alorpos.com—TEROBOSAN Ketua DPRD Kabupaten Alor periode 2024-2029, Paulus Brikmar yang menjadikan rumah dinas jabatannya sebagai Rumah Aspirasi untuk berdialog dan menjaring aspirasi dari berbagai elemen masyarakat itu menuai polemik. Banyak yang meyambut baik dan mendukung, tak sedikit pula yang mengkritik, bahwa tujuannya bagus tetapi belum tentu benar sesuai saluran dan mekanisme pemerintahan.
Sebagaimana surat undangan yang diterima media ini berkop Rumah Aspirasi, untuk menghadiri acara Diskusi Rumah Aspirasi dengan tema “Merajut Kebersamaan Menyatukan Gagasan Serta Memperkokoh Rumah Aspirasi Alor”. Kegiatan itu berlangsung pada Jumad (13/12/2024) mulai pukul 17.00 Wita atau jam lima sore di Rumah Jabatan Ketua DPRD Kabupaten Alor.
Diskusi yang dihadiri puluhan aktivis pemuda dari berbagai organisasi ini dengan narasumber berkelas yakni Bupati Alor terpilih, Iskandar Lakamau,S.H.,M.Si., Rektor Universitas Tribuana Kalabahi, Alvons F.Gorang,S.Sos.,M.M., Tokoh Perempuan Alor, Pdt (Emr).Dina Takalapeta Meller,S.Th.,M.Th, dan Ketua Dewan Suro Partai Kebangkitan Bangsa Kabupaten Alor, H.Taufik Nampira,S.P.,M.M.
Sayangnya, tidak nampak ada anggota DPRD Alor yang hadir, termasuk dari Fraksi PKB sehingga sempat dipertanyakan. Paulus Brikmar alias Buche Brikmar pun menjelaskan hal ini.
“Tadi ada pertanyaan kenapa Anggota Fraksi PKB tidak hadir, jawabannya karena kebetulan anggota Fraksi PKB (Ernes Mokoni, Sam Sudarmi dan Radjab Leki) sedang ada Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan sejumlah mitra OPD (Organisasi Perangkat Daerah) di Kantor DPRD Alor. Tetapi pa Ketua Dewan Suro (Ketua Dewan Suro PKB, H.Taufik Nampira) ada, saya pikir sudah representasi semua yang ada di dalam,”ungkap Brikmar.
Dari kanan ke kiri: Ketua DPRD Alor, Paulus Brikmar, Bupati Alor terpilih, Iskandar Lakamau, Rektor Untrib Kalabahi Alvons F.Gorang, Ketua Dewan Suro PKB Alor, H.Taufik Nampira, dan Tokoh Perempuan Alor, Dina Takalapeta Meller dalam selaku narasumber dalam diskusi di rumah aspirasi Rujab DPRD Alor, Jumad (13/12/2024)
Tetapi sesungguhnya, lanjut Brikmar, ini bukan pertemuan partai, tetapi pertemuan seluruh stakeholder. Ia berpendapat, kalau orang yang tidak biasa ikut diskusi, itu yang kemudian akan dia kritik, ini ada muatan kepentingan.
“Tidak ada, makanya coba membiasakan diri dalam berdiskusi. Kritik ini datangnya dari kita-kita di level pejabat ini, sehingga saya harus luruskan,”tegas Brikmar.
Menurutnya rumah jabatan adalah rumah rakyat Kabupaten Alor, dimana dapat dijadikan sebagai pusat diskusi, mendiskusikan problem-problem pokok rakyat yang kita hadapi di lapangan. Ia juga menjelaskan kenapa dalam surat undangan kepada para pihak, dia menggunakan stempel (cap) Ketua DPRD Kabupaten Alor. Sebagaimana diperoleh media ini, surat undangan tersebut bukan dengan logo resmi DPRD Kabupaten Alor sebagaimana surat dinas dari lembagai terhormat itu selama ini, tetapi diberi cap resmi Ketua DPRD.
“Ada yang persoalkan, koq ini surat (surat undangan) ada stempel DPRD. Ia, kecuali stempel DPRD ini saya gunakan untuk pergi tindas orang atau hal yang tidak benar. Tetapi stempel DPRD ini saya gunakan untuk mengundang stakeholder rakyat di daerah ini, orang tua di daerah ini untuk datang dan berbicara tentang kepentingan rakyat. Jadi ini saya luruskan, karena ada dinamika berkembang di internal (internal DPRD Alor),”tegas Ketua DPC PKB Kabupaten Alor ini.
Namun pendapat berbeda datang dari mantan Pimpnan DPRD Alor periode sebelumnya, Sulaiman Singhs,SH. Anggota dewan empat periode menilai acara yang diselenggarakan Ketua DPRD Alor itu bila dilihat dari niatnya bagus, tetapi sesuatu yang baik belum tentu baik dan benar.
Sulaiman Singhs,SH., pimpinan DPRD Alor periode 2019-2024
Alasan politisi senior Partai Golkar Alor ini, karena Pimpinan dan Anggota DPRD selama lima tahun sejak dilantik, dalam bekerja berpedoman pada Tata Tertib dan Kode Etik, sehingga apapun yang akan dilakukan, harus bersandar pada kedua aturan yang mengikat itu.
“Tata tertib mengatur bagaimana Pimpinan dan Anggota DPRD dapat bekerja serta berfungsi sesuai sumpah jabatannya, akan menyerap dan menjalankan aspirasi selurus dan seadil-adilnya,”ujar Singhs menjawab media ini melalui pesan WhatsApp, Sabtu (14/12/2024).
Prosedurnya,lanjut Singhs, di awal masa tugas, dibentuklah fraksi. Fraksi bukanlah alat kelengkapan karena fraksi adalah representasi partai di DPRD yang berwenang menempatkan anggotanya pada setiap alat kelengkapan dewan berupa Pimpinan DPRD, Komisi, Badan Musyawarah, Badan Kehormatan, Badan Anggaran, dan Badan Pembentukan Peraturan Daerah. Karena pimpinan adalah alat kelengkapan setara dengan alat kelengkapan lainnya, jelas Singhs, maka disebut ketua dan wakil-wakil ketua yang berfungsi mengkoordinasikan serta bertanggujawab secara kelembagaan keluar (bila diperlukan dalam pertanggujawaban hokum) dan ke dalam memimpin jalannya sidang-sidang dan rapat-rapat.
“Karena merupakan alat kelengkapan, maka dalam mengambil kebijakan tidak bisa dilakukan secara sendiri melainkan harus melalui keputusan siding atau rapat, karena sesungguhnya “kedaulatan” ada pada Anggota DPRD, sehingga manakala satu kebijakan diambil tanpa didahului sebuah rapat, maka langkah itu menjadi “tidak sah”, tegas Singhs.
Surat Undangan Rumah Aspirasi yang ditandatangani dan cap Ketua DPRD Kabupaten Alor, Paulus Brikmar
Kemudian dalam konteks kegiatan yang dilakukan ketua di rumah jabatan Ketua DPRD apakah dibolehkan, demikan Singhs, maka beberapa hal perlu menjadi perhatian terlepas dari niat baik, pertama adalah acara tersebut tidak terjadwalkan sebagai acara dalam Jadwal Bulanan DPRD. Kedua, membuat surat undangan tanpa Nomor Surat lalu ditandatangani dan cap Ketua DPRD. Ketiga, menyelenggarakan acara di Rumah Jabatan Ketua DPRD. Keempat, membuat acara penyerapan aspirasi diluar dari yang diatur Tata Tertib, yaknni melallui Kunjungan Kerja (Kunker), Rapat Dengar Pendapat/Umum (RDP/RDPU), dan Reses.
“Dari keempat aspek yang saya kemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa Ketua DPRD melakukan kegiatan di luar dari apa yang telah diatur dalam aturan Tata Tertib dan Kode Etik. Kalaupun ada yang berpendapat bahwa itu kegiatan bagus, maka tidak semua perbuatan bagus itu baik, karena pesannya tak akan sampai tujuan karena di luar prosedur. Masa mau kirim surat, bukannya dimasukan ke dalam kotak surat tetapi dimasukkan dalam kotak amal, jadinya salah sasaran,”pungkas Singhs. (ap/linuskia)