KETUA DPRD Kabupaten Alor, Enny Anggrek,SH mengemukakan persoalan dugaan adanya persekongkolan dalam proyek pembangunan gedung Kantor DPRD Alor dan Pasar Kadelang Kalabahi. Hal ini dikemukakan Anggrek dalam Rapat Koordinasi Pemberantasan Korupsi Terintegrasi bersama Pemerintah Kabupaten/Kota se-NTT di Hotel Aston Kota Kupang, yang dihadiri Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Alexander Marwata, Rabu (19/10/2022) silam. Anggrek bahkan meminta Alexander Marwata agar KPK RI memberikan perhatian khusus pada pengelolaan keuangan daerah dan kedua mega proyek tersebut di Kabupaten Alor, karena sebagai Ketua DPRD Alor, dia tidak pernah menyetujui dua mega proyek tersebut.
Langkah Enny Anggrek ini kemudian mendapat dukungan dari Absalom Djobo dan anaknya Sius Djobo. Adik dan keponanakan kandung Bupati Alor, Drs.Amon Djobo,M.A.P ini datang ke ruang kerja Ketua DPRD Alor, pada Jumad (28/10/2022), lalu memanggil sejumlah wartawan untuk menyatakan dukungannya kepada Enny Anggrek karena menurut mereka, proyek pembangunan gedung Kantor DPRD Alor dan Pasar Kadelang Kalabahi itu menyalahi aturan sebagaimana dikemukakan Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek. Karena itu, sebagaimana disaksikan media ini, Absalom Djobo dan Sius Djobo mendukung Enny Anggrek, dan meminta KPK RI agar turun ke Alor untuk memeriksa pelaksanaan proyek-proyek yang ada.
“Kami mendukung pernyataan ibu ketua (Ketua DPRD Alor) karena ada benarnya. Ada indikasi persekongkolan karena pada waktu bangunan itu dibangun, dari presiden sudah larang, tetapi mereka paksakan bangun. Makanya pernyataan ibu ketua di Kupang itu kami mendukung,”kata Absalon Djobo, dipertegas Sius Djobo bahwa pada masa Covid-19, Presiden RI sudah instruksikan bahwa tidak boleh ada kegiatan bangunan lain, selain rumah sakit, Puskesmas dan jalan, sehingga tanpa ada ijin dari Kementrian Keuangan, tidak boleh ada kegiatan itu.
“Diguga atau indikasi ada permainan, mungkin ada kepentingan-kepentingan lain, tanpa ada ijin kelayakan bahwa bangunan itu harus diganti, mereka sudah tanda tangan MoU mungkin dengan jaksa, mereka sudah lakukan itu. Nah, ini yang ibu Ketua DPRD mengangkat sebagai suatu permasalahan kepada KPK untuk segera ditindaklanjuti ini. Pembangunan ini kan mereka terima fee semua. Inidikasinya, fee lari ke situ, kami menduga ada kepentingan pribadi untuk terima fee, sehingga kami setuju dengan langkah ibu ketua, bahwa KPK harus membentuk tim untuk segera turun audit dulu. Salah benar itu soal kedua, yang penting KPK harus ambil tindakan secepat mungkin,”tandas Sius Djobo.
Sebelumnya, Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek kepada media ini juga menilai bahwa pembangunan secara bertahap dengan kontrak tunggal itu akan berdampak pada hukum. Alasannya, karena masa pemeliharaan itu, misalnya untuk pekerjaan Tahun 2021, yang dikerjakan sampai Desember 2021, tetapi nyatanya sampai Pebruari 2022 karena ada denda keterlambatan. Berarti, kata Anggrek, masa pemeliharaan enam bulan itu sampai Juli-Agustus 2022, baru bisa laksanakan tender untuk tahap kedua. Maka menurut dia, tidak bisa bangunan itu dilaksanakan secara bertahap karena ada mekanismenya. Setelah proyek (tahap pertama) selesai, demikian Anggrek, masa pemeliharaan selama enam bulan, tetapi yang terjadi, sebelum enam bulan sudah proses lelang tahap kedua, FHO (final hand over)-nya dimana, karena baru PHO (provisional hand over). Hal ini menurutnya tidak bisa kerja bertahap dengan kontrak tunggal. Selain itu, Anggrek juga mempersoalkan adanya praktek jual beli proyek dalam dua mega proyek ini, karena kuasa direktur dari perusahaan di luar daerah yang menang tender, kemudian menjual pekerjaan itu kepada perusahan lainnya di Kalabahi untuk kerjakan.
Terkait persoalan ini, Pemerintah Kabupaten Alor, melalui Asisten III Setda Alor, Melkisedek Belly,S.Sos.,M.Si., didampingi Kepala Bagian Hukum Setda Alor, Marianus Adang,S.H., dan Kepala Bagian Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Setda Alor, Christian Djahila,S.T., melakukan klarifikasi melalui media ini, Rabu (2/11/2022) untuk menepis tudingan sepihak dari Absalom Djobo dan Sius Djobo dimaksud.
“Pemerintah daerah perlu mengklarifikasi pernyataan dan tuduhan tersebut agar pernyataan-pernyataan tidak benar dan tidak berdasar ini tidak bergulir liar dan membodohi masyarakat kabupaten Alor,”tegas Melki Belly.
Selanjutnya, mantan Sekretaris Bappelitbang Kabupaten Alor ini menjelaskan, bahwa pembangunan gedung Kantor DPRD Kabupaten Alor dan Pasar Kadelang yang dilakukan telah sesuai ketentuan perundang undangan, baik itu dari segi proses pelelangannya maupun pelaksanaannya. Dari aspek penganggaran, lanjut Melki, pembangunan dua gedung tersebut telah sesuai prosedur penganggaran, dan tidak ada Instruksri Presiden melalui Menteri Keuangan, yang melarang kegiatan pembangunan fisik di Tahun Anggaran 2021 dan Tahun Anggaran 2022.
“Berkenaan dengan surat Menteri Keuangan, sesungguhnya meminta kepada pemerintah daerah agar dalam penyusunan APBD 2021, diprioritaskan untuk penanganan COVID-19, namun tidak melarang adanya pembangunan fisik di daerah. Untuk menjawab Surat Menteri Keuangan mengenai penanganan covid 19, pemerintah daerah telah mengalokasikan anggaran untuk penangan COVID-19 sebesar 15,8 milyar lebih, yang diperuntukan bagi penanganan kesehatan, Jaring pengaman sosial, maupun pengembangan ekonomi masyarakat, sehingga tidak benar kalau adanya Instruksi Presiden untuk melarang kegiatan pembangunan fisik di Tahun 2021,”jelas MelkI, dibenarkan Marianus Adang dan Chris Djahila.
Terkait dengan pernyataan bahwa DPRD tidak menyetujui Pembangunan gedung Kantor DPRD Kabupaten Alor dan Pasar Kadelang, namun pemerintah tetap mengerjakannya, ujar Melki, pemerintah menjelaskan bahwa dalam penganggaran kegiatan pembangunan gedung Kantor DPRD Kabupaten Alor dan Pasar Kadelang itu, telah dilakukan pembahasan secara bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD dalam Paripurna Pembahasan APBD Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2021 dan TA.2022. Setiap tahap pembahasan, terang Melki yang selalu hadir dalam setiap Rapat Paripurna dewan ini, bahwa telah dilalui sesuai mekanisme persidangan dan disepakati bersama antara Pemerintah Daerah dan DPRD Kabupaten Alor.
Hal ini, tandas Melki, dibuktikan dengan adanya Penandatangan Berita Acara Persetujuan bersama antara Pemerintah Kabupaten Alor dan DPRD Kabupaten Alor atas Ranperda Kabupaten Alor tentang APBD Kabupaten Alor TA. 2021, Nomor 165/HK/2020 dan Nomor 7/DPRD/2020 tanggal 27 November 2020. Serta, Berita Acara Persetujuan Bersama antara Pemerintah Kabupaten Alor dan DPRD Kabupaten Alor, atas Ranperda Kabupaten Alor tentang APBD Kabupaten Alor TA.2022, Nomor 28/HK/2021, dan Nomor 8/DPRD/2021, tanggal 29 November 2021.
Berkenaan dengan dugaan persekongkokolan dalam pelaksanaan tender kegiatan pembangunan gedung Kantor DPRD Kabupaten Alor dan gedung Pasar Kadelang, dijelaskan Melki, bahwa proses pelelangan kedua proyek itu sudah sesuai dengan prosedur dan ketentuan pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Tidak ada persekongkolan antara pemerintah daerah dan ULP. ULP itu perangkat daerah dalam lingkup Pemerintah Kabupaten Alor karena itu tidak benar kalau ada tuduhan seperti itu,”tegas Melki.
Berkenaan dengan masih dalam masa pemeliharan pekerjaan pembangunan Tahap I kedua proyek tersebut, namun tender sudah dilakukan, jelas Melky, bahwa proses tender pada masa pemeliharaan sesungguhnya tidak bertentangan dengan ketentuan karena tanggung jawab mutlak terhadap proses pemeliharaaan gedung, perbaikan dan ganti rugi apabila ada temuan menjadi kewenangan penyedia jasa konstruksi, yang termuat dalam Berita Acara PHO, dan juga mempertimbangan waktu pelaksanaan pekerjaan dalam tahun berjalan, dengan menggunakan kontrak harga satuan dalam tahun tunggal. Terkait tudingan jual beli proyek, Melki menepis bahwa tidak benar ada jual beli proyek dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah Kabupaten Alor.
“Semua proses pengadaan barang/jasa pemerintah di Kabupaten Alor sudah sesuai dengan mekanisme dan ketentuan. Berbagai kegiatan pengadaan barang /jasa pemerintah di Kabupaten Alor, setiap tahun dilakukan audit oleh BPK RI, BPKP NTT, Inspektorat Daerah Propinsi NTT bahkan ada tindakan pemantauan MCP pemberantasan korupsi terintegrasi oleh KPK setiap 6 bulan sekali di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Kabupaten Alor,”tandas Melki.
Dia juga menekankan secara tegas, bahwa tidak ada intervensi Bupati Alor dalam kegiatan pengadaan barang/jasa, baik dalam mekanisme tender, Penunjukan Langsung dan juga dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan fisik maupun non fisik. Pada prinsipnya,lanjut Melki, seluruh kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di Kabupaten Alor dilaksanakan dalam bingkai regulasi dan ketentuan yang berlaku. Karena itu, Melki menilai berbagai tuduhan yang disampaikan Ketua DPRD, didukung Absalom Djobo dan Sius Djobo itu tidak benar dan tidak berdasar.
“Pemerintah daerah dalam penyelenggaraan tugas dan kewenangannya, terbuka untuk semua lembaga resmi pemerintah melakukan pengawasan dan pemantauan, terhadap pelaksanaan tugas sesuai kewenangan berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Karena itu pemerintah daerah tidak pernah menghalang-halangi berbagai elemen untuk mengontrol dan melakukan pengawasan,”pungkas Melky.
Sementara itu, Kepala Bagian (Kabag) Pengadaan Barang dan Jasa pada Setda Kabupaten Alor, Christian Djahila,S.T., menambahkan penjelasan secara teknis terkait tender proyek pembangunan gedung Kantor DPRD Kabupaten Alor dan Pasar Kadelang Kalabahi yang selalu dipersoalkan Ketua DPRD Kabupaten Alor itu. Djahila menerangkan bahwa mekanisme pembangunan gedung Kantor DPRD Alor di Batunirwala dan Pasar Kadelang itu, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah yang sudah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Djahila, Kontrak Tahap I (pada Tahun 2021) adalah Kontrak Unit Price atau kontrak harga satuan. Kontrak harga satuan itu, jelas Djahila, berlaku dalam tahun berjalan yakni tahun tunggal itu. Kalau kontrak multi years itu, kata dia, biasanya lebih dari 12 bulan. Kalau lebih dari 12 bulan, jelas Djahila, maka itu masuk dalam Kontrak Tahun Jamak terhadap Proyek Muliti Years.
“Jadi bukan kontraknya multi years, kegiatannya yang multi years tetapi kontraknya menggunakan kontrak tahun jamak. Dan kita melakukan proses itu sudah benar prosesnya. Pembangunan gedung Kantor DPRD Alor dan gedung Pasar Kadelang itu, kegiatannya dalam tahun berjalan (12 bulan). Tetapi kalau misalnya (pekerjaannya) sampai Januari atau Februari tahun berikutnya, kan ada ketentuan kontrak, bahwa jika terlambat maka dikenakan denda keterlambatan, dan ini sudah dilakukan pemeriksaan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI Perwakilan NTT,”tandas Djahila.
Terkait dengan PHO dan kapan FHO, Djahila membenarkan bahwa setiap kegiatan fisik, pasti ada masa pemeliharaan. Pertanyaannya, sambung Djahila, adalah bahwa dalam postur APBD, sudah dialokasikan dana sekian untuk ditenderkan pembangunan Tahap II. Sedangkan PHO-nya ada di bulan Februari, rasional masa pemeliharaan itu sampai enam bulan, berarti sampai bulan Agustus. Menurut Djahila, Kontrak Tahap II (untuk pembangunan Kantor DPRD Alor) dimulai sekitar bulan Mei 2022, tetapi pekerjaan pertama yang dilakukan, sesuai yang dilihatnya secara kasat mata, tidak mengganggu struktur.
“Dia (rekanan) kan memulai lanjutan pekejraan, yakni pasangan dari Lantai I, kemudian pekerjaan lantainisasi. Setelah bulan September, baru pekerjaan ke lantai atas. Kondisi ini saya sudah berkoordinasi juga dengan BPK, bahwa untuk mengganggu struktur itu tidak,”tegas Djahila.
Kalaupun dalam masa pemeliharaan, lanjut Djahila, karena Perpres (Peraturan Presiden) mengatur sampai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2022 terkait Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Kontsruksi itu jelas, bisa dilakukan penunjukan langsung (PL), bisa juga dilakukan dengan tender.
“Penunjukan Langsung, artinya si-A sebagai rekanan (pada pekerjaan Tahap I) ini, dia bisa kita buat penunjukan langsung untuk kelanjutan pekerjaan karena dianggap kesatuan bangunan, terhadap tanggungjawab kegagalan bangunan. Tapi di dalam kontrak itu sudah termuat syarat-syarat khusus, bahwasanya kegagalan bangunan itu 10 tahun, bagi kegiatan-kegiatan yang belum direncanakan atau diperhitungkan sebelumnya. Untuk pembangunan gedung Kantor DPRD Alor dan Pasar Kadelang itu sudah ada perencanaan, terus kita harus menunggu sampai habis masa pemeliharaan, dari sisi pertimbangan waktu apakah bisa, kalau Agutus baru kita lelang. Apakah kerja dalam tempo tiga bulan itu cukup, kan tidak mungkin. Atas pertimbangan-pertimbangan itu, maka kita lakukan tender, dan itu sudah dilakukan sesuai mekanisme,”urai Djahila.
Untuk kelanjutan Tahap I dan Tahap II, tandas Djahila, jangankan bangunan, untuk pekerjaan jalan saja, misalnya untuk pembangunnan ruas jalan Baranusa-Puntaru di Pulau Pantar pada Tahun 2019, langsung dilanjutkan lagi pada Tahun 2020, tidak ada yang salah karena sudah masuk dalam APBD.
“Tetapi khusus mekanisme pelelangan, kami sudah lakukan sesuai prosedur. Server pada sistim pelelangan online di ULP itu selalu diaudit oleh KPK setiap enam bulan. Kami bukan diaudit personnya, kami diaudit servernya. Kami berikan User ID dan diaudit oleh KPK. Kalau ada yang tidak terima dalam proses lelang (secara online), harusnya dia sanggah. Jadi mekanisme pelelangan yang kemarin kami lakukan, sudah sesuai prosedur,”tandas Djahila.
Kalau ada kerusakan dalam masa pemeliharaan, sambung Djahila, maka rekanan bersangkutan tetap bertanggungjawab untuk melakukan perbaikan atas kerusakan yang ada. Menurut dia, hal itu terikat dalam PHO, bahwa perbaikan harus dilakukan selama masa pemeliharaan, sehinga apa yang mau dikhawatirkan.
“Jangan karena kita berpikir bahwa masih dalam masa pemeliharaan, sehingga tidak usah tender, tunggu masa pemeliharaan. Padahal, aturan juga memungkinkan, bahwa begitu kontrak selesai, kita langsung tunjuk langsung kepada rekanan yang bersangkutan (Tahap I) untuk lanjutkan (Tahap II) juga bisa. Tetapi yang kemarin, rekanan tersebut molor dalam pekerjaan sekitar dua bulan, kalau kita Penunjukan Langsung ke dia untuk lanjutkan pekerjaan, pasti polemiknya lebih besar. Indikasi apa ini, orang sudah kerja terlambat tetapi diberi pekerjaan lagi. Sementara pengiriman dokumen dari PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) ke saya, sebelum dilanjutkan ke Pokja itu, mereka (PPK) menginginkan untuk ditender, bukan di-PL-kan. Jadi kami memprosesnya sudah sesuai prosedur dari bawah,”tegas Djahila.
Terkait adanya kuasa direktur dari rekanan yang memenangkan tender, kemudian mengovernya lagi kepada perusahan lain untuk mengerjakan kedua proyek tersebut, Djahila menekan bahwa hal itu tidak menjadi masalah, karena dokumen-dokumen penyedia mengisyaratkan itu bisa dilakukan. (ap/linuskia)