BENDUNGAN di Desa Tuleng, Kecamatan Lembur ini merupakan potensi Sumber Daya Air (SDA) terbesar yang dibangun pasca bencana badai Siklon Tropis Seroja di Kabupaten Alor, Propinsi NTT.
Hal ini dikemukakan Side Operational Manager (SOM) PT.Pembangunan Perumahan (PT.PP) di Kabupaten Alor, I Gede Widiyarta Yana, kepada media ini di Desa Tuleng, Kecamatan Lembur, Sabtu (24/7/2021). Ketika itu Widiarta bersama Kepala Bappelitbang Kabupaten Alor, Obeth Bolang,S.Sos, sedang memantau kesiapan berlangsungnya acara ritual adat setempat, sebagai tanda dimulainya pembangunan bendungan dimaksud.
Ditanya mengenai luas bendungan yang akan dibangun, Widiarta mengatakan, lebar bentangan 61 meter, panjang 50-an meter. Bentangannya mencapai 61 meter, jelas Widiarta, karena lebar kali terkikis saat banjir bandang. Item pekerjaan yang dibangun, jelas pria asal Pulau dewata Bali ini, antara lain tubuh bendungan, apron (pembatas air dari hulu) dan hansell (panahan air). Sedangkan pintu air untuk saluran irigasi, kata Widiarta, masih ada karena tidak tersapu banjir bandang saat bencana Seroja terjadi.
“Jadi bendungan ini dibangun baru, tidak termasuk pintu air dan irigasi. Yang kami bangun itu tubuh bendung, apron, hansell dan dinding penahan tanah. Dibandingkan dengan ukuran bendungan ini sebelum bencana, maka yang siap dibangun saat ini lebih lebar 2 meter, dan lebih tinggi sekitar 80 Cm jika dibandingkan sebelumnya.,”jelas Widiarta, sembari menambahkan, bahwa dibangun lebih lebar karena tanah di bagian selatan bendungan tergerus banjir, sehingga bentangannya diperlebar hingga mencapai bebatuan di dinding kali.
Ditanya mengenai konstruksi yang dipakai dalam membangun bendungan tersebut, Widi mengatakan bahwa 70 % berkontruksi beton.
“Jadi kontruksinya beton sama besi beton. Kalau dulu, pasangan beton campur batu kebanyakan. Kalau sekarang full beton bertulang. Untuk batu sama beton hanya sedikit. Dengan konstuksi full beton bertulang ini, sangat kuat untuk mengantisipasi kerusakan akibat bencana alam serupa,”tandas Widi.
Soal tenaga kerja pada proyek bendungan tersebut, Widi menegaskan bahwa melibatkan tenaga lokal Alor dan juga tenaga teknis dari luar daerah. Mengenai material lokal seperti batu, pasir dan kerikil, terang Widi, sudah tidak bermasalah karena bersama Kepala Desa Tuleng, Yoksan Samay dan warganya mendukung penuh pembangunan bendungan tersebut. Apalagi material seperti batu, pasir dan kerikil tersedia penuh di sungai/kali tersebut pasca banjir bandang melanda bendungan ini.
“Material sudah ok, kita manfaatkan cukup. Hanya masalah lahan ini sempit sehingga kita mungkin pinjam lapangan untuk gudang,”kata Widi.
Pihaknya juga bersedia membantu pemerintah dan warga desa Tuleng yang membutuhkan bantuan seperti mengusahakan adanya irigasi sementara ke lokasi sawah selama bendungan masih dikerjakan sehingga irigasi ditutup.
“Kita akan bantu mengambil air dari kolam Mamargayang itu untuk diolah dan disalurkan ke lokasi irigasi masyarakat. Kita juga siap membatu jika ada kebutuhan lainnya yang perlu perbaikan,”tandas sosok yang selalu peduli dengan warga setempat ini
Mengenai hambatan yang ditemui di lapangan, Widiarta mengaku tidak ada karena selama ini Kepala Desa Tuleng dan warganya sangat kooperatif, sehingga dia berterima kasih.
“Terima kasih karena warga desa semua sudah membantu. Tidak ada masalah,”kata Widiarta, seraya optimis, sekitar akhir November 2021 sudah bisa menyelesaikan pembangunan bendungan tersebut.
Menurut Widi, target penyelsaian pekerjaan memang di akhir bulan Oktober 2021, tetapi karena konstruksi full beton, sekitar 6000 batang besi beton, sehingga prosesnya agak lama, maka dia pastikan, bisa sampai akhir November 2021 baru selesai pekerjaan.
Terkait biaya pembangunan bendungan tersebut, Widi menekankan bahwa akan ditentukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) setelah mengaudit paska selesainya pekerjaan oleh PT.PP.
Dijelaskannya, bahwa setelah selesai pembangunan semua sarana, prasarana dan infarstruktur, termasuk perumahan khusus relokasi warga pasca bencana badai seroja di Alor, maka pemeriksaan pertama akan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI untuk menaksir harga. Setelah itu, lanjut Widiarta, BPK RI akan turun mengaudit lagi untuk menilai, apakah harga yang dinilai oleh BPKP itu sudah wajar dan sesuai atau tidak, baru diusulkan kepada pemerintah pusat untuk dianggarkan.
“Tahun depan (2022) baru penganggaran, sehingga pencairan anggaran untuk pembayaran (kepada PT.PP) sekitar April sampai Juni dua tahun lagi,”pungkas Widiarta.
Sementara itu, Kepala Desa Tuleng, Yoksan Samay berterima kasih karena bendungan di wilayahnya itu telah diperhatikan pembangnannya oleh pemerintah pusat melalui PT.PP paska bencana badai Seroja. Setelah pembangunan bendungan selesai, kata Yoksan, selain untuk keprluan irigasi lahan sawah petani, pihaknya juga akan memanfaatkan bendungan tersebut sebagai lokasi pengembangan pariwisata.
“Kami akan lakukan pengembangan wisata di Bendungan Kolam Besi Desa Tuleng, Kecamatan Lembur, Kabupaten Alor. Namanya Bendungan Kolam Besi, sesuai nama yang disampaikan tokoh adat, bapak Eduard Mauleti bahwa nama bendungan ini Bendungan Tafoae. Tafoe itu artinya besi, wai artinya kolam sehingga artinya kolam besi maka kita sebut pula Bendungan Kolam Besi,”jelas Yoksan.
Ia juga berterima kasih karena dampak bencana ini, ada perhatian dari bapak Presiden Indonesia, melalui Kementrian PUPR karena komunikasi juga Bupati Alor, Amon Djobo, sehingga bendungan ini bisa dikerjakan dalam waktu singkat.
“Masyarakat sangat bersyukur karena bendungan ini sumber kehidupaan kami untuk mengairi sawah. Maka masyarakat sangat mendukung dan sudah sepakat agar semua material batu pasir yang ada, dapat digunakan oleh PT.PP untuk membangun bendungan,”ujar Yoksan. (ap/linuskia)