PADA 7-28 September 2020 yang lalu, DPRD Kabupaten Alor menggelar Rapat Parpurna Dalam Rangka Pembahasan dan Penetapan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2020 dan 8 (Delapan) Ranperda Kabupaten Alor lainnya. Kedelapan Ranperda lainnya dimaksud, yakni; 1) Ranperda Tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistim Pemerintahan Berbasis Elektronik. 2) Ranperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. 3) Ranperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan.
4) Ranperda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Yang Berkelanjutan. 5) Ranperda tentang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Nusa Kenari Kabupaten Alor. 6) Ranperda tentang Perusahaan Daerah Mutiara Harappan (PDMH) Kabupaten Alor. 7) Ranperda tentang Nama Bandara Udara Pantar di Kabupaten Alor. 8) Ranperda Kabupaten Alor Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 12 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
Setelah melalui proses pembahasan kemudian Pemerintah dan DPRD Kabupaten Alor menyetujui Ranperda Perubahan APBD Alor TA.2020 dan delapan buah Ranperda tersebut diasistensi ke Pemerintah Propinsi NTT pada 20-an September 2020 di Kupang. Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Alor, Dony Menase Mooy,S.Pd menjawab media ini di ruang kerjanya pekan lalu menginformasikan bahwa delapan buah Ranperda yang diasistensi dan diharmonisasi ke Kanwil (Kantor Wilayah ) Kementrian Hukum dan HAM Propinsi NTT itu, hanya empat buah Ranperda yang disetujui. Dony menyebut empat buah Ranperda yang disetujui untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Alor Tahun 2020, yakni Ranperda Ranperda tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Yang Berkelanjutan, Ranperda tentang Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Nusa Kenari, Ranperda tentang Perusahaan Daerah Mutiara Harappan (PDMH) dan Ranperda tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Daerah Kabupaten Alor Nomor 12 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum.
Menurut Dony, Ranperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak dan Ranperda tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan, masih harus disempurnakan sehingga belum bisa ditetapkan menjadi Perda.
“Ranperda Perlindungan Anak dan Ranperda Perlindungan Perempuan itu dipending untuk didrafting ulang karena naskah akademisnya belum sempurna. Ada banyak urusan yang harus masuk lagi. Yang sudah ada hanya merujuk pada Tupoksi masing-masing OPD (Organisasi Perangkat Daerah), padahal cakupannya harus lebih dari itu, semua kelembagaan perempuan dilibatkan,”tandas Ketua PSI Kabupaten Alor ini. Semua urusan yang berkaitan dengan perempuan, lanjut Dony, harus dilengkapi sehingga nantinya jangan ada banyak Perda tentang urusan yang sama. Ia mencontohkan, setelah ada Perda tentang Perlindungan Perempuan, kemudian Perda tentang Pemberdayaan Perempuan. Harus disatukan menjadi Perda tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan. Semua hal tentang anakpun demikian, disatukan dalam satu Perda,”tegas Dony.
Sedangkan dua Ranperda lainnya, kata Dony, yakni Ranperda tentang Nama Bandara Udara Pantar di Kabupaten Alor dan Ranperda Tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistim Pemerintahan Berbasis Elektronik, ditolak saat diasistensi. Alasanya penolakan terhadap kedua Ranperda ini menurut Dony, karena terkait nama bandara maupun pemerintahan berbasis elektronik merupakan kewenangan pemerintah pusat melalui kementrian/lembaga terkait, sehingga hanya butuh Peraturan Bupati.
“Nama Bandara dan Sistim Pemerintahan Berbasis Elektronik itu cukup diatur dengan Perbup (Peraturan Bupati) karena kewenangan pusat,”jelas Dony, seraya menambahkan bahwa dua Ranperda Insiatif DPRD Kabupaten Alor tentang Pengolahan Sampah dan Pengaturan Retribusi Miras masih ditunda pembahasannya karena refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.
Ditanya apakah dari awal Pemerintah dan DPRD Alor tidak tahu kalau tentang nama Bandara dan terkait Pemerintahan Berbasis Elktronik itu kewenangan pusat sehingga dibahas dalam Rapat Paripurna DPRD Alor, Doni mengaku baru tahu delapan Ranperda itu ketika dimasukan sama-sama dengan Ranperda Perubahan APBD Kabupaten Alor TA.2020.
“Kami di Bapemperda (Badan Pembentukan Peraturan Daerah) DPRD Alor tidak terlibat dalam pembuatan naskah akademik delapan Ranperda tersebut,”tegas Dony.
Mekanisme pembahasan Ranperda, lanjut Dony, ternyata sudah berubah setelah mereka berkonsultasi dengan Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Propinsi NTT di Kupang.
“Kebetulan kami berklonsultasi ke Kanwil Kemenkumham itu baru mendapat informasi. Selama ini teman-teman di eksekutif biasa buat itu langsung melakukan asistensi ke Biro Hukum Setda Propinsi NTT. Nah, nomenklatur sekarang tidak bisa lagi seperti itu. Kita harus melalui satu tahapan yang namanya harmonisasi di Kanwil Kementrian Hukum dan HAM Propinsi NTT. Setelah diharmonisasi Kanwil Menkumham, baru bisa dibawah untuk diasistensi ke Biro Hukum Setda Propinsi NTT,”jelas mantan Ketua KNPI Kabupaten Alor ini.
Hal ini dibenarkan Ketua DPRD Kabupaten Alor, Enny Anggrek,SH. Kepada media ini akhir pekan lalu, Anggrek mengaku kesal terhadap pihak eksekutif di Setda Kabupaten Alor yang dinilainya tidak melakukan komunikasi secara baik terkait mekanisme penyusunan dan pembahasan Ranperda ke pemerintah Propinsi NTT. Akibatnya, dari delapan Ranperda yang sudah dibahas selama Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Alor sejak 7 September, hanya empat buah Ranperda yang disetujui untuk ditetapkan, karena dua Ranperda dipending dan dua lainnya ditolak. (ap/tim)