Menjerat oknum Koster dan Vikaris Cabul, Kapolres Alor: Hukuman Maksimal Tergantung Hakim

author
5 minutes, 43 seconds Read

DALAM bulan September 2022, dua kasus persetubuhan dan pencabulan anak dibawah umur yang mengebokan Nusa Kenari dan viral di jagat maya, karena kedua pelaku adalah orang-orang terpandang, satunya vikaris alias calon pendeta berinisial SAS dan satunya koster gereja berinsial KAD. Kedua lelaki dewasa ini sedang menjalani proses hukum dan ditahan pada ruang tahanan Polres Alor, Polda Nusa Tenggara Timur. Dan sebagai wujud keterbukaan informasi publik terkait perkembangan penanganan kasus yang menghebokan publik itu, Kapolres Alor, AKBP Ari Satmoko,S.I.K.,S.H.,M.M., didampingi Kasat Reskrim, IPTU Yames Jems Mbau,S.Sos menggelar press conference (konferensi pers), Jumad (30/9/2022) di Mapolres setempat.
Menurut Ari Satmoko, kasus persetubuhan anak dengan tersangka SAS (36 thn) yang merupakan warga Jln Perintis Kemerdekaan Kelurahan Kayu Putih, Kecamatan Oebobo, Kota Kupang. Polres Alor menerima laporan kasus ini pada 1 September 2022, dimana saat itu korban sebanyak enam orang. Namun sesuai perkembangan kasus ini, ujar Satmoko, korban bertambah menjadi 14 orang per 30 September 2022. Dari 14 korban tersebut, lanjut Satmoko, diketahui 9 anak menjadi korban persetubuhan, tiga orang korban persetubuhan dewasa, dan dua orang korban yang masuk ranah hukum ITE (Informasi dan Trasaksi Elektronik).
Untuk proses hukum kasus tersebut, aparat Polres Alor telah memeriksa 26 saksi, mulai dari para pelapor, orang tua para korban, Klasis Alor Timor Laut dan Pendeta Gereja GMIT Siloam di Nailang, Desa Waisika-Alor Timur Laut.
Menariknya, tersangka melakukan aksi bejadnya itu selama kurang lebih setahun, sejak akhir Mei 2021 sampai awal Mei 2022, dalam waktu dan tempat yang berbeda. Libido tersangka nampaknya tak terkendali tanpa mengenal ruang dan waktu sehingga perbuatannya  terhadap para korban itu ada yang terjadi pada pagi hari sekitar pukul 07.00 Wita, dan ada yang terjadi saat sudah larut malam untuk ukuran orang di desa, yakni pukul 23.00 Wita atau jam 11 malam. Atas perbuatannya itu, pihak Polres Alor akhirnya berhasil menggelandang tersangka ke Kalabahi, karena saat kasus ini terungkap, ia sudah berada di Kupang. Tersangka kemudian ditahan untuk proses hukum selanjutnya.

Kapolres Alor, AKBP.Ari Satmoko,S.I.K.,SH.,MM (kiri) dan Kasat Reskrim, ITPU Yames Jems Mbau ,S.Sos sedang mendiskusikan persoalan yang hendak disampaikan dalam konferensi pers di Aula Mapolres Alor, Jumad (30/9/2022)

“Tersangka (SAS) sudah kita tahan selama 23 hari terhitung sejak 6 September 2022. Berkas Acara Pemeriksaan (BAP) sudah selesai dan telah kami kirimkan kepada Kejaksaan Negeri Alor untuk diteliti lebih lanjut oleh Jaksa Penuntut Umum,”kata Satmoko.
Menurutnya, jika berkas perkara tersangka SAS sudah dinyatakan lengkap atau P21 oleh Kejari Alor, maka pihak Polres Akan menyerahkan tersangka dan barang bukti berupa satu unit hand phone android, akan diserahkan kepada Kejari Alor untuk proses hukum lebih lanjut.
Pasal yang disangkakan, ungkap Satmoko, yakni Pasal 81 Ayat (5) junto Pasal 76 d Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Junto Pasal 65 Ayat 1 KUHP, dengan ancaman hukuman pidana mati, seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan paling lama 20 tahun.
Sedangkan kasus pencabulan dengan tesangka oknum koster salah satu gereja di Kecamatan Teluk Mutiara berinsial KAD (57), juga sudah dtahan pihak Polres Alor untuk proses hukum. Menurut Kapolres Alor, Ari Satmoko, bahwa perbuatan tersangka KAD terhadap satu orang korban anak perempuan berumur 13 tahun, namun tidak terjadi persetubuhan. Dari enam orang saksi telah diperiksa penyidik Polres Alor memperoleh keterangan, bahwa kasus pencabulan itu terjadi di kamar belakang rumah mlik pelapor yang berada di wilayah Kenarilang, Kelurahan Kalabahi Barat, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor. Waktu kejadian, sebut Satmoko, terhitung mulai tanggal 28 Juli 2022 sekitar pukul 04.00 Wita pagi, dan berkelanjutan setiap hari selama 10 kali.

Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Reskrim Polres Alor, AIPDA Fransiskus Xaverius Podo,S.Sos.,SH (kanan) sedang menyampaikan informasi kepada Kasat Reskrim Polres Alor, IPTU Yames Jems Mbau,S.Sos sebelum press confrence

“Modusnya, tersangka melakukan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan dan membujuk korban untuk melakukan pencabulan terhadap korban dengan memberikan uang sebesar Rp 5000 sampai Rp 50.000 sekali tersangka melakukan percabulan, dengan cara “mohon maaf”, meraba-raba (kemaluan korban) dengan menggunakan jari tengah,”jelas Satmoko.
Mengenai pasal yang disangkakan kepada tersangka, jelas Satmoko, yakni Pasal 82 ayat (1) , junto Pasal 36 e Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, junto Pasal 64 ayat (1) KUHPidana dengan ancaman hukuman pidana penjara 15 tahun.
“Saat ini tersangka sudah kita tahan mulai tanggal 16 September 2022 sampai 5 Oktober 2022. Saat ini sedang proses perampungan berkas perkara, dan sesegerah mungkin kita siap kirimkan kepada Kejaksaan Negri Alor,”tandas Satmoko.
Ditanya apakah dengan 14 korban, diantaranya ada dua korban tergolong kasus ITE, maka berkas perkara tersangka SAS itu displeat atau dipisahkan, Kapolres mengatakan bahwa hanya satu berkas perkara. Hanya saja, dua korban yang masuk kategori kasus ITE itu menurut Satmoko bukan korban persetubuhan, tetapi tersangka mengirimkan gambar-gambar porno kepada korban melalui media WhatsApp pada hand phone android.
Tersangka SAS ketika diperiksa penyidik itu, terang Satmoko, mengaku perbuatannya dengan para korban, dengan alasan tidak mampu mengendalikan hasrat seksualnya.
Dalam penanganan kasus ini, pihak Polres Alor juga telah bersurat kepada LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) agar para korban bisa mendapatkan layanan, dan saat ini masih menunggu tanggapan LPSK.
Berkaitan dengan harapan berbagai elemen masyarakat agar para pelaku dijerat dengan hukum semaksimal mungkin, Ari Satmoko menegaskan bahwa tugas Polres Alor adalah menyiapkan berkas perkara, kemudian menerapkan pasal melalui kajian yang mendalam. Sehingga, lanjut Satmoko, pasal yang diterapkan kepada tersangka SAS adalah ancaman hukuman mati.
“Setelah itu nanti kita kirimkan kepada pihak Jaksa Penuntut Umum untuk dikaji dalam sidang di Pengadilan Negeri dan diputuskan oleh hakim. Tentu putusan hakim setelah melihat segala sesuatu yang berhubungan dengan perkara ini, termasuk jumlah korban yang sekian banyak ini. Apakah hakim akan memutuskan vonis sesuai ancaman maksimal atau tidak, akan dilihat pada saat sidang,”tegas Satmoko.

Kedua tersangka berseragam orange, oknum Koster (belakang) dan Vikaris cabul saat digelandang keluar dari ruang press conference Polres Alor

Disinggung wartawan terkait meningkatnya kasus asusila dengan korban anak-anak perempuan di Alor belakangan ini, Kapolres Alor mengakuinya dan dia meghimbau semua pihak di daerah ini agar kasus seperti yang dilakukan tersangka SAS dan KAD tak terjadi lagi.
“Ini harap menjadi perhatian kita bersama, karena tidak cukup hanya dengan pendekatan secara hukum saja oleh polisi. Perlu kerja sama esktra dari seluruh elemen, baik itu DP3A Kabupaten Alor, pihak gereja dan sinode (GMIT), aktivis pemerhati perempuan dan anak, harus meningkatkan sosialisasi pemahaman tentang bagaimana agar anak-anak dan perempuan menjaga diri, tidak cepat terkena bujuk rayu, kemudian dari sisi pengawasan orang tua. Semuanya harus bergerak agar kejadia seperti ini tidak terulang lagi,”himbau Satmoko.
Dia juga berharap kepada pihak terkait agar pengawasan dan pemulihan mentalitas dari para korban harus dilakukan secara tuntas. Jangan sampai setengah jalan, demikian Satmoko, tetapi harus betul-betul dipastikan bahwa mentalitas dari para korban pulih secara psikis dan beraktifitas seperti sediakala.
“Jangan sampai kejadian hari ini, 5 tahun, 10 tahun atau 20 tahun kemudian akan mempengaruhi psikis anak-anak yang saat ini menjadi korban,”pungkas Satmoko. (ap/linuskia)

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *