PASCA Peresmian Bandar Udara (Bandara) Pantar- Kabupaten Alor, Propinsi NTT oleh Presiden Joko Widodo secara virtual (online), dari Tanah Toraja, Sulawesi Selatan, Kamis (18/3/2021), muncul kasak-kusuk sejumlah kalangan yang mulai menakar peran Bupati Alor saat ini, Drs.Amon Djobo dan Bupati Alor Periode 2009-2014, Drs.Simeon Th.Pally. Kasak-kusuk tersebut kian ramai di media sosial usai prosesi penyambutan uji coba pesawat perdana jenis cassa, Dinonim Air yang membawa rombongan Wakil Gubernur NTT, Joseph Nae Soi menyentuh landasan bandara di ibukota kecamatan tertua di Pulau Pantar itu, Sabtu (20/3/2021).
Sejumlah oknum melalui akun media sosialnya coba membangun opini publik, bahwa yang paling berjasa atas terwujudnya Bandara Pantar yang baru diresmikan tersebut adalah Drs.Simeon Th.Pally. Alasannya, bahwa di era pemerintahan bupati Simeon Th.Pally, proposal dan komunikasi dibangun dengan pihak Kementrian Perhubungan RI untuk membangun bandara dimaksud. Pally disanjung kelompok tersebut, bahkan mewacanakan nama Bandara itu kelak diubah saja menjadi Bandara Simeon Th.Pally, sedangkan peran bupati Alor Periode 2014-2019 dan Periode 2019-2024, Drs.Amon Djobo seakan tidak diperhitungkan dalam kaitannya dengan proses pembangunan Bandara Pantar.
Hal ini memicu respon Bupati Alor, Amon Djobo. Kepada pers, Senin (22/3/2021), Djobo menekankan bahwa pemerintahan ini sistim, sehingga pemimpin manapun yang meletakan, harus ada orang yang melanjutkan.
“Kalau saya tidak lanjutkan (pembangunan Bandara Pantar) mau apa. Faktanya, saya turun lima kali (ke Pantar), baru Bandara itu jadi. Saya dan pa Frans Lebu Raya (Gubernur NTT dua periode, 2008-2018) yang meletakan batu pertama pada Tahun 2014. Kami turun peletakan batu pertama, sekaligus pemancangan papan Pembangunan Bandara Pantar itu.
Setelah itu, kisah Djobo, proses pembangunannya menghadapi tantangan yang terlalu berat. Maka saat sapaannya menyambut Wakil Gubernur NTT, Joseph Nae Soi yang landing dengan pesawat di Bandara Pantar, Sabtu (20/3/2021), Djobo mengaku sempat menyampaikan bahwa membangun Bandara tersebut, tantangannya terlalu pahit.
“Kenapa terlalu pahit? Persoalan tanah, masyarakat datang demonstrasi di rumah jabatan. Dua kali mereka (masyarakat) datang demo, yakni masyarakat Labuan Bajo dan masyarakat Kabir kota, yang saling mengklaim tanah milik masing-masing. Otak-otaknya siapa? Otaknya bukan masyarakat Pantar yang ada di Kabir, tetapi masyarakat yang ada di kota ini (Kalabahi) dan di luar kota ini, yang mempengaruhi. Ini tolong catat baik-baik dan beritakan itu,”tegas Djobo.

Tanah itu, jelas dia, sebagian besar sesuai data sertifikat induk adalah milik pemerintah daerah. Tetapi karena tanah tersebut sudah lama ditinggalkan atau ditelantarkan, demikian Djobo, maka ada masyarakat yang pinjam pakai untuk berusaha.
“Setelah tinggal dan berusaha di atas tanah tersebut, lalu mereka (masyarakat) membuat sendiri sertifikat, sehingga ada yang bilang tanah suku, tanah gereja, padahal bukan. Dataran itu sertifikatnya atas nama pemerintrah daerah. Ini yang kita selesaikan cukup sulit,”papar sosok yang punya semboyan, kerja baik, karier panjang umur juga panjang, kerja tidak baik karier pendek, umur juga pendek ini.
Untuk mengurai persoalan tanah dimaksud, Djobo tegaskan bahwa dia menugaskan pejabat terkait turun sekitar sepuluh kali ke Pantar tetapi tidak mampu membereskan masalah tersebut.
“Maka terakhir saya turun dan saya bilang harus beres, dan akahirnya persoalan bisa diatasi. Ini yang perlu diluruskan sehingga jangan ada yang bilang kerbau punya susu ko, kuda punya kaki ko kuda punya kepala. Orang tidak paham tentang duduk berdirinya persoalan pembangunan Bandara Pantar,”sentil Djobo tegas.
Menurut bupati Alor dua periode ini, yang punya jasa besar terkait Pembangunan Bandara Kabir yakni mantan Ketua Komisi V DPR RI, Fahri Francis. Dia menyebut Fahri Francis melakukan kunjungan kerja di Kabupaten Alor pada Tahun 2017, dan sempat bersama staf Dinas Perhubungan Kabupaten Alor dan Bandara Mali ke Kabir untuk memantau ke lokasi Bandara.
“Saat kembali ke Kalabahi dan menginap di Hotel Pulo Alor, beliau (Fahri Francis) panggil saya untuk minum kopi. Saat itu pa Fahri Francis katakan, “pa bupati pembangunan Bandara Kabir dihentikan saja”. Saya tanya kenapa, beliau jawab bahwa karena tidak ada kejelasan pembebasan tanah sehingga nanti mubasir. Saya bilang ke pa Fahri, bahwa Kaka, itu tanggung jawab saya sebagai pemimpin di ini daerah. Jadi tolong bantu kami dari sisi penganggaran. Jadi ini jasa Fahri Francis,”ungkap Djobo.

Lebih jauh Djobo mengisahkan bahwa pembangunan Bandara Pantar sempat dihentikan pembangunannya selama dua tahun, yakni pada Tahun 2017 dan 2018. Berkat komunikasi Pemkab Alor dengan Ketua Komisi V DPR RI serta kementrian/lembaga terkait, sehingga mendapat penganggaran untuk dilanjutkan pembangunannya pada Tahun 2019 dan 2020. Menurutnya, total masa pembangunan Bandara Pantar selama lima tahun, yakni Tahun 2014, 2015, 2016, 2019 dan Tahun 2020, dengan jumlah dana sebesar Rp 103 Milyar.
“Sekarang baru bilang siapa punya susu, siapa punya kaki, siapa punya tangan, siapa punya mulut, coba omong ko saya mau lihat. Dia tahu dari mana dana Rp 103 Milyar. Karena itu jangan politisir kondisi ini, seakan-akan bahwa kamu yang paling hebat, orang lain tidak hebat. Saat masyarakat demonstrasi soal tanah, tidak ada satu tokoh masyarakat yang katanya hebat itu yang turun bantu pemerintah untuk mengatasi persoalan tersebut,”ujar Djobo.
Terkait dana dari APBD Kabupaten Alor yang dikeluarkan untuk mendukung Pembangunan Bandara Pantar, manrtan Camat Alor Timur mengatakan sebesar Rp 3 Milyar untuk biaya pembebasan tanah milik masyarakat. Menurut Djobo, masih ada warga yang belum menerima pembebasan tanah dimaksud karena keterbatasan anggaran sehingga akan dilakukan pembayarannya pada Tahun 2021 ini.
“Karena itu, tidak usah goreng kiri, goreng kanan bahwa orang ini yang paling berjasa. Di masa dorang pimpin ini negeri ini, pelabuhan apa yang mereka bangun di Pantar, jalan apa yang dorang ada bikin. Ada tower apa yang mereka bangun. Ada sumber air apa yang mereka bangun. Pulau Pantar itu dinomor duakan koq,”tegas Djobo.
Sebagai birokrat tulen, Djobo berulang kali mengatakan bahwa pemerintahan itu sistim, sehingga setiap program dan pembangunan untuk kepentingan masyarakat, maka dilanjutkan pemimpin berikutnya, dan itu yang dilakukannya.
“Saat saya menjadi Bupati Alor, ada berapa bangunan yang mangkrak itu. Pasar Lama di Kampung Cina, Gedung Bank NTT, Gedung Dharma Wanita. Gedung sekolah-sekolah di kecamatan juga mangkrak. Ini karena apa, tinggi hati, tidak mau lihat prinsip-prinsip pemerintahan, yakni satu letakkan, satu lanjutkan. Satu lanjutkan, satu tingkatkan. Kegiatan pemerintahan seperti itu,”tandas Djobo.
Tapi mana, lanjut Djobo, pembangunan di masa Bupati Ans Takalapeta seperti Gedung Bank NTT dan Gedung Dharma Wanita itu justru tidak dilanjutkan oleh bupati berikutnya, Drs.Simeon Th.Pally. Bahkan persoalan pembangunan di Bandara Mali juga tidak bisa diurus secara baik, sehingga orang mau membangun, masih ada masyarakat yang menanam pisang di lokasi Bandara Mali.

Terkait nama Bandara Pantar, jelas Djobo, bahwa ketika Menteri Perhubungan minta nama Bandara, maka Pemerintah Daerah secara sepihak mengusulkan nama Bandara Kabir. Tetapi, lanjut dia, atas masukan dari tokoh-tokoh lintas elemen masyarakat, termasuk kalangan Perguruan Tinggi, LSM dan Pers yang diundang untuk menghadiri perbincangan di Aikoli Kang Resort, akhirnya disepakati Nama Bandara Pantar, sehingga mewakili nama Pulau Pantar secara keseluruhan. Kalau Bandara Kabir, hanya mewakili ibu kota Kecamatan Pantar, sedangkan ada lima kecamatan di Pulau Pantar. Kalau pakai nama orang, tokoh, atau pahlawan, nanti dianggap ada pengkultusan.
“Untuk itu telah diresmikan dengan nama Bandara Pantar untuk mewakili Pulau Pantar secara keseluruhan yang yang dihuni 71 ribu lebih jiwa penduduk Kabupaten Alor di Pulau Pantar. Sehingga tidak ada pengkultusan wilayah atau orang per orang,”tandas Djobo.
Amon Djobo mengatakan bahwa sejak dia masih menjabat sebagai Asisten III Setda Kabupaten Alor di masa Bupati Alor, Ir.Ans Takalapeta, dia sudah peduli pembangunan di Pulau Pantar. Saat sebagai Asisten III, Djobo dipercayakan lagi oleh Bupati Ans Takalapeta sebagai Ketua Harian KONI Kabupaten Alor.Saat sebagai Ketua Koni Kabupaten Alor itu, Amon Djobo ikut merintis turnamen bola kaki Pantar Cup yang masih terus berlanjut hingga kini. Kepedulian membangun Pantar itu terus diperlihatkan Djobo ketika menjadi Bupati Alor, dengan membangun sejumlah infrastruktur dasar, termasuk memperjuangkan ruas jalan Baranusa-Kabir menjadi Jalan Strategis Nasional sehingga pembangunan jalan raya hotmix dilakukan.
‘Tahun (2021) ini mendapat alokasi anggaran sekitar Rp 130 Milyar untuk kelanjutkan pembangunan ruas jalan Baranusa-Kabir. Total pembangunan untuk infrastrtuktur jalan saja, baik untuk jalan propinsi, pusat dan kabupaten di Pulau Pantar itu hampir Rp 150 Milyar lebih. Saya punya niat baik untuk membagun negeri ini. Saya bukan bupati di Pulau Alor saja tetapi Bupati Alor,”tandas Djobo, sembari mencontohkan pengalamannya bagaimana mewujudkan adanya saran air bersih untuk melayani kebutuhan warga di Tonte-Pulau Pantar. (ap/tim)