BUPATI Alor, Drs.Amon Djobo benar-benar mewujudkan pernyataan tegasnya saat Rapat Paripurna I DPRD Kabupaten Alor, dalam rangka Pembahasan dan Penetapan Ranperda Tentang Perubahan APBD Tahun Anggaran 2021, serta Dua Ranperda lainnya, Kamis (9/9/2021) silam. Pantauan alorpos.com, dalam rapat yang dipimpin Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek,SH itu, sejumlah fraksi di DPRD Alor, dalam pemandangan umumnya antara lain mempertanyakan mengenai perubahahn nomenklatur dalam dokumen APBD TA.2021 terkait relokasi Pasar Kadelang yang selama ini menuai polemik publik.
Menyikapi pertanyaan fraksi-fraksi ini, Bupati Amon Djobo menyatakan sikapnya terkait perubahan nomenklatur terkait relokasi Pasar Kadelang dalam dokumen APBD TA. 2021 itu. Saat itu Djobo mengatakan akan mengambil langkah tegas kepada ASN mendesain perubahan dokumen negara tersebut.
“Saya mau dokumen itu tercatat sehingga saya disposisi apa itu yang ikuti, sehingga kalau salah maka saya yang bertanggungjawab. Ini merupakan pelanggaran disiplin berat sehingga bisa diberi hukuman disiplin berat, karena ini dokumen negara yang dia akalkan. Itu sebenarnya penipuan, kejahatan terberat dalam jabatan ASN,”demikian pernyataan tegas bupati Djobo saat itu.
Rupanya pernyataan itu diwujudkan bupati Djobo, karena pada Senin (13/9/2021), mantan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Alor, Muaz A.Kammis,SH, kepada sejumlah wartawan di kediamannya mengaku telah diberhentikan dari jabatannya selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Alor. Muaz merasa sebagai tumbal dalam kasus relokasi Pasar Kadelang.
Terkait persoalan ini, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Alor, Drs.Soni O.Alelang kepada media ini, Rabu (15/9/2021) di ruang kerjanya menjelaskan persoalan relokasi Pasar Kadelang, serta Surat Keputusan Bupati Alor yang membebastugaskan Muaz A.Kammis dari tugas dan jabatannya sebagai Kadis Kominfo.
Menurut Soni,. bahwa pada saat Perencanaan APBD Tahun Anggaran (TA) 2021 untuk kebutuhan rekolasi Pasar Kadelang karena ada pembangunan pasar tersebut pada Tahun 2021-2022, pemerintah menyediakan sejumlah dana sewah lahan untuk relokasi dimaksud. .
Dalam perjalanan, ungkap Soni, memang logis pertimbangan Muas A.Kammis, kalau misalnya sewa lahan, maka dibutuhkan sejumlah dana lagi untuk pembangunan lapak dan sarana pendukung lainnya seperti ketersediaan air bersih dan listrik, selama pembangunan Pasar Kadelang masih berjalan. Setelah Pasar Kadelang selelsai dibangun, dan para pedagang kembali menempati pasar tersebut, maka lahan yang disewa pemerintah dan lapak-lapak yang dibangun itu akan menjadi mubasir.
Oleh karena itu, lanjut mantan Camat Kabola ini, layak memang kalau mau dialihkan untuk pembangunan lapak di Pasar Inpres Lipa, karena masih ada ruang untuk membangun lapak-lapak dimaksud. Sehingga, kata Soni menilai pertimbangan Muaz, ketika Pasar Kadelang selesai dibangun, lalu pedagang pasar Kadelang kembali ke Kadelang, maka lapak yang ada di Pasar Lipa tetap bisa difungsikan karena dibangun di atas aset Pemerintah Kabupaten Alor.
“Tetapi, harusnya dilakukan perubahan atau penyesuaian melalui mekanisme dan prosedur. Nah, Kepala Dinas Perdagangan saat itu, Muas A.Kammis, tidak mengajukan pertimbangan tertulis kepada Bupati Alor untuk meminta persetujuan. Justru dengan diam-diam, Muaz merubah sendiri di Aplikasi SIPD (Sistem Informasi Pembangunan Daerah),”ungkap Soni.
Menurutnya, Muaz Kammis merubah atau menggeser sendiri nomenklatur, yang di dalam APBD TA.2021 itu, yakni Sewah Lahan Untuk Relokasi Pasar Kadelang, menjadi Pembangunan Lapak di Pasar Lipa.
“Jadi dia (Muas A.Kammis) bobol SIPD. Setelah dia (Muas A.Kammis) bobol SIPD, maka SIPD secara otomatis langsung menginput ke Aplikasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Daerah. Jadi secara otomatis masuk, maka ULP (Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa) lelang, karena semua (program kegiatan) yang ada dalam aplikasi Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Daerah harus ditender, maka tender dilakukan. Tidak tahu menahu bahwa ada yang membobol SIPD oleh oknum itu (Muas A.Kammis), Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Alor waktu itu,”tegas Soni.
Setelah pekerjaan itu dilelang, lanjut Soni, ada pihak ke tiga yang menang tender dan telah selesai mengerjakannya, tetapi ketika mau lakukan pembayaran, aplikasi pembayaran menolak karena tidak sesuai nomenklaturnya.
“Tidak ada dasar pergeseran. Kerja yang begitu itu, diduga adalah kejahatan dalam jabatan,”tandas Soni.
Oleh karena diduga merupakan kejahatan dalam jabatan, demikian Soni, maka harus dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, untuk kemudian bisa diketahui apakah memang ada pelanggaran atau tidak. Itu kan, terang Soni, melalui proses pemanggilan dan pemeriksaan. Jika terbukti bersalah, lanjut Soni, maka diberikan hukuman disiplin sesuai ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.
“Untuk kepentingan pemeriksaan, maka Bupati mengeluarkan Surat Keputusan (SK) yang menyatakan atau membebaskan sementara dari tugas jabatan kepada saudara Muaz Abdulrahman Kammis. Jadi itu mekanisme yang betul seperti itu. Sekarang dia (Muaz) kasih naik di media bahwa seolah-olah dia disolimi, dia jadi tumbal. Bukan, aturannya memang begitu,”timpal Soni.
Soni menekankan, bahwa sebagai seorang aparatur (Aparatur Sipil Negara) yang baik, harus menghormati setiap regulasi atau aturan yang mengatur.
“Bukan berarti Muaz tidak mau terima itu surat (SK Bupati Alor) dan selesai. Tidak. Kalau tidak mau terima, maka kita tinggal membuat Berita Acara, bahwa yang bersangkutan tidak mau menerima SK yang ada. Dengan Berita Acara tersebut, maka dengan sendirinya SK Bupati Alor itu berlaku,”jelas Soni..
Lebih jauh, Soni menerangkan dasar hukum dalam melahirkan SK Bupati Alor itu, yakni sesuai Pasal 27 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2010, Ayat 1 mengamanatkan bahwa, dalam rangka kelancaran pemeriksaan PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dan kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas dan jabatannya oleh atasan langsung, sejak yang bersangkutan diperiksa.
“Jadi aturan yang bilang begitu. Bukan bupati angkat-angkat hati,”tegas Soni.
Ayat 2 dari PP Nomor 53 Tahun 2010, jelas Soni Alelang, bahwa pembebasan sementara dari tugas jabatan sebagaimana dimaksud pada Ayat 1, berlaku sampai dengan ditetapkannya Keputusan Hukuman Disiplin.
“Jadi SK Bupati Alor itu berlaku sampai ketika hasil pemeriksaan selesai, dan jika dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi hukuman disiplin, baru SK Bupati Alor Tentang Pembebasan Tugas Sementara itu batal dengan sendirinya, karena sudah ada keputusan pengganti. Apabila dalam pemeriksaan, dia (Muas A.Kammis) tidak terbukti bersalah apa-apa, maka yang bersangkutan dikembalikan kepada tugas dan jabatannya semula. Begitu prosedur normalnya,”terang Sekda Soni O.Alelang.
Lebih lanjut mantan Kepala BKPSDM Kabupaten Alor ini menjelaskan, bahwa pada Ayat 3 dari Pasal 27 PP Nomor 53 Tahun 2010, bahwa PNS yang dibebaskan sementara dari tugas dan jabatannya sebagaimana dimaksud, tetap diberikan hak-hak kepegawaiannya, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Jadi tunjangan jabatan dia (Muas A.Kammis, sebagai Kadis Kominfo Kabupaten Alor) masih tetap dia dapat, kecuali tugas jabatan yang tidak dia kerjakan lagi. Dan untuk kelancaran pekerjaan di OPD dimana dia bertugas sekarang (Dinas Kominfo), maka kami menunjuk pelaksana harian (Plh). Kami telah menunjuk Staf Ahli Bupati Alor, Ridwan Iho,S.Sos sebagai Plh.Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Alor, dan sudah serah terima kemarin (Selasa, 14 September 2021), meskipun dia (Muas A.Kammis) tidak hadir, tetapi tidak mungkin kita menunggu sampai yang bersangkutan hadir,”tegas Soni.
Karena itu, ujar Soni Alelang, pembebasan tugas itu tidak ada maksud lain, unsur-unsur lain, tetapi semata-mata untuk menegakkan aturan demi tertib dan lancarnya pelaksanaan tugas-tugas pemerintah daerah. dan aturan yang mengatur, bukan siapa-siapa punya kemauan.
“Jadi orang-orang jangan suka mendramatisir atau mempolitisir aturan yang ditegakkan pemerintah.Pegawai Negeri itu ada aturan yang mengatur. Kerja di organisasi pemerintah itu ada dia punya aturan, sistim dan prosedur, bukan suka-suka. Ini suka-suka sendiri untuk pergi rubah kegiatan di SIPD. Kerja sembunyi-sembunyi. Tetapi itu baru merupakan dugaan, karena kita tetap dalam asa praduga tak bersalah, maka dibebaskan dulu dari jabatan, baru diperiksa,”tandas Soni.
Pasti, lanjut dia, ada pertanyaan, kenapa yang lain tidak dibebas tugaskan, langsung diperiksa. Alasannya, sambung Soni, ketentuan tadi (PP 53 Tahun 2010) jelas bahwa apabila pelanggaran disiplin itu berdampak pada kemungkinan akan dijatuhi hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas dan jabatannya oleh atasan langsung.
“Ini pembebasan sementara bukan pemberhentian dari jabatan . Ini yang harus dipahami secara baik, bahwa PNS yang diduga melakukan pelanggaran disiplin dan berpotensi mendapat hukuman displin tingkat berat, maka dapat dibebas tugaskan sementara dari tugas dan jabatannya oleh atasan langsung,”urai Soni.
Karena dibebastugaskan sementara, papar Soni, maka hanya Plh (pelaksana harian) yang ditunjuk sebagai pengganti sementara, bukan menunjuk Plt (pelaksana tugas) Kepala Dinas Kominfo Kabupaten Alor. Menurutnya, penunjukan Plt, apabila pejabat sebelumnya berhalangan tetap, atau tidak dapat menjalankan tugas dalam waktu yang lama.
“Untuk kasus Muas Abdulrahman Kammis inikan hanya sementara untuk pemeriksaan. Kalau tidak terbukti melakukan pelanggaran displin berat maka yang bersngkutan dipulihkan dan dikembalikan pada tugas dan jabatannya, dan Plh dengan sendirinya berakhir,”pungkas Soni. (ap/linuskia)