KAPOLRES Alor, AKBP.Agustinus Christmas,S.I.K., didampingi Kasat Reskrim, IPTU Mansur Mosa,SH.,MH., dan Kanit PPA Reskrikm Polres Alor, Frans Podo menggelar press conference, Senin (1/11/2021) di Aula Mapolres setempat, terkait perkembangan penanganan kasus oknum guru berinsial SFK (40), yang diduga secara berulang menganiaya siswanya, Musa Malde (13), siswa SMPN Padang Panjang di Kecamatan Alor Timur, Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Diduga akibat penganiayaan tersebut, korban kemudian sakit dan menjalani perawatan di Puskesmas Lantoka, dirujuk ke RSUD Kalabahi, tetapi meninggal dunia pada Selasa (26/10/2021) setelah menjalani perawatan.
“Penanganan kasus yang sudah kami laksanakan yaitu memeriksa saksi-saksi, terduga pelaku, hasil visum et repertum yang telah kami dapatkan, sehingga hari ini, Senin (1/11/2021) kami menetapkan, untuk menaikan status terduga pelaku berinsial SFK menjadi tersangka,”tandas Agustinus.
Dalam jumpa pers ini, tersangka SFK juga dihadirkan dengan memakai seragam tahanan Polres Alor warna orange, serta barang bukti (BB) berupa bambu bulat yang ukurannya dinilai Kapolres Agustinus sebesar ibu jari orang dewasa, sepanjang kurang lebih satu meter, digunakan pelaku untuk menganiaya korban.
Barang bukti ini sempat memantik pertanyaan wartawan, apakah sudah dipersiapkan pelaku, karena kejadian penganiayaan ini katanya berulang kali dengan waktu yang berbeda. Atas pertanyaan ini, Agustinus mengatakan akan didalami pada proses hukum selanjutnya.
“Terkait keberadaan bambu yang digunakan pelaku sudah ada di ruang guru sehingga akan kita dalami kembali karena masih ada keterangan saksi yang perlu ditambahkan. Apakah memang bambu sebesar ibu jari orang dewasa, sepanjang kurang lebih satu meter itu dipersiapkan untuk melakukan kekerasan tersebut. Nanti kita akan menunggu petunjuk dari kejaksaan atau keterangan saksi lainnya untuk memenuhi berkas perkara,”jelas Agustinus.
Namun sesuai hasuil visum et repertum, jelas Kapolres yang humanis ini, ada bekas luka memar akibat benturan benda tumpul pada bagian kaki dan pinggang belakang korban. Menurutnya tidak ada keterangan tambahan lainnya dari hasil visum et repertum, karena visum dilakukan pada saat luka-luka memar pada tubuh korban itu sudah menuju kesembuhan.
“Jadi luka memar yang sudah agak lama, karena memang saat kasus ini dilaporkan (ke Polres Alor) dengan jedah waktu yang cukup panjang dari kejadian,”ujar Agustinus.
Ditanya mengenai hasil outopsi, Agustinus mengatakan pihaknya masih menunggu keterangan tertulis dari dokter forensik Bidokes Polda NTT. Dari hasil outopsi tersebut, papar dia, pihaknya juga bisa menyesuaikan kembali, apakah ada pasal-pasal penerapan lanjutan yang perlu ditambahkan dalam persangkaan.
“Namun saat ini dengan dasar visum et repertum, masih bisa kita tetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka,”tandas Agustinus.
Diuraikan Agustinus, bahwa dalam pengembangan penyelidikan hingga tahap penyidikan, aparat Polres Alor telah memeriksa sembilan saksi, terdiri dari pelapor berisial ZL, lima orang siswa SMPN Padang Panjang yang merupakan teman korban, salah satu guru, ayah kandung korban, dan orang yang mendampingi ayah korban untuk mengantarkan anak yang menjadi korban ke Puskesmas Lantoka, Alor Timur.
Adapun tempus dan lokus dari kejadian ini, jelas Agustinus, yakni ada beberapa kali kejadian, mulai pada Senin (4/10/2021), Senin (11/10/2021) dan Senin (18/10/2021), dimana tersangka pada saat itu melaksanakan tugas piket guru, setiap hari Senin dan Jumad.
“Pada kejadian terakhir, Senin (18/10/2021), dampaknya korban mengeluhkan rasa sakit yang dialaminya kepada ZL selaku orang tua angkatnya. Kemudian pada 23 Oktober 2021, korban mengalami demam tinggi, sehingga orang tua (kandung) korban maupun orang tua angkatnya, mengantarkan korban ke Puskesmas Lantoka untuk dilakukan pemeriksaan. Kemudian 25 Oktober dirujuk ke RSUD Kalabahi, dan dilaporkan ke Polres Alor,”terang Agustinus.
Terkait modus operandinya, lanjut Kapolres, tersangka marah kepada korban yang tidak membawa foto kopi modul Bahasa Inggris, yang merupakan mata pelajaran yang diasuh tersangka. Selain itu, korban juga dinilai tidak bisa memperkenalkan diri dalam Bahasa Inggris dan korban juga tidak masuk sekolah tanpa keterangan.
“Atas dasar itulah, tersangka melakukan penganiayaan atau kekerasan terhadap korban. Hasilnya sudah kita dapatkan dari visum et repertum Puskesmas Lantoka, ada beberapa tanda bekas luka, yang menurut keterangan saksi-saksi maupun tersangka sendiri, bahwa yang bersangkutan telah melakukan kekerasan tersebut. Dengan barang bukti satu batang kayu bulat (bambu) dengan permukaan licin sebesar ibu jari orang dewasa, panjang kurang lebih 1 meter,”urai Agustinus.
Adapun pasal yang ditersangkakan, tegas Agustinus, berdasarkan hasil visum et repertum, barang bukti dan keterangan saksi-saksi, yakni Pasal 80 ayat (1), junto Pasal 76 C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 3 tahun 6 bulan penjara, atau Pasal 351 ayat (1) KUH Pidana, jo Pasal 65 ayat (1) KUH Pidana, ancaman hukumannya 2 tahun 8 bulan penjara. Namun sesuai Pasal 21 KUHAP, demikian Agustinus, bahwa Pasal 351 merupakan pasal pengecualian, dimana terhadap tersangka dapat dilakukan penahanan.
“Kita ketahui bahwa status penahanan terhadap tersangka itu bagi yang ancaman hukumannya 5 tahun ke atas, tetapi sesuai Pasal 21 KUHAP, bahwa Pasal 351 merupakan pasal pengecualian, sehingga kepada tersangka dapat dilakukan penahanan,”ujar Agustinus, seraya menambahkan, bahwa keputusan itu setelah piahknya melaksanakan gelar perkara, Senin (1/11/2021) dan menetapkan terduga menjadi tersangka.
Menjawab wartawan, Agustinus menerangkan bahwa tersangka belum pernah menjalani hukuman apapun sebelumnya. Sedangkan terkait apakah ada catatan medis bahwa korban mungkin punya penyakit tertentu, Kapolres menegaskan bahwa berdasarkan keterangan orang tuanya, korban tidak pernah punya keluhan penyakit apapun sebelumnya.
Keterangan keluarga, maupun teman-teman dan guru lainnya, ungkap Agustinus, bahwa korban dalam kesehariannya adalah seorang yang pendiam, jarang bergaul sehingga tidak pernah mengungkapkan apakah punya jenis penyakit lainnya.
“Keterangan orang tua korban, bahwa yang bersangkutan tidak ada penyakit apapun sebelumnya. Namun ini kita kembali lagi berpedoman pada hasil pemeriksaan, karena dengan hasil penyelidikan secara ilmiah itu, kita dapat melihat apakah perkenaan (perlakuan terhadap korban) yang diterima oleh korban dari kekerasan yang dilakukan oleh tersangka, yaitu di kaki dan punggung belakang itu mengakibatkan yang bersangkutan meninggal dunia, atau ada penyakit lain. Dan inilah yang terus kita gali, berdasarkan penyelidikan secara ilmiah (autopsi), sehingga fakta hukum apa yang bisa kita temukan dalam tahap penyidikan ini,”jelas Kapolres Alor.
Terkait sikap tersangka dalam menjalani proses hukum sejauh ini, Agustinus berterima kasih kepada keluarga korban maupun keluarga tersangka, karena selama proses penyelidikan sampai penyidikan ini situiasi sangat kondusif.
“Tentunya kami juga menganut asas presumption of innocence atau praduga tidak bersalah, dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan, sehingga kami dapat menemukan fakta-fakta yang dapat kami sampaikan dalam berkas perkara pidana ini, untuk kemudian diajukan kepada kejaksaan,”tandas Agustinus.
Pihaknya juga mengharapkan bantuan semua pihak, baik di dinas terkait di Kabupaten Alor, maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang konsen pada tumbuh kembang anak, agar sama-sama mengantisipasi terjadinya kekerasan-kekerasan terhadap anak.
“Baik itu kekerasan fisik, maupun kekerasan seksual yang sering dialami anak-anak di Kabupaten Alor, karena anak-anak adalah masa depan kita bersama,”pungkas Agustinus. (ap/linuskia)