PEMILIHAN LEGISLATIF DAN POLITIK “HIBAH”

author
2
6 minutes, 51 seconds Read

OLEH : MARIANUS Y. ADANG
(Kepala Bagian Hukum Setda Kab.Alor)

Kemalangan dan dukacita akan menjadi milik orang-orang yang tidak menjalankan politik secara cerdas, bersih, santun dan terhormat karena mereka akan menerima KARMA POLITIK yang hebat.

Sebelum kita mengulas praktik politik dalam ajang pemilihan umum yang memilih para legislator, mari kita melihat pengertian dua kata yang saya ambil menjadi Judul Opini ini. Menurut Aris Toteles, politik adalah suatu usaha yang dilakukan oleh warga guna mewujudkan kebaikan bersama. Jadi hakekatnya politik itu suatu kegiatan masyarakat dengan tujuan agar ada kebaikan, ada kesejahteraan, ada ketenangan dan ada ketentraman bagi masyarakat yang melaksakan politik itu sendiri. Sedangkan Hibah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pemberian (dengan sukarela) yang mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain, atau dalam bahasa Arab hiba yang artinya pemberian yang dilakukan seseorang kepada orang lain secara sukarela tanpa mengharapkan imbalan atau pamrih dalam bentuk apa pun. Jika hibah dikaitkan dengan Politik maka seharusnya pemberian berupa barang dan/atau uang yang diberikan oleh seorang Caleg/kandidat kepada masyarakat harusnya tanpa syarat atau imbalan apapun. Namun kenyatannya, dalam perhelatan Politik di Indonesia, justru pemberian sesuatu kepada masyarakat wajib ada imbalannya yakni suara. Fenomena politik “Hibah” ini akan muncul lagi di Tahun-tahun politik yang tinggal sesaat lagi.
Tinggal 10 bulan lagi perhelatan akbar penentuan wakil Rakyat secara nasional akan berlangsung. Bulan Februari 2024 merupakan bulan “kramat” bagi para penikmat “kursi putar” di Lembaga legislatif yang terhormat. Lautan biru dihiasi gunung menjulang di tanah persaudaraan ini akan menjadi saksi peristiwa besar yang terjadi 5 tahunan ini. Kini calon legislatif yang lebih trend dikenal dengan CALEG lagi sibuk bergerilya ditengah kondisi masyarakat yang kian miris kehidupannya Karena terkena dampak covid-19, kenaikan BBM, kenaikan harga sembako dan krisis ekonomi yang sedang terjadi secara global. Tapi bagi para caleg kondisi ini kadang menjadi berkah tersendiri karena bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan yang menghimpit masyarakat.

Para Caleg tidak ambil pusing dengan keadaan masyarakat yang demikian. Malah kondisi keterpurukan inilah dijadikan momentum untuk menebar isu dan menabur kebaikan sesaat untuk mendapat simpati dan empati konstituen. Ada juga Caleg kadang menggunakan momentum ini untuk menjegal lawan dengan kalimat-kalimat pembusukan terhadap caleg lainnya. Sebuah tradisi jahat yang kerap digunakan orang-orang bermental busuk untuk mengotori proses Pileg yang sejatinya merupakan hajatan sakral untuk melahirkan orang-orang bersih yang layak dan pantas untuk lepentingan daerah. Pemilihan Legislatif (Pileg) sesungguhnya merupakan hajatan politik yang demokratis dimana semua orang mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menjadi anggota legislatif. Rakyat diberi kebebasan untuk memilih siapa saja yang dipandang layak untuk menyalurkan aspirasi mereka di lembaga yang terhormat itu. Dalam proses demokrasi demikian maka rakyat memegang kedaulatan untuk menentukan masa depan bangsa dan daerahnya. Demokrasi yang bersih ini harus dijaga dan dikawal oleh seluruh elemen bangsa karena apabila tidak dikawal secara baik maka akan terjadi prektek-praktek busuk untuk menghancurkan demokrasi ini.
Tidak dipungkiri bahwa proses demokrasi ini dapat berpotensi melahirkan perpecahan anak daerah sebagai akibat ketidak jujuran dan politik busuk dari para caleg ataupun penyelenggara Pemilu itu sendiri. Di berbagai daerah muncul konflik sosial karena ada Caleg dan massa pendukungnya yang merasa tidak puas dengan penyelenggaraan pemilu karena regulator (KPU, Bawaslu) dalam melaksanakan tugasnya untuk mensukseskan Pemilu terkesan tidak netral atau cenderung memihak pada Caleg atau partai tertentu. Hal ini sangat mencederai upaya membangkitkan demokrasi bangsa ini.

Sesungguhnya politik itu ilmu paling mulia dan menempati kedudukan tertinggi, “kata Aris Toteles”. Mengapa ? karena semua cabang ilmu yang lain dibawah kendali dan akan melayani implementasi ilmu politik guna menciptakan kehidupan sosial yang nyaman dan baik (buku Nicomachean ethics).
Kemuliaan Ilmu politik inilah yang harus dimaknai oleh seluruh masyarakat agar dalam hajatan politik tidak boleh ada yang mengotorinya dengan niat dan akal bulus yang berujung pada pencederaan kemuliaan politik. Bentuk dari upaya mencederai politik biasanya sangat nampak dalam pemilihan umum yang akan memilih Caleg dan Presiden/Wakil Presiden. Politik Identitas (Suku, Agama. RAS), dan Politik Hiba adalah bagian dari cara berpolitik yang merusak hakikat demokrasi. Para Caleg mencoba mempengaruhi massa dengan cara kotor seperti memperngaruhi masyarakat dengan janji untuk mendapat imbalan-imbalan tertentu pada saat caleg tersebut terpilih. Soal nanti dipenuhi janji atau tidak, Wallahualam.

Cara berpolitik ini lebih nyata di Kabupaten Alor dimana para Caleg kini mulai menebar pesona dan menjanjikan sesuatu yang muluk-muluk ke masyarakat mulai dari janji pemberian bantuan Pribadi, ke kelompok masyarakat, ke tempat-tempat ibadah, sampai pada pembangunan jalan dan gedung-gedung mewah yang mungkin mustahil untuk dilakukan. Lebih prihatin lagi, masyarakat yang dikibuli kadang mempercayai janji-janji kosong demikian. Seperti terhipnotis, masyarakat kadang kehilangan akal sehat untuk mencerna dengan jernih janji-janji politik yang disampaikan para Caleg.
Ketika rakyat dilegitimasi untuk menjadi konstituen dalam menentukan arah bangsa dan daerah dalam proses demokrasi, justru ada rakyat yang sengaja mengamputasi nuraninya untuk berpaling pada harta yang ditawarkan oleh partai atau Caleg tertentu. Keterpurukan kehidupan ekonomi rakyat biasanya dimanfaatkan secara cepat dan tepat oleh para caleg dan timnya untuk mendulang suara dari rakyat. Hiba dalam wujud uang dan barang yang diberikan oleh Caleg tertentu dengan tujuan untuk Mengkebiri hak rakyat dalam kebebasan memilih. Dalam dunia politik, tidak ada hiba tanpa pamrih. Semuanya dilakukan dengan perhitungan-perhitungan politik dan ekonomis. Biasanya hiba yang dilakukan dalam Pileg adalah hiba dari Caleg berduit. Hal demikian akan memberi efek buruk pada proses Pemilu nanti.


Apapun kondisinya dan cara berpolitik Caleg hari ini, sebagai warga masyarakat kita harus ikut perhelatan demokrasi lima tahunan ini. Pertanyaanya seberapa jauh kita bisa berharap bahwa Pileg 2024 akan menghasilkan wakil-wakil rakyat yang lebih baik? Mungkinkah Pileg kali ini akan berbeda dengan pemilu-pemilu legislatif sebelumnya dan menjadi awal bagi sebuah perubahan? Bagi saya, pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak mudah untuk dijawab. Bukan karena saya tak setuju dengan sebagian besar masyarakat yang kecewa dengan kinerja wakil-wakil rakyat hasil pemilu-pemilu legislatif sebelumnya. Begitu juga, bukan karena saya terlalu percaya bahwa perubahan mungkin akan terjadi hanya dengan bekal hitung-hitungan sederhana jumlah pemilih yang melek informasi di Kabupaten Alor konon mencapai 60 ribu jiwa. Tetapi, karena menurut saya jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan di atas bersifat endogenous.
Menjelang hari pemungutan suara, polarisasi muncul. Di satu sisi, ada sebagian masyarakat yang memilih untuk menjadi golput. Mungkin dengan alasan semua kandidat atau semua partai politik peserta pileg sama buruknya, mungkin juga dengan alasan kecewa pada pelaksanaan pileg yang dianggap tak jujur dan tak adil. Di sisi lain, ada sebagian masyarakat yang mengikatkan pilihan pada kandidat atau partai politik tertentu tanpa memandang apakah kandidat atau partai politik yang dipilihnya bersih atau tidak. Masih lumayan jika ikatan tersebut didasarkan pada alasan ideologis. Tetapi, yang lebih jamak adalah ikatan yang didasarkan pada alasan pragmatis, termasuk janji-janji pembagian rente dan money politics serta pilitik identitas.
Tentu sebagai masyarakat yang mempunyai kedaulatan untuk menentukan nasib bangsa dan daerah ini wajib memperhatikan secara baik agar diakhir dari hajatan ini semua orang bertepuk sorai atas suksesnya PILEG.

Untuk itu diharapkan agar para Caleg yang maju dalam perhelatan ini jangan menggunakan politik kotor. Politik barter, politik hiba dan politik busuk lainnya adalah haram bagi para kandidat. Gunakanlah cara-cara yang elegan dan terhotmat untuk mendapatkan kemenangan seperti adu gagasan, adu ide, adu komitmen. Politik Hiba yang dimaksudkan disini adalah prinsip politik dengan cara barter suara dengan barang atau uang. Hibah dari para kandidat dengan tujuan agar rakyat dapat bersimpati kepadanya.
Ketika politik tidak lagi dijalankan dengan bersih maka arena ini akan jadi panggung para Gladiator. Diarena semacam ini nurani dan nalar sehat tidak digunakan dan akan membuat panggung Politik ini menjadi panggung para pembunuh, arena perebutan kekuasaan dengan cara saling memfitnah, menjegal dan membunuh lawan. Demi kemenangan segala cara ditempuh untuk menjungkalkan lawan dari panggung kekuasaan. Bagi yang kalah, dengan berbagai cara melakukan pembalasan dari luar panggung. Akibatnya apa yang disebut politik tidak lagi sebagai seni dan ilmu untuk memperoleh kemenangan dengan cara elegan, cerdas, santun dan terhormat tetapi merupakan hasil sebuah penaklukan dengan cara barbaric dan primitive.

Jika panggung politik telah berubah menjadi panggung gladiator, siapapun yang turun pasti merasa terluka, kalah dan sakit hati. Maka muncul sederet putra-putri terbaik di daerah ini, yang menghabiskan hari-hari tuanya dengan rasa pilu dan duka karena lebih dipandang sebagai orang tergusur dan nista secara politik ketimbang pejuang yang telah mengabdi pada bangsa dan daerah ini. Akhirnya semua warga Alor harus bisa memaknai politik ini sebagai jalan menuju kesejahteraan. Karena itu berhenti terpengaruh dengan omong kosong dan tipu muslihat para politisi busuk dan mari kita memilih dengan hati nurani masing-masing demi bangsa dan daerah yang tericinta ini.
SALAM TOLERANSI, SALAM SEHAT (**)

Similar Posts

2 Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *