TJPS Kemitraan Di Alor Seluas 214 Ha Karena Terkendala 3 Syarat Bank NTT

author
1
4 minutes, 51 seconds Read

REALISASI Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS) sebagai Program Pemerntah Provinsi Nusa Tenggara Timur di Kabupaten Alor pada tahun ini, untuk pola kemitraan seluas 214 hektare, jauh dari target sebelumnya. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Kabupaten Alor, Yustus Dopong Abora,S.P menjawab alorpos.com, Rabu (8/2/2023) menjelaskan, ada dua pola TJPS yakni Pola Kemitraan dan Non Kemitraan. Pola Non Kemitraan itu, ujar Yustus, hanya mendapat sentuhan benih saja dari pusat sebanyak 20,5 ton jagung hibrida untuk ditanam pada lahan seluas 1.500 hektare. Sedangkan Pola Kemitraan, yakni kerja sama dengan Bank NTT dan Off Taker (pembeli), dimana telah ada penandatanganan MoU (Memorandum of Understanding) tahun lalu antara dirinya selaku Kepala Distanbun Kabupaten Alor, Pemimpin Bank NTT Cabang Kalabahi, Vinsensius R.Sulu dan Off Taker pad atahun lalu.
“Dalam MoU itu, kami targetkan paling tidak bisa mencapai 5000 hektare (sebagai lahan TJPS). Ternyata setelah sosialisasi, meski jumlah peserta yang mau mengikuti program TPJS dengan pola kemitraan ini banyak, tetapi kriteria lahan yang menjadi syarat tambahan yang dikehendaki bank (Bank NTT) itu tidak memenuhi syarat,”ungkap Yustus.

Penandatanganan Kerja Sama Antara Dinas Pertanian Perkebunan, Bank NTT Cabang Kalabahi dan  off taker, disaksikan Asisten II Setda Alor, Dominggus Asadama (kedua dari kiri)

Menurut mantan Plt.Sekda Kabupaten Alor ini, syarat tambahan dari Bank NTT yakni; Pertama, letak lahan tidak terlalu jauh dari jalan raya, sehingga ketika hasil panen banyak sesuai target, maka mobilisasinya tidak membutuhkan biaya besar. Kedua, secara teknis Distanbun Alor membangun komunkasi bersama dengan pihak Bank NTT agar luas lahan yang ditanami jagung itu tidak boleh lebih banyak batunya sehingga tidak berpengaruh siginifikan terhadap populasi tanaman. Kalau banyak batu, maka target lahan seluas satu hektare menghasilkan sekian ton jagung ternyata tidak tercapai. Syarat ketiga, jelas Yustus, jangan sampai petani tersebut sudah punya pinjaman di Bank NTT sebelumnya.
“Dengan ketiga syarat tambahan dari Bank NTT ini, akhirnya kedapatan ada lahan yang letaknya jauh sekali sehingga berjalan kaki harus berkilo-kilo meter. Lahan juga prosentase batunya lebih tinggi, lalu banyak petani juga yang sudah punya pinjaman di bank, sehingga digugurkan. Akhirnya, hanya sekitar 400-an petani yang terlibat (memenuhi syarat), dengan akumulasi luas lahan 214 hektare untuk TJPS kemitraan ini,”tandas Yustus.
Lebih lanjut, anak petani dari Pulau Pura ini berpendapat bahwa meski hanya 214 hektarer saja yang mereka dapatkan di Tahun 2023 ini, tetapi bagi dia bukan soal target besar atau kecil. Menurutnya, karena ini hal baru yang mau diperkenalkan kepada petani sebagai pilot project, maka nanti setelah panen 214 hektare TJPS Kemiraan itu, hasinya disosialsasikan dan ada petani yang akan memberikan testimoni untuk memotivasi petani lainnya, agar ada peningkatan di tahun-tahun mendatang. TJPS Pola Kemitraan inikan mendapat pinjaman modal dari Bank NTT sebesar Rp 10 Juta/petani tanpa bunga untuk mengolah lahan seluas satu hektar, sudah ada pembeli (off taker) yang siap membeli jagung hasil panen, tetapi menurut Yustus, ada petani yang masih ragu-ragu.

Halaman Kantor Distanbun Kabupaten Alor di Kelurahan Welai Barat yang dipenuhi aneka tanaman pangan

“Karena itu kami jalani saja, walaupun hanya 214 hektare (lahan TJPS Kemitraan di Alor), tetapi kami berpikir ini sebagai stater dan menjadi contoh untuk kita tingkatkan lagi kedepannya. Off taker sudah menyiapkan sarana produksinya, lalu Bank NTT sudah melayani dalam bentuk pinjaman tanpa bunga, yakni dalam satu hektar sebesar Rp 10 Juta. Kalau setengah hektar maka pinjaman Rp 5 Juta,”sebut Yustus.
Dari total 214 hektare lahan TJPS Pola Kemitraan di Kabupaten Alor tahun ini, menurut Yustus, tersebar di wilayah Kecamatan Pantar Barat Laut, Pantar Tengah, Pantar Barat, Alor Barat Laut, Kabola, Alor Timur Laut dan Kecamatan Lembur. Saat ni ada delapan Pendamping Lapangan Program TJPS yang dibiayai APBD Propinsi NTT yang terus mendampingi para petani. Sedangkan di kecamatan lainnya, demikian Yustus, disentuh dengan program TJPS Non Kemitraan, yakni mendapat benih jagung hibrida bantuan pemerintah pusat untuk ditanam pada lahan dengan total luas 1.500 hektare. Off taker pun, lanjut Yustus, akan membeli hasil panen jagung dari TJPS Pola Non Kemitraan itu.
Terkait curah hujan tahun ini yang dikhawatirkan berdampak buruk yakni menurunnya hasil panen, termasuk jagung dalam program TJPS, Yustus mengakui tetapi untuk TJPS Pola Kemitraan itu tidak berjalan baik.
“Untuk TJPS Non Kemitraan itu karena duluan tanam tetapi kemudian hujan tidak turun sehingga berdampak pada pertumbuhan tanaman, dan diperparah lagi dengan munculnya hama ulat. Namun ini kami sudah antisipasi,”tandas Yustus.

Kadstanbun Alor, Yustus Dopong Abora, (kiri) saat berbincang dengan Manager perusahan selaku off taker/pembeli jagung

TJPS Non Kemitraan, sambung Yustus, varietas yang digunakan yaitu P21 yang rata-rata produksinya bisa mencapai 6 ton/hektar. Tetapi Yustus memprediksi, akibat cuaca dan hama ulat, maka musim ini hanya bisa menghasilkan 4 ton atau 5 ton/hektare. Sedangkan untuk TJPS Pola Kemitraan, jelas Yustus, varietas jagung yang digunakan yakni hibrida pioner yang tingkat produksinya tinggi, bisa mencapai 10-12 ton/hektare. Meski begitu, Yustus prediksi bahwa tahun ini tingkat produksinya hanya bisa mencapai 5-6 ton/hektare karena faktor curah hujan yang tak menentu.
Bahkan dalam analisanya untuk hasil produksi TJPS Kemitraan tahun ini, Yustus mematok angka terendah yakni 4 ton jagung/hektar, dan harga jual jagung pada posisi Rp 4000/Kg, maka menurutnya petani masih bisa mendapat untung. Perhitungan Yustus, petani yang mengolah satu hektar menghasilkan 4 ton jagung, maka harga jual Rp 4000 x 4000 Kg = Rp 16.000.000 (Enam belas juta rupiah).
“Total harga jual sebesar Rp 16 Juta, yang diperoleh petani yang mengolah satu hektare lahan dalam Program TJPS Kemitraan ini, tetap untung Rp 6 Juta, setelah mengembalikan modal pinjaman tanpa bunga kepada Bank NTT sebesar Rp 10 Juta/hektare. Tetapi harga (jagung) di pasar saat ini saja sudah Rp 6.000/Kg sehingga jika keuntungan yang diperoleh petani akan lebih besar lagi,”tandas Yustus.
Pejabat low profile yang disebut-sebut sebagai salah satu bakal calon Bupati Alor potensial paska bupati Amon Djobo ini mengaku telah memantau perkembangan tanaman jagung dalam program TJPS Pola Kemitraan ini di sejumlah wilayah seperti di Kecamatan Kabola, Alor Barat Laut, serta di Pulau Pantar rata-rata perkembangannya bagus. (ap/linuskia)

Similar Posts

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *