.
Sementara itu, anggota Banggar lainnya, Naboys Tallo mengemukakan bahwa isu surat dari Kementrian PUPR itu tidak bisa mengabaik sebuah ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Bapak Kadis (PUPR), ingat saya mau sampaikan bahwa di masa bapa Amon (Amon Djobo, Bupati Alor Periode 2014-2024) periode terakhir, ada kejadian seperti ini tetapi setelah APBD kita tetapkan. Bukan APBD kita belum tetapkan, lelang (proyek DAK) jalan. Peraturan perundang-undangan itu termasuk Peraturan Daerah Kabupaten Alor Tentang APBD. Bagaiman kita belum tetapkan APBD, proyek sudah dilelang, dasarnya apa,”tandas Naboys.
Anggota DPRD Alor, Naboys Tallo,S.Sos (pakai topi) dan Johny Tulimau,SE.,M.Si
Anggota dewan empat periode ini kemudian mengemukakan bahwa Surat Kementrian PUPR tertanggal 21 November 2024, pada butir 4 huruf a dengan jelas berbunyi, “Melakukan percepatan pengadaan barang dan jasa melalui lelang dini pada bulan Desember Tahun 2024 dengan tetap berpedoman pada peraturan perundangan yang berlaku.
“He..kita belum lakukan penyempurnaan Perda APBD juga kamu sudah lelang. Kami minta dibatalkan seluruhnya. Kalau tidak batalkan, kami tidak mau menetapkan anggaran (DAK) ini dalam APBD, biar keluar dari APBD, dan kita akan buat Pansus (Panitia Khusus) Hak Angket. Saya anggota DPRD sudah mau 20 tahun, baru ada kejadian seperti ini,”tegas Naboys.
Ketua DPRD Alor, Paulus Brikmar kemudian memberi kesempatan kepada Kadis PUPR, Christian Djahila untuk menjawab pertanyaan sejumlah anggota dewan dimaksud.
Maka Djahila lalu menjawab pertanyaan Lagani Djou, bahwa pihak yang bertanggungjawab atas proses lelang proyek DAK sebelum penetapan APBD Alor TA.2025 ini adalah pihaknya sebagai Kepala Dinas Pelaksana DAK.
Terkait landasan hukum pihaknya melakukan lelang mendahului penetapan APBD tersebut, Djahila mengatakan selain surat dari Kementrian PUPR, juga ada Perpres (Peraturan Presiden) Nomor 12 Tahun 2021, dan diperkuat lagi dengan Perka LKPP Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia, yang diperbarui lagi dengan Perka LKPP Nomor 4 Tahun 2024.
Menurut Chris Djahila, lelang dini sudah dapat dilakukan setelah ada persetujuan penetapan Pagu Anggaran dari Kementrian/Lembaga atau persetujan RKA Perangkat Daerah sessuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pada point ini, lagi-lagi Djahila diinterupsi anggota Banggar DPRD Alor, Abdul Gani Rapit Djou. Ketua Komisi II DPRD Alor ini menilai Kadis PUPR Alor mau mengatakan bahwa tanpa menunggu Penetapan Perda APBD, lelang proyek DAK itu dapat dilakukan.
Ketua Komisi II DPRD Alor, Abdul Gani Rapit Djou,S.Sos
“Kalau DAK itu tidak tercover dalam RAPBD, silahkan pa (Kadis PUPR) jalan saja. Klausul merujuk pada aturan perundang-undangan yang berlaku itu pa tahu tidak tata urutan perundang-undangan. Undang-Undang Dasar, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) sampai Perda. Jadi kembali pada pertanyaan saya, apakah ini (lelang proyek DAK sebelum penetapan APBD) prosedural atau tidak,”tanya Lagani.
Menjawab Lagani, Kadis PUPR Alor, Christian Djahila menegaskan bahwa lelang itu sudah prosedural karena rujukannya pada Perpres, dan penandatanganan kontrak menunggu sampai setelah Penetapan APBD.
“Karena tadi saya bilang, risikonya anggaran (DAK) ini akan hilang, yang rugi daerah. Jadi kami tetap menunggu (penetapan APBD) tetapi proses pelelangannya jalan. Karena yang namanya DAK itu tidak akan berubah dalam postur APBD. Karena kalau kita rubah pasti aplikasi tolak,”jelas Djahila.
Mungkin gerah menyimak penjelasan Djahila, Anggota Banggar yang juga Ketua Komisi I DPRD Alor, Sulaiman Singhs melakukan interupsi.
“Kalau pa Kadis (Kadis PUPR) terus berbicara, nanti berakhir dengan Pansus. Ini soal menafsirkan surat dari Kementrian PUPR, pemahaman terhadap sebuah surat dari kementrian. Kita bisa lihat urugensinya. Kalau sifat suratnya biasa, itu berarti bukan harus langsung lakukan, karena bersentuhan dengan peraturan lainnya,”ujar Singhs.
Menurut anggota dewan empat periode ini, bahwa Kementrian PUPR minta agar proses lelang DAK dilakukan pada Desember, karena sesuai jadwal penetapan APBD itu bulan Agustus.
“Pemerintah pusat taunya APBD itu telah ditetapkan pada bulan Agustus. Kita kan selalu penetapan APBD di bulan Desember. Kami juga tidak mau kehilangan DAK. Cuma semangatnya itu tidak boleh membuat hal yang multi tafsir. Sebuah kebijakan itu harus didalami dengan baik,”kata Singhs.
Ia berpendapat bahwa kebijakan anggaran dari pemerintah pusat, apakah DAK atau DAU, tetap masuk dalam APBD. Makanya, lanjut Singhs, APBD itu ditetapkan dulu, baru segala sesuatunya bisa berjalan dengan baik karena dasar hukumnya yang kuat.
“Kalau ini (lelang proyek DAK sebelum penetapan APBD), mau pakai dalil apapun, kalau bersandar pada asas manfaat, maka ini barang bagus yang sudah kita lakukan dengan cara yang kurang tepat. APBD sebentar lagi sudah ditetapkan, kenapa sulit. Menurut saya, dalili apapun kita mesti tunggu sampai APBD ditetapkan. Bukan menunggu APBD ditetapkan baru tandatangani kontrak. Kalau setelah penetapan APBD tanda tangani kontrak berarti pemenangnya sudah ada,”tegas Singhs.
Apalagi, lanjut politisi senior Partai Golkar Alor ini, masuk pada masa peralihan kepemimpinan daerah, maka masing-masing orang punya penafsiran.
“Ada yang tafsir, Sekda ini Ketua TAPD yang sedikit lagi mau pensiun dan satu lagi (Pj.Bupati Alor) berakhir di bulan Februari jadi bersihkan dulu. Itukan penafsiran, ini ruang politis. Pengambilan kebijakan itu sudah politis. Perda APBD itukan nanti ada aturan teknis berupaya Peraturan Bupati untuk pelaksanaannya, baru boleh bisa digunakan. Saya bisa memahami semangat dari Kepala PUPR dan Kepala ULP untuk menyelesaikan ini dengan baik seiring waktu. Tetapi saya juga minta untuk dipahami bahwa ini tindakan yang keliru. Baik tetapi keliru. Jadi berhenti sudah. Kalau kamu sudah lelang dan sudah ada pemenangnya maka batalkan. Kalau tidak dibatalkan, akan berakhir dengan Pansus,” Singhs memastikan.
Sekda Alor, Soni O.Alelang kemudian merespon masukan anggota Banggar DPRD Alor, bahwa secara teknis sudah dijelaskan Kadis PUPR, Christian Djahila. Karena itu Alelang berpendapat bahwa jika proses lelang yang sudah berjalan itu dibatalkan karena APBD Alor TA.2025 belum ditetapkan, maka perlu ada kesepakatan bersama angtara TAPD dan Banggar DPRD Alor sehingga akan menjadi tanggungjawab bersama apabila ada dampak dikemudian hari.
Sekda Alor, Soni O.Alelang (kedua dari kanan) sedang berbicara dengan Kadis PUPR Alor, Christian Djahila (kedua dari kiri) di sela-sela Rapat Banggar DPRD Alor
Anggota Banggar Sulaiman Singhs menilai apa yang dikemukakan Sekda Alor Soni Alelang itu sudah mendekati titik temu. Singhs mengakui, dalam pemerintahan daerah itu, kita tidak bisa bertepuk tangan sebelah saja. Segala macam risiko, demikian Singhs, harus dihadapi berdua (Pemkan dan DPRD), tidak bisa sendiri-sendiri, karena itu dibahas bersama.
Sementara Naboy Tallo kembali menegaskan agar lelang proyek DAK 2025 yang sudah dilakukan itu harus dibatalkan.
“Cepat-cepat mau apa punya,”tanya Naboys retoris.
Anggota Banggar antara lain Sulaiman Singhs, Abdul Gani Rapit Djou, Naboys Tallo, Yahuda Lanlu, Marjuki Kalake dan Johny Tulimau sepakat dengan Sekda Soni O.Alelang agar lelang proyek DAK itu dibatalkan atas kesepakatan bersama dengan Banggar DPRD sehingga Ketua DPRD Alor, Paulus Brikmar diminta untuk mengetok palu untuk mengesahkan kesepakaatn dimaksud.
Namun Paulus Brikmar tidak serta merta mengetok palu karena dia masih harus meminta pendapat dua wakil Ketua DPRD Alor yakni Jeremias Karbeka dan Usman Plaikari. Nampak Karbeka mengemukakan pendapatnya bahwa dia tidak setuju kalau lelang itu dimajukan ke bulan Januari 2025. Alasan Karbeka, jangan sampai terjadi pengurangan DAK atau bahkan hilang jika lelang dilakukan setelah penetapan APBD.
Pendapat Karbeka ini menuai reaksi berbeda dari anggota Banggar lainnya. Tetapi rapat akhirnya disekors lagi untuk Sholat Magrib. Di waktu skors ini, nampak ada lobi-lobi. Terlihat Kadis PUPR, Christian Djahila melakukan pembicaraan khusus secara terpisah dengan sejumlah anggota Banggar.
Namun setelah skors dicabut dan rapat dilanjutkan, sikap anggota Banggar rupanya tidak berubah. Mereka tetap ngotot agar proses lelang proyek DAK itu dibatalkan seluruhnya, dan baru dimulai ulang setelah penetapan APBD Tahun Anggaran 2025 yang dijadwalkan pada penghujung Desember 2024 ini.
Ketua DPRD Alor, Paulus Brikmar
Ketua DPRD/Ketua Banggar, Paulus Brikmar memberikan kesempatan lagi kepada Sekda/Ketua TAPD, Soni O.Alelang untuk memastikan apakah sepakat membatalkan seluruh proses lelang proyek DAK Tahun 2025 yang telah dilakukan sebelum penetapan APBD Tahun Anggaran 2025.
Namun anggota Banggar, Yahuda Lanlu mohon bicara. Politisi PDIP ini mengkritisi, kenapa tidak dilelang saja sebelum pengajuan RKA.
“Saat ini kita masih dalam proses pembahasan, belum sampai penetapan APBD, koq sudah bisa dilelang. Ini kan sama saja, sebelum pembahasan APBD, DAK bisa dilelang. Apapun prosedurnya, harus setelah Penetapan APBD, baru boleh lelang proyek. Ini dipaksakan sekali, ada apa? Karena itu kita semua harus taat asas, sehingga setelah penetapan APBD, baru dibuka semua proses lelang proyek,”tegas Yahuda.
Anggota Banggar Lagani Djou menambahkan, bahwa pihak berkompeten lainnya jika merasa ada hal-hal yang mengharuskan untuk kepentingan daerah ini maka silahkan berkoordinasi dengan pimpinan DPRD Alor. Itu, lanjut Lagani, kalau kita mau menjaga kemitraan antar lembaga.
Anggota Banggar lainnnya, Ernes Mokoni berpendapat bahwa sesuai ketentuan yang ada, masa lelang dini pada bulan Desember, tetapi ada klausul yang berbunyi: “dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan ini tidak hanya peraturan pemerintah, dan sebagainya, tetapi juga termasuk Perda (Peraturan Daerah) tentang APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).
“Perda APBD kita belum ditetapkan, sehingga seperti yang sudah disampaikan oleh Ketua Komisi I, pa Sulaiman Singhs, kalau memang sudah lelang dan siapapun pemenang, apakah dibatalkan, nanti Januari (2025) dulu baru lelang ulang dan dia (orang yang sama) menang lagi juga tidak apa-apa,”kata Ernes.
Ketua Komisi III DPRD Alor ini menyarankan pihak Dinas PUPR dan ULP saat ini hanya menyiapkan segala administrasi yang lain, sambil menunggu tanggal 31 Desember 2024 penetapan APBD Alor TA.2025, tanggal 1 Januari 2025 langsung buka lelang, dan tanggal 2 atau 3 Januari 2025, sudah bisa diketahui siapa pemenangnya.
Ketua Komisi III DPRD Alor, Ernes The Frinto Mokoni,S.Sos
“Maka bagi saya, masih ada waktu di bulan Februari untuk pencairan (DAK) termin pertama itu. Karena disini (dalam Surat Kementrian PUPR yang ditandatangani Kepala Pusat Fasilitasi Infrastruktur Daerah, Krisno Yuwono,S.T.,M.T., pada Point 3 huruf b ) berbunyi bahwa ….paling cepat pencairan pada bulan Februari, bukan paling lambat. Kecuali berbunyi bahwa paling lambat pencairan Tahap I di bulan Februari itu yang kita ketakutan dengan waktu. Sehingga bagi saya, APBD kita tetapkan di 31 Desember, buka lelang pada 1 Januari, dan pada tanggal 2, 3 atau 4 Januari kita sudah tahu siapa pemenangnya,”ujar Ernes.
Politisi PKB inipun menyarankan agar perlu disepakati bersama dari aspek apakah bisa atau tidak, karena Anggota Banggar sudah sepakat berpatokan pada APBD.
“Ini APBD kita belum tetapkan, lalu sudah buka lelang, pada akhirnya kita semua ada di Mola (Lapas Kelas IIB Mola Kalabahi). Karena yang dimaksudkan dengan mengacu pada Peraturan Perundang-undangan itu ya Perda APBD,”demikian Ernes Mokoni sembari meminta lagi penjelasan teknis dari Kadis PUPR.
Namun Anggota Banggar lainnya, Yahuda Lanlu menginterupsi dan menegaskan bahwa apa yang dibicarakan sejak awal hingga skors berulang kali itu, permasalahannya bahwa proses lelang tidak sesuai prosedur karena dilakukan sebelum penetapan APBD, sehingga menurutnya tidak perlu lagi penjelasan teknis.
“Ini belum ada penetapan APBD lalu mau menjelaskan apa, rujukannya apa, titik starnya apa. Makanya tadi saya bilang, kalau mau lelang, maka saat penyusunan RKA itu ada DAK maka lelang sudah, ngapain melalui pembahasan. Jadi intinya belum ada penetapan APBD sehingga batalkan proses lelang itu. Setelah penetapan baru buka lelang seluas-luasnya, sampai iblis juga ikut lelang juga no problem,”tegas mantan Wakil Ketua DPRD Alor periode 2014-2019 asal PDIP ini.
Sementara itu, Anggota Banggar lainnya, Johny Tulimau, menyampaikan kekesalannya karena ketika pihaknya meminta rincian karena pagu yang muncul saat itu secara gelondongan, tetapi tidak dilayani. Data yang diperoleh media ini, ada tiga pekerjaan yang dibiayai DAK Fisik untuk Belanja Modal Jalan Kabupaten yakni ruas jalan Aloindon-Ilawe, ruas jalan Kabir-Pandai dan ruas jalan Boloang-Latuna senilai Rp 31,766.020.290.00, tanpa ada perincian untuk masing-masing ruas jalan dimaksud.
“Kami tunggu penjelasan rinciannya tetapi tidak diserahkan, yang muncul adalah sudah ditenderkan. Ini yang menjadi persoalan. Terkesan terburu-buru, ada apa ini. Tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam surat Kementrian PUPR itu, tetap mengacu pada peraturan perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, saya sepakat dengan teman-teman yang lain, batalkan proses tender yang sedang berjalan, dan diakomodir ulang setelah penetapan APBD,”pungkas Tulimau.
Anggota Banggar DPRD Alor, Johni Tulimau,S.E.,M.Si
Anggota dewan Naboys Tallo menambahkan, bahwa pasa saat pembahasan RAPBD di tingkat Banggar, sebagaimana disampaikan Johny Tulimau, angka gelondongan yang muncul, tidak ada perinciannya terkait item pekerjaan pada tiga tiga ruas jalan yang dibiayai DAK Fisik Tahun 2025 itu.
“Kami sudah rencana, saat penyempurnaan hasil asistensi RAPBD, kami akan tanyakan ini, pekerjaan apa saja yang terakumulasi dari budget ini. Kami baru mau Tanya, ternyata sudah ditenderkan. Biasanya dalam mekanisme penganggaran, setelah kita tetapkan APBD, Bupati akan tidaklanjuti dengan Peraturan Bupati tentang Pelaksanaan Perda APBD. Ini penetapan APBD saja belum tetapi sudah dilelangkan, karena itu harus dibatalkan sampai ada penetapan APBD,”timpal Naboys.
Ketua DPRD Alor, Paulus Brikmar akhirnya memberikan kesempatan terakhir kepada Sekda Alor, Soni O.Alelang untuk merespon pendapat Anggota Banggar, agar proses lelang yang sudah dilakukan itu dibatalkan.
Soni Alelang pun mengemukakan bahwa penafsiran anggota Banggar berbeda dengan penafsiran pemerintah. Karena itu dia menawarkan agar proses lelang pekerjaan fisik jalan yang dibiayai dengan DAK Tahun 2025 untuk ruas jalan Aloindon-Ilawe, ruas jalan Kabir-Pandai dan ruas jalan Boloang-Latuna senilai Rp 31,766.020.290.00 itu bukan dibatalkan, tetapi dihentikan sampai dengan Penetapan APBD Alor Tahun Anggaran 2025.
“Sehingga terbaca bahwa proses (lelang) itu sedang berlangsung tetapi dihentikan, tidak dibatalkan,”pinta Soni Alelang.
“Baik pak Sekda, jadi formulasi kalimatnya adalah menghentikan sementara semua proses pelelangan yang sedang berlangsung, sampai dengan Penetapan APBD, setuju ya..,”tanya Ketua DPRD/Ketua Banggar, Paulus Brikmar kepada Anggota Banggar.
Ketua Komisi I DPRD Alor, Sulaiman Singhs langsung merespon dengan mengatakan, “Kalau kita menggunakan kalimat menghentikan, artinya proses lelang yang sudah sampai pada tahapan mana”.
“Jadi perlu dijelaskan, proses lelang hingga saat ini sudah sampai pada tahapan mana, karena setahu saya, tinggal tunggu penandatanganan kontrak, artinya proses lelang hingga pemenang tendernya sudah ada. Ini saya ingin minta penjelasan,”sambung Singhs.
Sedangkan srikandi legislator Alor, Naboys Tallo mempertegas komitmennya dengan menolak tawaran Sekda Alor, Soni Alelang agar proses lelang dihentikan, bukan dibatalkan. Menurut Naboys,bukan berarti menghentikan sementara proses yang sudah ada dan nanti dilanjutkan setelah penetapan APBD.
“Tidak seperti itu, batalkan dan nanti tender ulang setelah Penetapan APBD. Bukan menghentikan sementara. Kalau dihentikan sementara artinya kita akui proses yang sudah berjalan, tidak. Batalkan kembali, baru tender ulang lagi. Bapak ketua (Ketua DPRD) agar cerna baik-baik setiap kata dan kalimat,”tegas Naboys.
Suasana Rapat Banggar DPRD Alor bersama TAPD Kabupaten Alor, Jumad (20/12/2024)
Ketua DPRD Paulus Brikmar kemudian bertanya kepada kedua wakil ketua dan seluruh Anggota Banggar DPRD Alor yang hadir, apakah setuju proses lelang itu dibatalkan, dan jawabannya setuju dibatalkan.
“Dengan demikian, maka proses pelelangan di sistim LPSE (oleh Bagian ULP Setda Alor) itu dibatalkan sampai dengan Penetapan APBD Murni 2025,”kata Brikmar sembari mengetok palu pengesahan pembatalan proses lelang dimaksud.
Catatan media ini sesuai dengan jadwal sidang DPRD Alor, agenda Rapat Paripurna DPRD Alor untuk Penetapan APBD TA.2025 dilaksanakan pada Senin (23/12/2024). Namun jadwal ini bergeser karena menurut Sekda Alor, Soni O.Alelang, RAPBD Kabupaten Alor TA.2025 yang telah diasistensi ke pemerintah Provinsi NTT itu, hasilnya belum diserahkan kepada Pemkab Alor untuk dilakukan penyesuaian.
“Nanti kalau kita sudah terima hasil evalausi dari Pemerintah Provinsi (NTT), baru kita lakukan penyesuaian kemudian kita tetapkan (menjadi Perda APBD). Sampai hari imi kita belum dapat hasil evalausi (RAPBD Alor TA.2025) dari Pemerintah Propinsi NTT, sehingga kita belum tentukan kapan kita melakukan rapat penyesuaian hasil evaluasi APBD. Meski waktu rapat penyesuaian belum pasti, tetapi yang jelas dalam bulan Desember 2024 ini kita tetapkan APBD,”tandas Alelang dalam sidang bersama Banggara DPRD Alor, Jumad (20/12/2024).
DPRD Kabupaten Alor akhirnya melalui Rapat Badan Musyawarah telah merubah jadwal persidangan. (ap/linuskia)