SAAT menggelar konfrensi pers akhir tahun 2022 lalu, Kapolres Alor, AKBP Ari Satmoko,S.I.K.,SH.,M.Hum antara lain mengetengahkan bahwa kasus kekerasan seksual terhadap anak di Kabupaten Alor tergolong tinggi. Hal senada dikemukakan Ketua Forum Komunikasi Pemerhati dan Perjuangan Hak-hak Perempuan (Forkom P2HP) Kabupaten Alor, Sofie Dida Loro,S.Pd.,M.M.
Menurut Sofi, tingginya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerah ini karena berbagai faktor. Dalam orasinya pada acara Deklarasi Komunitas Alor Tanpa Batas yang diketuai Pdt.Loisa Ena Blegur,S.Th pada 14 Februari 2023 lalu, Sofi mengkampanyekan agar semua pihak melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Sofi menekankan bahwa setiap kaum perempuan yang mengalami kekerasan atau perbuatan tidak menyenangkan, maka pihaknya siap membantu untuk mendampingi.
“Dan itu sudah kami lakukan selama ada di Alor. Hanya ada satu kata, LAWAN kekerasan terhadap perempuan dan anak. Jadi hanya satu kata, LAWAN,”tegas Sofie, sembari meminta ratusan anak-anak muda yang hadir di Stadion Mini Kalabahi itu untuk berdiri sambil meneriakan kata “LAWAN”.
Dengan berapi-api, Sofi mengkampanyekan bahwa ketka mengetahui ada kekerasan terhadap perempuan dan anak, maka siapapun agar jangan takut untuk melapor. Menurutnya, banyak kasus yang tidak bisa diselidiki, tidak bisa diproses hukum, karena tidak ada yang melapor.
“Kita takut melapor. Kita takut itu menjadi aib keluarga, kita takut itu menjadi sesuatu yang memalukan. Karena itu akan menjadi semakin banyak orang yang melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak, terlebih terhadap anak,”tandas Sofie.
Mantan guru ini mengaku sangat prihatin dan sedih ketika melihat banyak anak-anak menjadi korban kekerasan, apalagi kekerasan seksual yang dilakukan oleh orang tua kandung.
“Di Alor ada. Sudah ada belasan kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh orang tua kandung. Saya mengharapkan anak-anak sekolah yang hadir pada sore hari ini, orang tua atau siapapun, ketika anak-anak kita sudah mulai beranjak remaja, mari kita memberikan ruang kepada mereka, untuk tidak lagi kita menganggap mereka anak-anak kecil yang kita perlakukan untuk dipangku dan sebagainya, itu sudah tidak etis,”saran Sofie sacara tegas.
Dia juga meminta setiap tetangga di setiap lingkungan, agar mejadi tetangga yang baik untuk melapor jika melihat ada tetangga yang melakukan kekerasan seksual terhadap anak.
“Kita jangan menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Orang-orang yang tinggal di dalam rumah menjadi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Dan ini satu kata yang harus kita lakukan, yaitu LAWAN, tidak ada kompromi,”tegas Sofie.
Perempuan Sumba ini berpendapat bahwa tidak ada tempat untuk orang-orang pelaku kekerasan di Alor, tanah terjanji, bumi persaudaraan, surga ditimur matahari ini. Yang kita mau, demikian Sofie, anak-anak hidup dengan menikmati hak-haknya, yakni hak untuk hidup, hak mendapat kasih sayang dan hak untuk berpatisipasi.
“Orang tua harus bisa mendengarkan pendapat anak. Orang tua harus bisa mendengarkan keluhan anak. Ketika anak menyampaikan ada hal-hal tidak menyenangkan dialami, maka orang tua harus merespon secara positif,”saran Sofie.
Namun Ironi menyeruak. Di tengah upaya semua pihak untuk melawan kekerasan terhadap perempuan, justru kasus ini kian merambat di Alor. Betapa tidak, selang beberapa hari setelah Sofi Dida Loro bersama Pastor Paroki Yesus Gembala Yang Baik Kalabahi, Romo Simon Tamelab dan Ketua Klasis Alor Barat Laut berorasi melawan kekerasan terhadap perempuan dan anak. muncul lagi kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh orang tua kandungnya. Dan terbaru, ada kasus kekerasan seksual yang diduga kuat dilakukan seorang oknum Sekcam (Sekretaris Kecamatan) terhadap anak tirinya. Kasus terakhir ini sedang ditangani aparat hukum Polres Alor karena korbannya adalah anak dibawah umur. (ap/linuskia)