KEPALA Satuan Tugas Penanganan Bencana Badai Siklon Tropis Seroja di Propinsi Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, Widiarto didampingi sejumlah staf dari Kementrian/Lembaga terkait, memantau progress pelaksanaan pembangunan kembali sejumlah fasilitas umum maupun relokasi perumahan masyarakat yang rusak berat paska seroja oleh PT.Pembangunan Perumahan (PT.PP) di Kabupaten Alor, Jumad (11/3/2022) dan Sabtu 12/3/2022.
Pantauan media ini, Widiarto yang didampingi pula Kepala Bappelitbang Kabupaten Alor, Obeth Bolang,S.Sos mengawali pemantauannya dengan melihat langsung pembangunan Bendungan Waisika , di wilayah Kecamatan Alor Timur Laut. Selanjutnya memantau pembangunan Bendungan Tuleng di Kecamatan Lembur, kemudian ke lokasi pembangunan Jembatan terpanjang di Irawuri Alor Timur Laut, jembatan padang Panjang di Desa Padang Panjang, Kecamatan Alor Timur dan pelebaran jalan di jalur ekstrim, dan jembatan kawasan Kobra Desa Tanglapui Timur, Kecamatan Alor Timur.
Di setiap lokasi proyek yang dikunjungi, nampak Widiarto begitu teliti memeriksa dan mencoba sejumlah fasilitas yang telah dikerjakan untuk memastikan kualitas dan kondisinya dalam keadaan baik. Contohnya ketika memeriksa Bendngan Tuleng dan Bendungan Waisika, Widiarto terlihat selalu coba mengoperasikan pintu air dengan memutar rolling, namun nampak keras. Menurut staf teknis dari PT.PP bahwa hal itu karena rantai dan girl rolling belum dilumuri bahan pelumas sehingga masih keras saat diputar. Pihak PT.PP memastikan bahwa pintu air akan berfungsi baik sebagaimana mestinya setelah diberi pelumas nanti. Bendungan Tuleng dan Bendungan Waisika memang saat ini nampak megah struktur pembangunannya sehingga pemerintah dan warga desa setempat sangat mensyukurinya, bahkan warga Desa Tuleng pernah secara sukarela menyembelih seekor sapi untuk makan bersama pihak PT.PP belum lama ini karena saking senangnya mendapat pembangunan Bendungan Tuleng yang dinilai sebagai warisan bagi anak cucu. Kepala Desa Tuleng, Yoas Famai bahkan sudah berkomitmen untuk menjadikan Bendungan Tuleng sebagai salah satu desinasi wisata di desanya.
Sementara itu, ketika memeriksa pembangunan sejumlah jembatan di ruas jalan negara dari Alor Timur Laut ke Alor Timur itu, Wiidiarto selalu memelototi berbagai sisi jembatan, baik bentangan, rangka baja, kancingan dan sebagainya. Demikian pula ketika melihat pembangungunan jalan di kawasan kobra-Lantoka Alor Timur, Widiarti memeriksa dengan teliti sambungan gelara, pemasangan gillnet untuk mencegah longsoran dari tebing di sisi bukit.
Widiarto ketika dikonfirmasi wartawan terkait hasil pemantauannya menilai kualitas pekerjaan sudah baik sehingga dia berharap terus mengutamakan kualitas sehingga bermanfaat bagi masyarakat. Dia yakni, BUMN seperti PT.PP pasti mengutamakan kualitas, karena namanya penugasan.
“Penugasan itu aryinya pemerintah membayarnya nanti. Jadi kerja baru bayar. Kalau kontrak pasti ada pembayaran uang muka, pakai termin, Kalau penugasan, maka kerja selesai, dihitung baru bayar,”jelas Widiarto.
Terkait durasi waktu kerja, Widiarto mengatakan bahwa dalam kaitannya dengan benacana alam, ada penugasan, maka selesaikan dulu pekerjaan, dihitung (oleh BPK dan BPKP) seingga berapa yang harus dibayar pemerintah kepada BUMN yang mendapat penugasan tersebut, sebagaimana PT.PP di Alor-Pantar.
Ditanya mengenai pemanfaatan material lolal seperti batu, kerikil, pasir (Galian C) di lokasi proyek oleh PT.PP, apakah juga diperhitungan BPK/BPKP, Widiarto menegaskan bahwa tetap dihitung sehingga kewajiban untuk membayar pajak Retribusi Galian C. Disinggung bahwa ada harapan masyarakat dan pemerintah desa di lokasi proyek agar biaya material lokal (Galian C) yang diambil di lokasi setempat , agar ada sedikit kontribusi untuk pemerintah desa setempat, Widiarti mengatakan bahwa hal itu tergantung Perda.
“Kita aturannya kalau ada Perda (Peraturan Daerah) maka kita ikuti Perda-nya. Kalau memang harus bayar, ya bayar. Yang penting tidak menyalahi hukum,”tegas Widiarto.
Terkait keterlibatan masyarakat lokal dalam berbagai pekerjaan , Widiarto mengatakan sejak awal dia sudah berpesan, bahwa karena pekerjaan di daerah terdampak bencana, sehingga semaksimal mungkin menggunakan tenaga lokal sehingga mereka punya tambahan penghasilan untuk pemulihan ekonomi.
Menurut Widiarto, pihaknya menangani pembangunan di 500 lebih lokasi di NTT pasca bencana Seroja, yakni ada bendungan, jembatan, longsoran jalan, jaringan air minum. Pada tiga bulan pertama setelah bencana Seroja pada 4 April 2021 silam, kata Widiarto, pihaknya mulai menginventarisir, mendesain, kemudian mulai melaksanakan kegiatan di lapangan.
“Kita saat itu juga mendukung pembersihan lapangan, dan kemudian mulai membangun kembali infrastrukur terdampak bencana seroja. Di Alor ada jembatan Irawuri, Padang Panjang, Bendungan Maunang di beberapa lokasi, Bendungan Waisika, Bendungan Tuleng dan relokasi perumahan masyarakat sebanyak 386 unit di Pulau Pantar,”jelas Widiarto.
Khusus relokasi perumahan warga terdampak, Widiarto mengakui bahwa yang diusulkan Bupati Alor, Drs.Amon Djobo itu lebih banyak lagi karena termasuk di pulau Alor, tetapi menurutnya sangat tergantung lahannya ada atau tidak.
“Kita sudah berjuang untuk Alor, tetapi itu masuk kawasan hutan sehingga sampai sekarang belum keluar ijinnya,”tandas Widiarto.
Ditanya terkait pembangunan kembali di lokasi terdampak Seroja dengan korban jiwa paling banyak, misalnya untuk akses jalan ke Desa Lipang dan Pido di Alor Timur Laut yang sedang dikeluhkan masyarakat, hingga ada demonstrasi mahasiswa yang terhimpun dalam Kerukunan Mahasiswa Alor Timur Laut (KEMILAU), beberapa hari lalu, Widiarto mengatakan bahwa sejak awal bencana, pihaknya menginventori laporan dari kabupaten maupun propinsi NTT.
“Terrmasuk Surat-surat pa Gubernur NTT dan Surat pa Bupati Alor kita tampung semua. Untuk relokasi itu, kita tampung semuanya tetapi butuh lahan. Lahannya tidak ada yang tidak bisa,”tegas Widiarto yang saat itu didampingi pula Side Operational Manager (SOM) PT.PP di Alor, Widiartha.
Soal pembangunan jalan Desa Lipang-Pido,Widiarto menjelaskan bahwa ada pembagian tugas, mana yang ditangani Satgas Pusat, mana yang diangani propinsi, mana yang ditangani kabupaten.
“Kita menangani berdasar surat dari Gubernur NTT. Kan banyak jalan propinsi, banyak jalan kabupaten sehingga itu diinventori oleh pa gubernur, kemudian oleh pa gubernur dikirim ke pa menteri (Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), dan itu yang kita tangani. Kalau di luar itu, nanti pemerintah daerah sendiri yang akan menangani,”tandas Widiarto, sembari menambahkan bahwa semua usulan dari Alor ditangani, kecuali relokasi perumahan yang tidak tersedia lahannya sehingga tidak tertangani hingga saat ini. (ap/linuskia)