EMPAT Jaksa dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Alor tampil dalam sidang lanjutan Praperadilan yang diajukan Pemohon Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Alor non aktif, Alberth N.Ouwpoly,S.Pd.,M.Si melalui Kuasa Hukumnya, Mario Aprio Lawung,SH.,MH., dan Yusak Tausbele,SH.,M.Hum., Senin (24/1/2022) sekitar pukul 9.45 Wita. Sidang yang dipimpin Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Kalabahi, Datu H. Jayadiningrat,SH ini, dengan agenda pembacaan jawaban Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Alor selaku Termohon terhadap Permohonan Pemohon, dalam kaitannya dengan sah tidaknya penetapan Pemohon sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan di Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019.
Pantauan alorpos.com, Jawaban Termohon (Kajari Alor) ini dibacakan secara bergantian oleh dua anggota tim Kejari Alor, diantaranya Kepala Seksi (Kasie) Barang Bukti, Risky Ramadon,SH.,MH., dan Kasie Datun, Rudy Kurniawan,SH.,MH. Menurut Termohon, setelah membaca dalil permohonan Pemohon, dari semua dalil-dalil yang diajukan Pemohon, tidak ada satupun dalil yang memenuhi pasal 1 butir 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP maupun sesuai dengan perluasan lingkup praperadilan sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XIII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017, artinya materi gugatan yang diajukan oleh Pemohon sudah berada di luar objek praperadilan sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 10 KUHAP, Pasal 77 KUHAP serta Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor : 21/PUU-XIII/2014 tanggal 28 April 2015 dan Nomor : 130/PUU-XIII/2015 tanggal 11 Januari 2017.
Walaupun demikian, Termohon menanggapi beberapa dalil Pemohon sebagaimana beberapa petikan uraian Temohon berikut ini; Bahwa terkait Objek Permohonan Praperadilan yang diajukan pemohon untuk diperiksa dalam permohonan ini pada poin B.1.1) dan 2), Pemohon tidak membaca secara cermat dan teliti dikarenakan obyek yang dimohonkan yang ada pada termohon bukanlah Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021 dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi Nomor : Print-5/N.321/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 melainkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021 (Bukti T-41) dan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-5/N.321/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 (Bukti T-43). Bahwa nomenklatur mengenai penggantian nama Kejaksaan Negeri Kalabahi menjadi kejaksaan Negeri Alor telah diputuskan melalui Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-349/A/JA/05/2016 Tentang Perubahan Nama Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri Tanggal 13 Mei 2016 yaitu untuk wilayah Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur pada nomor 12 menyebutkan dari Kejaksaan Negeri Kalabahi menjadi Kejaksaan Negeri Alor yang berkedudukan di Kalabahi (Bukti T-56).
Bahwa terkait Alasan-Alasan Permohonan Praperadilan yang diajukan pemohon untuk diperiksa dalam permohonan, dapat kami tanggapi pada pokoknya sebagai berikut : 1) Permohonan praperadilan yang diajukan pemohon adalah error in subjecto.
Bahwa pemohon dalam mengajukan permohonan Praperadilan, ditujukkan kepada Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur Cq. Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi, adalah tidak cermat dan tidak teliti bahwa tidak ada Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia melainkan JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA. Begitu juga dengan Kepala Kejaksaan Negeri Kalabahi telah berubah nomenklaturnya menjadi Kejaksaan Negeri Alor berdasarkan Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor : Kep-349/A/JA/05/2016 Tentang Perubahan Nama Kejaksaan Negeri dan Cabang Kejaksaan Negeri Tanggal 13 Mei 2016 yaitu untuk wilayah Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur pada nomor 12 menyebutkan dari Kejaksaan Negeri Kalabahi menjadi Kejaksaan Negeri Alor yang berkedudukan di Kalabahi (Bukti T-56). Oleh karena adanya kesalahan Subjek dalam pihak Praperadilan (error in subject), sehingga beralasan hukum apabila yang mulia hakim yang memeriksa permohonan praperadilan Nomor : 1/Pid.Pra/2022/PN.KLB., menyatakan permohonan praperadilan pemohon tidak dapat diterima.
Bahwa mengenai alasan pemohon pada poin 1 sampai dengan poin 15 yang keseluruhannya pada intinya membahas mengenai dua alat bukti yang dijadikan dasar untuk menetapkan Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si. sebagai tersangka, dapat kami tanggapi sebagai berikut : -) Bahwa terhadap pemohon telah dilakukan pemanggilan untuk diperiksa sebagai saksi sebanyak 3 (tiga) kali yaitu berdasarkan Surat panggilan Saksi Nomor: SP-251/N.3.21.4/Fd.1/11/2021 tanggal 08 November 2021 dan bantuan Pemanggilan Saksi Nomor : B-1200/N.3.21/Fd.1/11/2021 tanggal 08 November 2021 (Bukti T-60), Surat Panggilan Saksi Nomor : SP-266/ Tanggal 16 November 2021 dan bantuan Pemanggilan Saksi Nomor : B-1245/N.3.21/Fd.1/11/2021 tanggal 16 November 2021 (Bukti T-33), Surat Pemanggilan Saksi Nomor : SP-318/N.3.21.4/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 dan Surat Bantuan Pemanggilan Saksi Nomor : B-1321/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 (Bukti T-38). Setelah Pemohon datang ke Kantor Kejaksaan Negeri Alor kemudian dilakukan pemeriksan sebagai saksi yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si. tanggal 18 November 2021 yang ditandatangi oleh Pemohon (Bukti T-34) dan Berita Acara Pemeriksaan Saksi An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si tanggal 16 Desember 2021 yang ditandatangi oleh Pemohon (Bukti T-39). Setelah dilakukan pemeriksaan sebagai saksi, maka berdasarkan 2 (dua) Alat Bukti yang sah, kemudian pemohon ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 (Bukti T-42) dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan pemohon sebagai tersangka yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Tersangka An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si (Bukti T-51) akan tetapi tersangka dalam hal ini pemohon tidak mau menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Tersangka sehingga dibuatkan Berita Acara Penolakan Tanda Tangan dan Dokumen oleh Tersangka An. ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si (Bukti T-50).
Bahwa untuk menentukan dapat atau tidaknya seseorang ditetapkan sebagai tersangka minimal harus ada 2 (dua) alat bukti yang sah dan sudah diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang menyebutkan yaitu : 1) Keterangan saksi; 2) Keterangan Ahli; 3) Surat; 4) Petunjuk; 5) Keterangan terdakwa.
Bahwa berdasarkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP tesebut, Termohon dalam melakukan penyidikan Dugaan Penyimpangan Dalam Kegiatan Pembangunan Perpustakaan Sekolah dan Rehabilitasi Sedang Berat Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Pembangunan Laboratorium dan Ruang Praktikum Sekolah dan Kegiatan Pengadaan Meubelair Sekolah Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019 berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.321/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021 (Bukti T-41), telah menenemukan 3 (tiga) alat bukti yang sah yaitu Keterangan saksi, Keterangan ahli dan Surat.
Bahwa untuk keterangan saksi, Termohon sudah melakukan pemanggilan saksi-saksi sebagaimana terlampir dalam daftar saksi yang diperiksa dalam tahap penyidikan (Bukti T-28) yang telah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Saksi dalam hal ini untuk keperluan pembuktian kami lampirkan Berita Acara Saksi atas nama Hans Luther Mau Kawa (Bukti T-30), Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Zainal A. Nampira (Bukti T-32), Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si. (Bukti T-34), Berita Acara Pemeriksaan Saksi atas nama Khairul Umam, S.T. (Bukti T-36).
Bahwa untuk keterangan Ahli, Termohon sudah melakukan pemanggilan Ahli dari Inspektorat Daerah (IRDA) Kab. Alor dan dilakukan pemeriksaan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan Ahli (Bukti T-37) dan dilengkapi pula dengan Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Nomor : 18/ID/LHP/KA/PDTT/2021 tanggal 01 Desember 2021 (Bukti T-1).
Bahwa untuk alat bukti Surat, Termohon sudah melakukan penggeledahan dan penyitaan dari pihak-pihak yang menguasai barang berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-05/Fd.1/12/2021 tanggal 14 Desember 2021 (Bukti T-57), Berita Acara Penyitaan tanggal 15 Desember 2021 (Bukti T-59), Surat Penetapan Nomor : 104/Pen.Pid/2021/PN Klb tanggal 15 Desember 2021 (Bukti T-58) dan Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Nomor : 18/ID/LHP/KA/PDTT/2021 tanggal 01 Desember 2021 (Bukti T-1).
Bahwa berdasarkan penjelasan alat bukti di atas, bahwa Penetapan pemohon Alberth Nimrod Ouwpoly, S.Pd., M.Si. sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: PRINT-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 (Bukti T-42), adalah sah menurut hukum. Hal tersebut sejalan dengan dalil permohonan pemohon pada poin 5 yang berbunyi : “Bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21/PUUXII/2014, tanggal 28 Oktober 2014, halaman 98 menyatakan “bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup, bukti yang cukup” sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP haruslah ditafsirkan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangka kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Hal ini berarti terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka. Pertimbangan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemeriksaan tersangka disamping dua alat bukti tersebut adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang, agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, “bukti yang cukup” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17 dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik dalam menentukan seseorang sebagai tersangka”.
Bahwa mengenai permohonan Pemohon pada Poin 21 terkait Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk melakukan perhitungan kerugian keuangan negara dan menyatakan ada atau tidaknya kerugian keuangan negara sebagai alat bukti permulaan yang membuktikan unsur kerugian keuangan negara dari ketentuan tindak pidana yang disangkakan kepada pemohon, dapat termohon tanggapi sebagai berikut :
Bahwa Pemohon melalui kuasa hukumnya tidak memahami arti kerugian negara secara nyata, berdasarkan Penjelasan atas Susunan Lengkap Pasal 32 Ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 yang dimaksud dengan “secara nyata telah ada kerugian keuangan negara” adalah kerugian yang sudah dapat dihitung jumlahnya berdasarkan hasil temuan instansi yang berwenang atau akuntan publik yang ditunjuk, hal tersebut sejalan dengan pertimbangan keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 31/PUU-X/2012 tertanggal 8 Oktober 2012 pada halaman 53 Paragraf ke-2 yang berbunyi “Oleh sebab itu menurut Mahkamah, KPK bukan hanya dapat berkoordinasi dengan BPKP dan BPK dalam rangka pembuktian suatu tindak pidana korupsi, melainkan dapat juga berkoordinasi dengan instansi lain, bahkan bisa membuktikan sendiri di luar temuan BPKP dan BPK, misalnya dengan mengundang ahli atau dengan meminta bahan dari inspektorat jenderal atau badan yang mempunyai fungsi yang sama dengan itu dari masing-masing instansi pemerintah, bahkan dari pihak-pihak lain (termasuk dari perusahaan), yang dapat menunjukkan kebenaran materiil dalam penghitungan kerugian keuangan negara dan/atau dapat membuktikan perkara yang sedang ditanganinya”.
Bahwa berdasarkan Pasal 20 ayat 4 Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang berbunyi “Jika hasil pengawasan aparat intern pemerintah berupa terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilakukan pengembalian kerugian keuangan negara paling lama 10 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak diputuskan dan diterbitkannya hasil pengawasan”. Dari bunyi pasal tersebut dapat dipahami bahwa APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah) termasuk didalamnya Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP) maupun Inspektorat Jenderal, Inspektorat Utama, maupun Inspektorat-Inspektorat pada Pemerintah Daerah, juga memiliki kewenangan dalam menghitung kerugian negara/kerugian keuangan negara.
Bahwa dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon melalui Kuasa Hukumnya dalam alasan-alasan Permohonan Praperadilan poin 21 sampai dengan poin 48 yang pada pokoknya pemohon mendalilkan Kejaksaan tidak berwenang sebagai Penyidik khususnya dalam perkara Tindak Pidana Korupsi dan hanya sebagai Penuntut Umum, dapat termohon tanggapi sebagai berikut :
Bahwa Kuasa Hukum Pemohon terlihat tidak pernah memiliki pengalaman mendampingi perkara Tindak Pidana Korupsi yang Penyidiknya adalah Kejaksaan dan tidak pernah membaca, mendengar dan melihat melalui media cetak dan media elektronik Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dimana penyidikan dilakukan oleh Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi, Kejaksaan Negeri maupun Cabang Kejaksaan Negeri. Diperjelas lagi dalam pidato Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia pada tanggal 9 Desember 2021 “Kepolisian telah melakukan penyidikan sebanyak 1.032 perkara korupsi, pada periode yang sama Kejaksaan juga telah melakukan penyidikan sebanyak 1.486 perkara korupsi”. Menjadi miris apabila Penasehat Hukum berupaya mengabaikan apresiasi kewenangan yang diberikan negara kepada Kejaksaan Republik Indonesia.
Bahwa Kewenangan Penyidikan oleh Kejaksaan telah diatur di dalam : 1) Pasal 284 KUHAP dan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP dalam BAB VII PENYIDIKAN TERHADAP TINDAK PIDANA TERTENTU yaitu Pasal 17 menyebutkan bahwa “Penyidik menurut ketentuan Khusus Acara Pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 284 ayat (2) KUHAP dilaksanakan oleh Penyidik, JAKSA dan pejabat penyidik yang berwenang lainnya berdasarkan peraturan Perundang-Undangan.
2)Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yaitu Pasal 30 ayat (1) di bidang Pidana, Kejaksaan mempunyai Tugas dan wewenang huruf d yaitu : melakukan penyidikan terhadap Tindak Pidana tertentu berdasarkan UU dan UU No. 11 Tahun 2021 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI dan dalam penjelasan Pasal 30 ayat (1) huruf D, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yaitu “Kewenangan dalam ketentuan ini adalah kewenangan sebagaimana diatur misalnya adalah UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia dan UU No. 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Juncto UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
3)Putusan Mahkamah Konstitusi No. : 16/PUU-X/2012 dalam Pendapat Mahkamah Paragraf {3.14} menyebutkan “ Mahkamah perlu mengutip beberapa Pertimbangan dalam Putusan MK No. : 28/PUU-V/2007 tanggal 27 Maret 2008 dalam paragraf {3.13.6} antara lain mempertimbangkan, “Dengan demikian kewenangan Polisi sebagai Penyidik Tunggal bukan lahir dari UUD 1945 tetapi Undang-Undang”. Kata “sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya memungkinkan alat penegak Hukum lainnya seperti Kejaksaan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan. Sementara itu Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan Kehakiman diatur dalam UU. Undang-Undang yang diturunkan dari amanat Pasal 24 ayat (3) UUD 1945 itu antara lain adalah UU Kejaksaan. Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI berbunyi, “Melakukan Penyidikan terhadap Tindak Pidana tertentu berdasarkan Undang-Undang”.
4)Peraturan Presiden Nomor : 38 Tahun 2010 dalam Pasal 21 (1) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus mempunyai tugas dan wewenang melaksanakan tugas dan wewenang kejaksaan di bidang tindak pidana khusus. (2) Lingkup bidang tindak pidana khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelidikan, penyidikan, prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, eksaminasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat dan keputusan lepas bersyarat dalam perkara tindak pidana khusus serta tindakan hukum lainnya.
Bahwa dalam asas Hukum Pidana ada asas Lex Specialis derogat legi generalis yaitu aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum umum, berdasarkan asas tersebut jelas bahwa dengan adanya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI akan mengesampingakan KUHAP. Sehingga kewenangan KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI sudah sangat jelas.
Bahwa selebihnya mengenai dalil-dalil yang disampaikan Penasehat Hukum dalam permohonan praperadilannya tidak perlu kami tanggapi karena sudah masuk dalam materi pokok perkara. Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami Termohon, memohon kepada Yang Mulia Hakim pada Pengadilan Negeri Kalabahi, yang memeriksa dan mengadili perkara praperadilan ini, berkenan memutuskan sebagai berikut : 1) Menolak Permohonan Praperadilan yang diajukan oleh Pemohon untuk seluruhnya; 2) Menyatakan bahwa penetapan pemohon (ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. MSi.) sebagai Tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-4/N.3.21/Fd.1/11/2021 tanggal 02 November 2021, Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejaksaan Negeri Alor Nomor : Print-5/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 dan Surat penetapan Tersangka Nomor : Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 atas nama ALBERTH NIMROD OUWPOLY, S.Pd. M.Si adalah Sah dan berdasarkan Hukum.
3) Menyatakan bahwa hasil Penyidikan yang dilakukan Termohon terkait Dugaan Tindak Pidana Korupsi Penyimpangan Dalam Kegiatan Pembangunan Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Rehabilitasi Sedang Berat Perpustakaan Sekolah, Kegiatan Pembangunan Laboratorium dan Ruang Praktikum Sekolah dan Kegiatan Pengadaan Meubelair Sekolah pada Dinas Pendidikan Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2019 adalah Sah dan mempunyai kekuatan Hukum yang mengikat. 4) Menyatakan bahwa Surat Perintah Penahanan (T-2) Nomor : Print-05/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 16 Desember 2021 dan Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : B-1366/N.3.21/Fd.1/12/2021 tanggal 27 Desember 2021 adalah Sah. 5) Membebankan biaya yang timbul dalam Permohonan Praperadilan kepada Pemohon.
Nampaknya sidang praperadilan ini berlangsung secara marathon hari ini. Usai Termohon membacakan jawabannya, maka Hakim Datu H. Jayadiningrat,SH sebelum menutup sidang kedua ini, mempersilahkan Pemohon (kuasa hukum Alberth N.Ouwply,S.Pd.,M.Si) untuk menyiapkan replik atau tanggapan atas jawaban Termohon (Kajari Alor) untuk disampaikan dalam lanjutan sidang hari ini juga, Senin (24/1/2022) pukul 17.00 Wita atau jam lima sore. Setelah itu, Hakim Datu H. Jayadiningrat,SH mengatakan, akan memberikan durasi waktu yang sama bagi Termohon untuk menyiapkan duplik atau tanggapan atas replik Pemohon, untuk disampaikan dalam lanjutan sidang yang akan berlangsung pada hari ini juga, Kamis (24/1/2022) pukul 22.00 Wita atau jam 10 malam. (ap/linuskia)