WAKIL Ketua DPRD Kabupaten Alor, Sulaiman Singhs,S.H., terlihat memimpin Rapat Konsultasi Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di Aula Komisi beberapat waktu lalu, untuk menyikapi memburuknya komunikasi antara Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek,S.H., dengan Bupati Alor, Drs.Amon Djobo,M.A.P., akibat pernyataan Enny Anggrek dalam forum Rapat Koordinasi dengan Pimpinan KPK RI di Kupang belum lama ini, terkait proyek pembangunan Pasar Kadelang dan gedung Kantor DPRD Alor.
Tujuan Rapat Konsultasi AKD, katanya untuk mencari solusi, agar kekisruan ini diselesaikan terlebih dahulu, agar proses sidang dewan menyangkut pembahasan Kebiajakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA dan PPAS), untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Alor, Tahun Anggaran (TA) 2023 bisa berjalan secara baik.
Namun Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek kepada media ini melalui telepon selulernya menilai rapat yang dipimpin Sulaiman Singhs itu ilegal karena tidak pernah diagendakan melalui Rapat Banmus (Badan Musyawarah). Anggreka juga heran dengan langkah yang ditempuh sejumlah anggota DPRD Alor yang melaporkannya kepada Badan Kehormatan DPRD untuk diperiksa. Anggrek menegaskan bahwa dia tidak akan mau diperiksa BKD karena prosedurnya tidak benar dan dia merasa tidak melakukan kesalahan apapun sebagai Ketua DPRD Alor.
Terkait hal ini, Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singhs,S.H., ketika dikonfirmasi media ini, Senin (31/10/2022) di Kantor Bupati Alor, menepis penilaian Enny Anggrek. Menurut Singhs, segala sesuatu yang terjadi di DPRD itu keabsahannya karena quorum, bukan karena ketua. Lebih jauh politisi yang sudah tiga periode menjadi Anggota DPRD Alor menjelaskan, bahwa rapat yang dilaksanakan dan dipimpinnya itu atas permintaan resmi secara tertulis dari mayoritas anggota dewan. Dan pimpinan DPRD Alor itu, tegas Singhs, kolektif kolegial, maka ketika dua pimpinan lain tidak hadir, maka dia sebagai salah satu Wakil Ketua DPRD Alor yang memimpin rapat dimaksud.
“Pimpinan sidang itu kolektif kolegial. Permintaan tertulis anggota dewan itu, segera dilakukan Rapat Konsultasi AKD karena ada surat pemerintah yang tidak mau ikut sidang. Sekarang kalau tidak ada menengahi, siapa yang mau nengahi. Rapat konsultasi itu mencari solusi. Hampir semua anggota meghendaki agar Ketua DPRD Alor diperiksa BK (Badan Kehormatan) DPRD, ya itu yang disepakati sehingga BK sudah mengagendakan untuk memeriksa Ketua DPRD,”kata Singhs.
Mayoritas anggota dewan, jelas Singhs, menilai apa yang dilakukan Ketua DPRD, yakni mempersoalkan proyek (pembangunan gedung Kantor DPRD dan Pasar Kadelang) yang ada dalam APBD dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah, adalah sebuah pelanggaran.
“APBD itu ditetapkan dengan Peraturan Daerah dalam Rapat Paripurna DPRD yang kamu (Ketua DPRD) pimpin dan ketok palu , kemudian kamu protes sendiri lagi, itu melanggar atau tidak,”tanya Singhs retoris.
Terkait pernyataan Enny Anggrek bahwa apa yang diketoknya dalam persidangan dewan itu hanya persetujuan APBD secara umum saja, misalnya berapa belanja pegawai, berapa belanja publik dan sebagainya, tanpa ada perincian, Singhs menegaskan bahwa itu pendapat yang keliru.
“Itu kan Peraturan Daerah, yang di dalamnya ada program dan kegiatan yang telah dibahas dan disetujui bersama dalam setiap tingkat persidangan. Program kegiatan yang termuat dalam APBD itu, kemudian dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, kenapa dipersoalkan,”ujar Singhs.
Karena itu, lanjut Singhs, mayoritas Anggota DPRD Alor mengusulkan secara resmi dengan surat yang ditandatangani bersama, agar Ketua DPRD Alor diperiksa BKD. Menurutnya, hal itu merupakan hasil rapat konsultasi.
“Sahnya keputusan sebuah lembaga DPRD itu bukan pada ketua atau wakil-wakil ketua, tetapi pada quorum. Ada Ketua, atau Wakil-wakil Ketua yang pimpin sidang, tetapi kalau tidak memenuhi quorum (setengah tambah satu dari jumlah anggota) maka tidak bisa jalan itu sidang. Ketua itu beda dengan kepala, ini yang suka disalah artikan,”tandas Singhs.
Mengenai jadwal, Singhs berpandangan bahwa jadwal itu dibuat anggota DPRD, sehingga jangan ada dalil bahwa rapat konsultasi itu tidak pernah dijadwalkan melalui Banmus. Menurut Singhs, dalam situasi tertentu seperti yang terjadi sekarang ini, maka anggota bisa berinsiatif untuk menjadwalkan sebuah rapat, dan itu bisa terlaksana kalau anggota yang bersepakat memenuhi quorum, bukan harus seijin ketua atau wakil-wakil ketua.
“Jadi rapat itu terlaksana karena situasional. Dan yang menghendaki itu adalah mayoritas anggota DPRD dalam menghadapi situasi ini agar diselesaikan,”ujar Singhs.
Dia berharap agar Enny Anggrek memenuhi panggilan BK untuk memberikan klarifikasi terkait persoalan yang ada. Kalau tidak mau hadir, lanjut Singhs, BK akan tetap melayangkan surat panggilan berikutnya, dan jika tidak mau hadir juga, maka BK tetap mengambil keputusan.
“Kita mau bahas APBD murni (Tahun Anggaran 2023), sehingga masalah yang ada harus diselesaikan terlebih dahulu,”pungkas Singhs. (ap/linuskia)