KOMISI I DPRD Kabupaten Alor, Propinsi NTT, melalui ketuanya Dony M.Mooy,S.Pd meyampaikan sejumlah catatan kritis nan pedas terhadap pimpinan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), terutama 17 OPD yang menjadi mitra komisi tersebut. Sebagaimana pantauan alorpos.com, pernyataan Dony itu dikemukakan dalam Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Alor, Senin (19/7/2021) dengan agenda penyampaian laporan hasil rapat Komisi-Komisi dengan OPD mitra kerja, terkait Pertanggungjawaban APBD Alor Tahun 2020.
Rapat Paripurna tersebut dipimpin Ketua DPRD Kabupaten Alor, Enny Anggrek,SH., didampingi Wakil Ketua, Drs.Yulius Mantaon ini, dihadiri Bupati Alor, Drs.Amon Djobo. Komisi I mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan laporan hasil pembahasannya, dan dibacakan Sekretaris Komisi I, Drs.J.Karel Lapenangga.
Laporan Komisi I, sebagaimana dibacakan sekretaris komisi, Drs.J.Karel Lapenangga, menyampaikan sejumlah rekomendasi kepada Pemkab Alor untuk ditindaklanjut, yakni: 1) Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) agar membuat daftar inventarisir kendaraan dinas baik roda dua maupun roda empat yang digunakan oleh setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah). 2) Menaikan tarif pemakaian kendaraan dinas roda dua menjadi Rp 25.000/bulan dan roda empat sebesar Rp 150.000/bulan. 3) Kepala Badan Pengelola Perbatasan Daerah, diharapkan dapat menyelesaikan persoalan batas wilayah antara Kelurahan Welai Timur dan Desa Petleng di Tahun 2021 ini.
4) Pemerintah daerah perlu melaksanakan kegiatan sosialisasi kepada setiap pengguna anggaran di OPD yang bersifat program, terkait sistim pengelolaan anggaran melalui SIMDA (Sistim Informasi Manajemen Daerah) dan SIPD (Sistim Informasi Pemerintah Daerah). Alasan Komisi I, karena masih ada OPD yang tidak melakukan perhitungan anggaran pada SIMDA tetapi hanya pada SIPD. 5) Aset Daerah agar dikelola langsung oleh Badan Keuangan dan Aset Daerah.
6) Pembayaran lampu jalan dengan menggunakan sistim kontrak antara pemerintah daerah dan PLN Kalabahi agar dirubah dengan sistim pembayaran lampu jalan dengan menggunakan pulsa listrik. Alasannya, karena setelah Komisi I melakukan perhitungan, perbedaan antara pembayaran memakai sistim kontrak senilai Rp 1,9 Milyar, dengan pembayaran memakasi sistim pulsa listrik sebesar Rp 1,1 Milyar sehingga terjadi penghematan sekitar Rp 800 Juta/tahun.
“Selanjutnya ada beberapa rekomendasi yang akan kami berikan sebagai catatan kepada bapak Bupati Alor yang terhormat, terkait kondisi penyerapan anggaran di Tahun 2021 ini, sebagaimana dikemukakan bupati dalam Parpurna sebelumnya, bahwa hingga bulan Juli 2021 ini baru mencapai 30-an persen,”tandas Lapenangga.
Ketua Komisi I, Dony M.Mooy,S.Pd menambahkan sejumlah catatan kritis. Menurut Dony, selama kurang lebih empat hari membahas pertanggungjawaban APBD Tahun 2020 bersama 17 OPD mitra, pihaknya juga menambah agenda terkait realisasi belanja dan pendapatan di masing-masing OPD pada Tahun 2021, hingga kondisi 30 Juni 2021.
“Dari pembahasan kami dengan 17 OPD yang menjadi mitra Komisi I DPRD Alor, ada beberapa catatan yang menjadi perhatian bersama. Kami melihat, kenapa penyerapan anggaran rendah karena pemahaman di setiap OPD belum merata, soal penggunaan sistim pertanggungjawaban atau pelaporan keuangan daerah. Ternyata ada yang tidak mengerti bagaimana bekerja menggunakan SIMDA, dan bagaimana bekerja dengan sistim SIPD. Hal ini akan berdampak di penempatan sistim pencairan alur anggaran kas di OPD,”tandas mantan Ketua KNPI Kabupaten Alor ini.
Dony mencontohkan, OPD tidak mau memprediksi pekerjaan A, habis di termin berapa. Menurut Dony, OPD harusnya bisa memprediksi sampai dengan akhir Semester I dan bagaimana masuk ke Semester ke II Tahun Anggaran berjalan. Karena itu, lanjut Dony, Komisi I DPRD Alor merekomendasikan agar Badan Keuangan dan Aset Daerah bisa membuat semacam Bimtek (Bimbingan Teknis) atau apapun jenis pelatihan kepada seluruh KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) pengelola program di setiap OPD, dan melibatkan DPRD, sehingga ada keseragaman pemahaman.
Komisi I juga, demikian Dony, sudah menyepakati dan menyampaikan kepada semua OPD, bahwa pihaknya memberikan ultimatum sampai Agustus 2021, realisasi atau penyerapan APBD Tahun 2021, minimal mencapai 60 %.
“Kalau OPD mitra Komisi I tidak bisa mencapai realisasi 60 % belanja maupun pendapatan, maka di perubahan (Perubahan APBD Tahun 2021), mereka (OPD) tidak akan dibantu. Kami sangat mohon, dan meminta pengertian dari teman-teman OPD untuk membantu dalam hal realisasi belanja maupun pendapatan,”tegas mantan Ketua GMKI Cabang Kalabahi ini.
Lebih jauh Dony mengatakan bahwa Komisi I menilai masih lemahnya pengawasan terhadap kontrak prestasi dari masing-masing OPD. Sehingga kepada Bupati Alor, Drs.Amon Djobo, Dony meminta agar hal ini menjadi catatan tersendiri untuk dievaluasi. Dony berpendapat, bahwa kebetulan saat ini sedang dalam tahapan seleksi sejumlah Calon Pimpinan Tiggi Pratama (Calon pimpinan OPD/Pejabat Eselon II), maka yang tidak mampu dalam tanda kutip untuk melaksanakan program, maka tidak usah direkomendasi sebagai pimpinan OPD.
“Tidak usah direkomendasi pa bupati. Orang-orang seperti itu hanya mau cari jabatan. Contoh di Tahun 2020 yang berdampak ke 2021, banyak kegiatan-kegiatan di lapangan yang mereka (OPD) tidak mampu selesaikan, akhirnya harus dipertanggungjawabkan pa buparti dan lembaga DPRD ini, dan berdampak pada semua sektor di daerah ini. Kami sampaikan rekomendasi hari ini, agar opini WTP (Wajar Tanpa Pengecualian dari BPK RI) yang kita peroleh saat ini, dapat kita jaga bersama,”pungkas Ketua DPC PSI Kabupaten Alor ini.
Selanjutnya, Ketua DPRD, Enny Anggrek mempersilahkan Komisi II DPRD Alor menyampaikan laporannya, dan disampaikan Ketua Komisi II, Lukas Reiner Atabui,SH. Sedangkan Laporan Komisi III, dibacakan oleh Ernes Mandela Mokoni,S.Sos.
Setelah itu, Bupati Alor, Amon Djobo menyampaikan jawabannya terhadap laporan dan rekomendasi Komisi-Komisi DPRD Alor dimaksud. Khusus persoalan yang dikemukakan Komisi I DPRD Alor, bupati Djobo mengakui pemahaman OPD yang masih terbatas.
“Lebih banyak pimpinan OPD itu, copy paste program, akibat kurang turun ke lapangan sehingga tidak paham persoalan daerah yang kena mengena dengan Tupoksi (tugas pokok dan fungsi) mereka. Kepada pimpinan OPD saya bilang, menjadi kepala sekarang ini tidak enak, karena kerja baik juga salah, apalagi kalau kerja tidak baik. Karena itu harus tunjukan kinerja yang baik. Di era ini tidak butuh orang pintar atau orang hebat, tetapi orang yang punya kemauan, rendah hati, merasa memiliki banyak orang, tangan terbuka, mau terima pendapat orang dan loyal. Itu yang perlu. Bukan sampai masalah air kering juga sampai orang lapor ke bupati untuk atasi,”tegas Djobo.
Menurut Djobo, Bimtek seperti yang disampaikan Doni Mooy, juga tidak akan membuat pimpinan OPD punya kemajuan, karena mereka tidak mau belajar dari kesalahan untuk berbuat yang terbaik bagi negeri ini.
“Seleksi Pejabat Eselon II saat ini oleh Panitia Seleksi, nanti terakhir saya akan tanya, kenapa anda melamar di ini jabatan. Mau kerja apa, saya kasih tiga bulan, dan kalau tidak ada lonjakan kegiatan seperti dalam pakta integritas, maka harus berhenti (mengundurkan diri) sebelum saya berhentikan. Itu yang akan saya lakukan, seperti tadi pa Doni (Doni Mooy) bilang, manusia tidak tahu persoalan daerah jangan dikasih jabatan,”tegas Djobo. (ap/linuskia)
