alorpos.com__KASUS kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak yang cendrung meningkat beberapa waktu ini di Alor, merupakan peristiwa yang sangat memprihatinkan. Kita berharap tidak terjadi lagi, karena di tengah-tengah kehidupan masyarakat Alor yang agamis, kita dihadapkan dengan kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak, dan ini menjadi preseden buruk daerah ini di mata Provinsi NTT maupun di mata nasional”.
Hal ini dikemukakan Kepala Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Alor, Haris Kapukong,S.H.,M.H., kepada sejumlah wartawan di Rumah Aman, kawasan Motombang Kalabahi, Jumad (11/8/2023) silam.
Didampingi Sekretris Dinas PPA, Udin Bere,S.Sos., Haris Kapukong mengungkapkan bahwa pihaknya sementara bersama tim Psikolog Klinis dari Kementrian Perlindungan Perempuan dan Anak dalam rangka melakukan pendampingan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual di Pantar. Setelah itu, Minggu (13/8/2023) ke Lantoka, Desa Tanglapui untuk melakukan pendampingan terhadap anak-anak yang menjadi korban. Dua psikolog klinis tersebut pun sempat memperpanjang masa tugasnya di Alor hingga Senin (14/8/2023) karena adaya kasus kekerasan sesksual terhadap sejumlah anak, yang dilakukan oleh oknum Kepala Seksi di Dinas Perhubungan Kabupaten Alor.
Dengan beberapa peristiwa ini, Haris menghimbau kepada semua pihak yang punya kepedulian terhadap anak dan perempuan, agar sama-sama bergendengan tangan untuk melakukan berbagai cara sesuai panggilan tugas masing-masing, untuk menghentikan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak.
Ia mengakui kasus kekerasan teradap perempuan dan anak meingkat di Kaupaten Alor belakangan ini. Haris Kapukong berpendapat bahwa kekerasan itu bisa bermakna luas. Ia mencontohkan, anak yang tak mendapat pelayanan kesehatan atau pendidikan juga merupakan kekerasan terhadap anak.

“Tetapi kalau yang dimaksudkan itu kekerasan seksual terhadap anak, maka sampai saat ini jumlahnya sudah mencapai 30 kasus. Jumlah ini cukup tinggi. Padahal dari kami pemerintah, sudah berusaha maksimal dengan sosialisasi ke desa-desa dan kelurahan yang dianggap rawan. Kami juga sudah berdialog dengan tokoh-tokoh agama, bahkan kami minta agar melalui mimbar-mimbar kotbah agar tolong diserukan pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk kekerasan seksual,”tandas Haris.
Pihaknya juga menghimbau kepada tokoh-tokoh agama agar pada kesempatan ada ibadah rumah tangga, agar menyampaikan pula hal-hal yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak dan perempuan. Menurutnya, masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak ini kalau hanya diserahkan kepada pemerintah, maka akan sulit diberantas.
“Karena masalahnya sangat kompleks, sehingga membutuhkan keterlibatan semua stakeholder. Kami telah membentuk suatu lembaga koordinasi di tingkat daerah. Peristiwa yang baru saja kita alami (kekerasan seksual terhadap sejumlah anak oleh oknum pejabat di Dinas Perhubungan Kabupaten Alor) di Kalabahi ini, kami telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan, agar melakukan pemantauan terhadap para korban melalui fasilitas-fasilitas kesehatan terdekat,”ujar Haris.
Dengan Dinas Sosial pun, lanjut Haris, pihaknya telah nembangun koordinasi, sehingga pada kondisi tertentu, para korban akan dikirim ke Balai Pembinaan Mental di Naibonat, Kabupaten Kupang. Menurutnya, korban di Pantar itu jika proses di kepolisian sudah selesai, maka akan diberangkatkan ke Balai Pembinaan Mental di Naibonat. Hal itu karena ia menilai infrastruktur penanganan mental korban kekerasan seksual di Kalabahi belum bagus.
Haris berharap agar semua pihak, termasuk para wartawan agar bisa membantu pemerintah, dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Disinggung mengenai proses hukum terhadap para pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak selama ini, Haris menilai sudah cukup maksimal.
“Soal komitmen penegakan hukum ini, saya lihat beberapa kasus belakangan ini sudah ditangani cukup maksimal. Bahkan ada yang dihukum mati (oknum mantan Vikaris yang melakukan keketasan seksual terhadap belasan anak di Alor), ada yang dihukum seumur hidup. Beberapa kali pertemuan kami dengan pihak penyidik Polres Alor maupun dengan teman-teman di Kejaksaan Negeri Alor, sudah berkomitmen untuk menerapkan hukuman maksimal,”tegas Haris.
Sedangkan penanganan terhadap anak korban kekerasan seksual, pihaknya selalu memberi perhatian penuh untuk ditangani psikolog klinis, sehigga dapat dipastikan bentuk penanganan lebih lanjut. Kalau psikolog klinis merekomendasikan bahwa korban membutuhkan penanganan lebih lanjut, ujar Haris, maka pihaknya berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Alor, untuk berkomunikasi dengan Dinas Sosial Provinsi NTT, karena mereka yang punya Balai Pembinaan Mental di Naibonat.

“Ketika para korban dikirim ke sana (Balai Pembinaan Mental di Naibonat Kupang), dan setelah mentalnya dibina sampai normal, mereka tidak serta merta pulang. Mereka (korban) akan diinterview lebih lanjut, tentang keahlian-keahliannya. Dengan demikian mereka akan mengikuti pelatihan seperti tata boga, atau tata rias pengantin, atau menjahit,”jelas Haris.
Mantan Kepala Badan Perbatasan Kabupaten Alor ini mencontohkan, jika ada korban yang memilih menjahit, maka akan mengikuti pelatihan menjahit selama enam bulan. Setelah dianggap mahir, maka akan diantar kembali ke tempat asalnya untuk memulai berusaha dibawah pengawasan Dinas Sosial selama enam bulan. Sampai usahanya mulai berjalan baik, demikian Haris, baru dilepas untuk mandiri. Hal itu karena menurutnya, hampir semua korban tidak mau lagi melanjutkan pendidikan formal, lebih cendrung pendidikan informal.
“Jadi mata rantai penanganan perempuan dan anak korban kekerasan telah kita koordinasikan. Contohnya korban kekerasan sesual yang dilakukan seorang bapak kandung terhadap anak perempuannya beberapa waktu lalu di Pantar Barat, kita pakai matai rantai penanganan seperti yang tadi saya jelaskan, sehingga saat ini dia sudah mandiri dalam usahanya tata rias pengantin. Demikian pula dengan anak-anak yang mejadi korban kekerasan seksual yang dilakukan oleh oknum mantan Kepala BMKG Alor,”terang Haris.
Yang disesali Haris adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak masih terus terjadi, dan mirisnya, banyak pelaku adalah Aparatur Sipil Negara atau PNS. Hal ini dinilai Haris sebagai aib yang sangat memalukan dan merusak masa depan anak-anak.
Catatan media ini, sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak oleh oknum PNS itu, yang paling menghebokan yakni pelakunya seorang Kepala BMKG Alor (kini telah dipenjara), kemudian seorang okum Sekretaris Kecamatan di Alor Timur, lalu seorang okum Anggota Polisi Pamong Praja Kabupaten Alor, dan terbaru pada awal bulan Agustus 2023 inim dilakukan seorang Kepala Seksi pada Dinas Perhubungan Kabupaten Alor. (ap/linuskia)