DEMI mencegah masuknya virus Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang ternak sapi ke Kabupaten Alor, maka Gugus Tugas (Gugas) Pencegahan PMK di daerah ini bertndak tegas kepada siapapun yang memasok hewan atau produk hewan (daging) tanpa dilengkapi dokumen. Buktinya, hanya berselang sekitar dua hari setelah memusnahkan 57 Kg daging sapi yang didatangkan oknum pedagang dari luar daerah tanpa dokumen, tim Gugus Tugas Pencegahan PMK Alor kembali bertindak tegas kepada oknum yang membawah dua ekor sapi dari luar daerah tanpa dokumen pada Kamis (1/9/2022) silam.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan, Kesehatan Masyarakat Veteriner, Pengolahan dan Pemasaran pada Dinas Peternakan Kabupaten Alor, Kanisius Radja,S.Pt menginformasikan alorpos.com, bahwa dua ekor sapi tanpa dokumen itu baru tiba dengan Kapal Motor (KM) Sabuk Nusantara 41 dari Pelabuhan Tomra, Kecamatan Letti, Kabupaten Maluku Barat Daya, Propinsi Maluku . Menurut Kanis, kedua sapi tersebut dibawah oleh Rosina Markus, katanya untuk urusan keluarga di Kalabahi. Tetapi karena tidak punya dokumen sesuai aturan yang berlaku, demikian Kanis, maka pihaknya tidak mengijinkan kedua sapi tersebut diturunkan dari kapal tersebut.
Kanis mengakui bahwa Maluku masih termasuk daerah bebas PMK, tetapi setelah pihaknya berkoordinasi ke pihak Propinsi NTT, diperoleh jawaban bahwa kembali pada kebijakan daerah, karena masing-masing daerah menjaga pintu masuk. Menurutnya, kepengurusan dokumen, bukan di Dinas Peternakan Kabupaten Alor, tetapi di Propinsi Nusa Tenggara Timur. Kanis menekankan, bahwa lalu lintas hewan antar propinsi (Propinsi Maluku dan Nusa Tenggara Timur), sehingga ini bukan lagi wewenang kabupaten.
Secara teknis terkait dokumen hewan, dokter hewan dari Dinas Peternakan Kabupaten Alor, drh.Asti mengatakan bahwa kedua sapi yang tidak diijinkan turun dari kapal itu, karena hanya punya surat keterangan yang menerangkan bahwa kedua sapi tersebut bebas brusela. Asti mempelihatkan sebuah SKKH Nomor: 520/DPP.03/SKKH/2022 dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Maluku Barat Daya yang dibuat dokter hewan/petugas pemeriksa kesehatan hewan, Regina A.Ratsuala dan diketahui oleh Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Maluku Barat Daya, Y.D.D.Philippus,SP.,M.Si. Dalam SKKH ini menerangkan bahwa dua ekor sapi jantan berumur 4-5 tahun ini sehat, berdasarkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Hewan secara Exterior, maka hewan tersebut dapat dikirim ke tempat tujuan. Selanjutnya di daerah penerima dilakukan pemeriksaan kembali. Namun drh.Asti dari Dinas Peternakan Kabupaten Alor mengatakan bahwa sesuai aturan, dokumen yang dibutuhkan juga adalah hasil uji laboratorium yang menerangkan bahwa sapi tersebut bebas PMK.
“Sedangkan dokumen yang dibutuhkan itu hasil uji laboratrium yang menerangkan bahwa bebas PMK (Penyakit Mulut dan Kuku), karena yang diutamakan untuk pencegahan satu ini yakni PMK yang sedang mewabah di Indonesia,”kata Asti.
Ia menambahkan, bahwa brusela dan lainnya juga diawasi, kalau memang sapi itu berasal dari daerah yang sedang terdampat penyebaran virus brusela atau antraks.
“Tetapi kita titik beratnya di PMK. Brusela itu kalau memang (sapi) itu berasal dari daerah yang terduga sedang terjangkit brusela. Kemarin saya sudah koordinasi dengan Kupang, tetapi mereka bilang itu kembali pada kebijakan masing-masing daerah. Kalau mereka mau masukan permohonan (untuk memasok sapi) dari luar NTT, maka mereka harus memasukan permohonan kepada Pemerintah Propinsi NTT karena ini lalulintas antar propinsi,”kata drh.Asti.
Nanti, lanjut Asti, propinsi yang berwewenang mengeluarkan surat boleh masuk ke Kabupaten Alor dengan syarat harus memenuhi persyaratan teknis. seperti SKKH (Surat Keterangan Kesehatan Hewan), hasil uji laboraorium dan rekomendasi pemasukan. Prosesnya, terang drh.Asti, sudah salah karena sejak awal mereka tidak melaporkan ke Dinas Peternakan Kabupaten Alor kalau mau memasukan ternak sapi dari Pelabuhan Tomra, Kecamatan Letti, Kabupaten Maluku Barat Daya. Karena itu, lanjut dia, sapi yang sudah tiba di Pelabuhan Kalabahi dengan Kapal Sabuk Nusantara 41 itu tidak diijinkan untuk turunkan dari atas kapal.
“Kalau kedua sapi itu diturunkan dari atas kapal ke Pelabuhan Kalabahi maka langsung dimusnahkan,’tegas drh.Asti.
Sementara itu, Emiwati Kolimalai selaku paramedik karantina hewan Kalabahi, mengungkapkan bahwa kedua sapi dari Maluku Barat Daya itupun tidak memiliki dokumen sertifikat karantina.
“Kalau tidak dilengkapi dokumen dari daerah asal hewan begini, berarti kita membuat berita acara penolakan, dan tidak mengijinkan sapi tersebut diturunkan dari atas kapal,”kata Emi.
Ditanya apakah pemilik diberi waktu untuk melengkapi dokumen selama kapal masih berlabuh di Pelabuhan Kalabahi, Emi mengatakan bahwa tidak bisa karena untuk melengkapi sertifikat karantina itu butuh waktu 14 hari. Tidak mungkin kapal Sabuk Nusantara tetap berlabuh di Kalabahi selama lebih dari 14 hari.
“Proses untuk menerbitkan dokumen karantina itu butuh waktu 14 hari, sambil melengkapi dokumen dari Dinas Peternakan seperti rekomendasi pemasukan, pengeluaran, SKKH, hasil uji laboratorium dan lain-lain,”jelas Emi.
Menurut Kanis Radja, ada penegasan dari Bupati Alor, Drs.Amon Djobo,M.AP., agar pihak Dinas Peternakan harus berkoordinasi dengan semua instansi terkait untuk menertibkan setiap hewan yang masuk ke Kalabahi tanpa dokumen agar dilarang.
Rujukannya, jelas Kanis, Undang-udang Nomor 18 Tahun 2009 ada pasal yang melarang setiap orang membawa hewan atau produk hewan ke daerah bebas virus. Kelanjutannya, ujar Kanis, ada sanksi berupa denda minimal Rp 150 Juta dan maksimal Rp 1,5 Miliar. Kalau pidana penjara, minimal satu tahun penjara dan maksimal lima tahun penjara.
“Jadi ini tidak hanya sanksi administrasi, tetapi juga ada sanksi pidananya. Karena itu kami sarankan agar setiap orang yang hendak memasok hewan atau produk hewan dari luar daerah, maka harus dilengkapi dengan berbagai dokumen sesuai aturan yang berlaku,”tegas Kanis. (ap/linuskia)