Jaksa Agung Diminta Copot Kajari Alor. DPRD Siap Gelar RDP. Syamsul: Saya Bertanggungjawab

author
9 minutes, 51 seconds Read

JAKSA Agung Segera Copot Kajari Alor”. “Jaksa Harus: 1. Profesional. 2. Independen. 3. Tidak Boleh Didikte Oleh Kelompok Tertentu, Apalagi Mengikuti Keinginan Kelompok. 4. Tangkap Semua. 5. Adili Semua”. Demikian tulisan spidol pada sejumlah poster yang dibentangkan Masyarakat Peduli Hukum dan Demokrasi (MPHD) ketika melakukan aksi demontrasi terkait penanganan kasus-kasus dugaan korupsi di Kabupaten Alor, Propinsi NTT, oleh Kejaksaan Negeri Alor.
Bagi ratusan masyarakat yang tergabung dalam MPHD, agar jangan hanya kasus dugaan korupsi Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan Tahun Anggaran 2019 yang dikebut begitu cepat, sedangkan kasus lainnya sepertinya mangkrak di Kejari Alor.
Jitro Botpada selaku Koordinator Lapangan (Korlap) aksi Masyarakat Peduli Hukum dan Demokrasi Alor di hadapan Ketua DPRD Kabupaten Alor, Enny Anggrek,SH dan Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singhs,SH menegaskan bahwa kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan di Kabupaten Alor itu prosesnya dipercepat Kejaksaan Negeri Alor, sementara kasus lain, sepertinya diperlambat pihak Kejari Alor dalam penanganannya.
“Makanya saya minta ibu Ketua DPRD Kabupaten Alor agar sama-sama dengan Masyarakat Peduli Hukum dan Demokrasi Alor, untuk kawal sama-sama. Dan ibu, (Ibu Ketua DPRD Alor), harus menggunakan sarana dan jaringan untuk berkomunikasi dengan Jaksa Agung, supaya copot Kepala Kejaksaan Negeri Alor. Masyarakat sangat mengharapkan dukungan DPRD Alor, sehingga ibu harus membangun komunkasi dengan Jaksa Agung Muda, untuk segera copot kepala Kejaksaan Negeri Alor. Karena apa, sepertinya Kejaksaan Negeri Kalabahi (Alor) ini tebang pilih terhadap kasus-kasus,”tegas Botpada, disambut kata-kata setuju oleh puluhan demonstran lainnya, yang ketika itu ngotot harus bertemu dengan Enny Anggrek.

Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek,SH., saat menerima Pernyataan Sikap MPHD yang diserahkan Korlap aksi, Jitron Botpada

Menanggapi aspirasi kelompok masyarakat ini, Ketua DPRD Kabupate Alor, Enny Anggrek,SH menegaskan, bahwa untuk penegakkan hukum, tetap kita percayakan kepada pihak penegak hukum. Ketua DPD PDI Perjuangan Kabupaten Alor ini mengapresiasi masyarakat yang turut kawal bersama DPRD, untuk proses hukum yang baik dan benar, berdasarkan keadilan, sebagaimana harapan semua orang.
“Saya mendukung apa yang disampaikan masyarakat, bahwa kita tetap mengawal. Silahkan masyarakat smpaikan aspirasi kepada kami DPRD, untuk melaksanakan fungsi pengawasan. Apa yang disampaikan masyarakat hari ini, kita dalam minggu ini akan lakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan kita akan kawal,”tandas Anggrek, yang saat itu didampingi Wakil Ketua DPRD Alor, Sulaiman Singhs,SH., dan Sekretaris DPRD Alor, Daud Dolpaly,SE serta sejmlah staf Setwan.
Selanjutnya Jitron Botpada menyerahkan pernyataan sikap tertulis kepada Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek, sembari berharap agar pernyataan sikap yang mereka sampaikan itu ditindaklanjuti.
“Ibu ketua tolong tindak lanjuti,”kata Jitron.
Massa demonstran kemudian bergerak di Kantor Kejaksaan Negeri Alor di kawasan Batutenata Kalabahi. Ratusan massa memenuhi ruas jalan di depan kantor Kejari Kalabahi yang dijaga ketat aparat keamanan Polres Alor. Massa MPHD mendesak Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Alor, Samsul Arif,SH.,MH., agar keluar menemui massa di halaman Kantor Kejari Kalabahi. Namun Samsul Arif hanya mengutus Kasi Intel Kejari Alor, De Indra,SH, tetapi massa tetap ngotot bertemu Kajari Alor. Beberapa kali negosiasi dilakukan sejumlah perwira Polres Alor, tetapi massa tak bergeming. Kajari harus keluar menerima masyarakat yang hendak menyampaikan aspirasinya.

Kapolres Alor, AKBP.Agustinus Christmas,S.IK sedang menenangkan massa agar Kajari Alor, Samsul Arif SH.,MH bisa keluar dari ruang kerjanya untuk menemui massa aksi

Maka setelah Kapolres Alor, AKBP.Agustinus Christmas,S.IK terjun langsung menjamin keamanan, barulah Samsul Arif yang mengaku sudah dua tahun sebagai Kajari Alor ini memberanikan diri keluar dari gedung Kantor Kejari Alor. Samsul menuju area gerbang masuk Kantor Kejari, namun tak berani mendekat, meski Kapolres Alor dan para perwira Polres Alor telah menjadi pagar betis di gerbang masuk. Setelah didesak untuk maju dan berdialog, Samsul hanya beringsut sejengkal mendekati gerbang masuk.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi MPHD, Jitron Botpada, dan sejumlah peserta aksi lainnya, termasuk Paulus Brikmar, mantan Anggota DPRD Alor periode 2014-2019, menilai Kejari Alor tebang pilih dalam penanganan kasus dugaan Tipikor yang dilaporkan elemen masyarakat. Mereka mencontohkan kasus dugaan suap terhadap sejumlah anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Alor pada Tahun 2013 silam, untuk memuluskan jalannya sidang dewan di masa kepemimpinan Bupati Alor saat itu, Drs.Simeon Th.Pally. Selain itu, ada kasus pembangunan sumur bor menggunakan dana Pokir seorang anggota DPRD Alor asal Daerah Pemilhan (Dapil) Alor III (Pulau Pantar), namun sumur bor dibuat pada rumah pribadi anggota dewan tersebut di Dapil I.
Sedangkan terkait kasus Dana Alokasi Khusus (DAK) Pendidikan di Kabupaten Alor pada Tahun Anggaran 2019, MPHD dalam pernyataannya menekankan bahwa Alberth N. Ouwpoly sebagai KPA tidak melakukan korupsi sebagaimana sangkaan Kejari Alor. Alasan mereka, bahwa KPA hanya berwenang mengusulkan pengalihan transferan DAK Swakelola Tahun 2019 senilai Rp 27 Milyar kepada Bendahara Umum Daerah (BUD), agar dana itu dialihkan ke Rekening Bendahara Pengeluaran Dinas Pendidikan. Hal itu, jelas salah satu aktivis senior Alor, Paulus Brikmar, bahwa telah merujuk pada Perpres Nomor: 141 Tahun 2018 tentang Petunjuk Teknis DAK Fisik Tahun Anggaran 2019, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2019 tentag Petunjuk Operasiona DAK Bidang Pendidikan, dan LKPP Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pedoman Swakelola. Selain itu, ungkap Buce Brikmar, ada pula Keputusan Bupati Alor Nomor: 318/HK/2019 tentang Penetapan Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Penerima DAK 2019, SK Bupati Alor Nomor: 031/HK/KEP/2019 Tentang Penunjukkan Bank Tempat Penampungan Rekening Kas Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Alor Tahun 2019, dan Keputusan Bupati Alor Nomor: 029/HK/KEP/2019 tentang Penunjukkan/Penetapan Kuasa Pengguna Anggaran dan Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Pembantu Tahun 2019, serta Surat Keputusan Kepala Dinas tentang Penetapan PPK, Tenaga Fasilitator Pendamping dan Tim Pengawas.

Paulus Brikmar saat berorasi di tengah jalan raya depan Kantor Kejari Alor

MPHD juga mempertanyakan perhitungan lembaga pemeriksa mana yang dijadikan rujukan oleh Kejari Alor dalam menyatakan nlai kerugian negara, karena menurut mereka, untuk menentukan hasil kerugian negara harus didahului dengan audit investigasi oleh lembaga negara yang punya kewenangan untuk itu, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Belum ada hasil audit investagi dasri BPK RI Perwakilan NTT, ujar Buce Brikmar, tetapi Kejari Alor telah dengan cepat menyatakan adanya kerugian negara dan menetapkan Chairul Umam (PPK DAK Pendidikan TA.2019) dan Alberth N.Ouwpoly (KPA DAK Pendidikan TA.2019) sebagai tersangka, dengan dalil telah mengantongi dua alat bukti.
Terkait temuan dalam pembangunan perpustakaan dan pengadaan meubeler di SMPN Kiralela-Alor Timur yang diduga merugikan negara sekitar Rp 10 juta, menurut MPHD harusnya yang dimintai pertanggungjawaban yakni pihak yang dipercayakan mengerjakan pekerjaan dimaksud. Tetapi yang terjadi, kata MPHD, persoalan temuan di SMPN Kiralela itu, kemudian dijadikan Kejari Alor sebagai dasar untuk menetapkan Umam dan Alberth N.Ouwpoly sebagai tersangka dan langsung ditahan Kejari Alor secara beruntun pada Desember 2021 silam.

Kajari Alor, Samsul Arif saat menerima pernyataan sikap MPHD

Menaggapi aspirasi MPHD ini, Kepala Kejaksaan Negeri Alor, Samsul Arif,SH.,MH., menegaskan, pihaknya berterima kasih, karena dikunjungi teman-teman (MPHD). Samsul mengaku sangat bangga dengan para demonstran.
“Kenapa saya katakan demikian, karena bapak/ibu ikut mengawal dan mengontrol kerja kami. Saya ucapkan terima kasih. Memang kita sedang menangani banyak kasus. Perlu teman-teman ketahui bahwa kejaksaaan negeri Alor hanya memiliki tujuh jaksa, termasuk saya selaku Kajari. Kami berusaha semaksimal mungkin, pengaduan apapun yang masuk dari masyarakat, dapat kami selesaikan. Namun dengan keterbatasan jumlah jaksa, maka diprioritaskan, mana yang diutamakan terlebih dahulu. Kita tentukan skala prioritas,”tandas Samsul.
Mengenai kasus dugaan suap terhadap anggota Badan Anggaran DPRD Alor Tahun 2013, Samsul bahwa belum ada keputusan pengadilan yang bersifat final karena Sekretaris DPRD Alor saat itu, Drs.Ahmad Maro dan Bendahari, Husna masih menempuh upaya hukum selanjutnya. Sedangkan untuk menjerat anggota Badan Anggaran DPRD Alor yang diduga menerima suap, jelas Samsul, saat gelar perkara di Kejaksaan Tinggi NTT, ternyata belum ada bukti, mnimal dua alat bukti yang diperoleh untuk membuktikan dugaan dimaksud.
“Dalam penangan kasus, kita tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah. Baik itu Ahmad Mari, Husna, apalagi yang bapak/ibu sebutkan penyimpangan dana DAK Pendidikan, bapak Alberth Ouwpoly maupun Chairul Umam, kita anggap belum bersalah. karena belum ada keputusan hakim yang menyatakan mereka bersalah, dan berkekuatan hukum yang tetap,”tegas Samsul.

Samsul Arif, Kajari Alor

“Saya kembali lagi, bahwa untuk penanganan perkara Husna dan Ahmad Maro, masih ada upaya hukum. Dan untuk yang bapak/ibu sampaikan tadi, tim (tim jaksa) yang menangani Ahmad Maro maupun Husna, diminta oleh Kejaksaan Tinggi NTT untuk ekspose (gelar perkara) di Kejati (Kejaksaan Tinggi). Hasilnya apa, saya sampaikan ini apa adanya, untuk menyeret anggota dewan yang diduga menerima tadi (suap), belum memperoleh dua alat bukti yang cukup untuk menyeret mereka. Kalau kami siap, mau anggota dewan, kami nggak peduli, asalkan ada dua alat bukti,”tandas Samsul, disambut protes dari massa MPHD.
Kapolres Alor, AKBP.Agustinus Christmas berusaha menenangkan massa agar mendengarkan dulu penjelasan Kajari Alor, Samsul Arif. Maka Samsul melanjutkan penjelasannya bahwa tidak ada kasus mangkrak di Kejari Alor karena hal-hal tertentu.
“Kalau ada yang bicara suapa menyuap di sini (di Kejari Alor), saya paling depan untuk bertanggungjawab,”tegas Samsul setengah berteriak, dengan raut wajah tegang, nampak lengannya bergetar.
Mengenai kasus yang sedang kita tangani tentang DAK Pendidikan Tahun 2019, jelas Samsul, bermula laporan masyarakat tentang pembangnan di SMP Kiralela. Menurutnya ada pihak menilai Kejari bergerak cepat atas masalah ini, sedangkan kasus lainnya tidak, sehingga Samsul menegaskan bahwa tidak ada diskriminasi dalam penanganan kasus oleh Kejari Alor. Tim Kejari Alor, kata Samsul, terjun langsung ke Kiralela untuk melihat, benar tidak laporan masyarakat.
“Ternyata sekolahnya amburadul. Sejak Tahun 2019, sampai sekarang mangkrak. Ya… jaminanya saya, kalau memang dicopot. Jaminannya saya, jangan anggota saya. Bapak/ibu sekalian bisa cek ke Kiralela. Saya bukan main-main bapak/ibu. Saya tidak akan main-main. Kalau kita menangani perkara korupsi, prinsip saya, walaupun langit akan runtuh, hukum harus ditegakkan di sini. Sudah saya pesan kepada seluruh tim, jaksa yang ada di sini, tidak ada yang bermain-main dalam penangan kasus. Kami tidak takut. Kalau bapak/ibu merasa kita salah, tegur atau laporkan, tetapi dengan syarat bawah buktinya. Kita (terima) suap, apa buktinya, silahkan. Saya tidak pernah main-main di sini. Saya dua tahun di Alor, dan saya merasa menjadi satu dengan masyarakar Alor. Saya bekerja untuk masyarakat Alor, biara ke depannya lebih baik. Masalah pendidikan ini bukan main-main. Pendikan anak itu masa depan kita, masa depan Alor. Di mana Alor Pintar, kalau kita tidak mulai dari sini,”tandas Samsul.
Kesempatan itu Samsul juga meluruskan informasi, bahwa Kejari Alor tidak sedang menangani keseluruhan total DAK Tahun 2019 senilai Rp 27 Miliar karena keterbatasan jumlah jaksa, sehingga pihaknya memerintahkan penyidik Kejari Alor agar cukup menangani kurang lebih Rp 8 Milyar.

Aksi MPDH di Kantor sementara DPRD Kabupaten  Alor, Gedung Wanita Kalabahi

“Jadi ada Rp 8 Milyar yang sedang kita tangani. Apa hasilnya, karena ini materi pernyidikam sehingga tidak bisa saya sampaikan, tapi umumnya amburadul, semuanya mangkrak. Fiktif, karena diambil duitnya, tidak dikerjakan pekerjaannya. Nanti terungkap di persidangan, tidak perlu saya sampaikan kepada bapak/ibu sekalian. Jaksa kita tidak ada yang bermain-main. Kami tidak bermain-main dengan hukum, kita menegakkan hukum agar masyarakat Alor lebih baik lagi, terutama anak-cucu kita, jangan dibodohi sama penguasa. Saya tidak mau. Lebih baik saya keluar dari sini (dari Alor) kalau itu (kasus DAK Pendidikan 2019) saya diamkan,”tegas Samsul, sembari menantang masyarakat kalau ada yang protes, bisa bawa bukti (bukti kejari terima suap), silahkan, saya paling depan di sini. Saya akan bertanggungjawab semuanya terhadap anak buah saya.
Menurutnya, Alberth N.Ouwpoly dan Chairul Umam ditetapkan menjadi tersangka karena jaksa sudah mengantong dual alat bukti. Dan kalau kedua tersangka tidak menerima hal ini, maka dia persilahkan untuk menggnakan hak hukumnya melalui jalur pra peradilan.
“Kalau tidak terima, ada upaya hukumnya, pra peradian, silahkan, kami siap. Kami tidak main-main, kami tidak ada diskriminasi, apalagi kalau ada yang mengatakan bahwa ini ada kaitan dengan 2024 (Pilkada Alor, karena Alberth N.Ouwpoly dikenal luas sebagai bakal calon Bupati Alor), tidak ada sama sekali. Masalah 2024 bukan urusan kami,”ujar Samsul.
Menanggapi pernyataan MPHD melalui Paulus Brikmar, bahwa mangkraknya pekerjaan di SMPN Kiralela, mestinya jaksa meminta pertanggungjawaban pihak ketiga yang dipercaya mengerjakan pekerjaan perpustakaan dan pekerjaan meubeler, Samsul Arif mengatakan, untuk penyedia atau pihak ketiga di Kiralela maupun sekolah lain yang melaksanakan pekerjaan semuanya didalami penyidik Kejari Alor. (ap/linuskia)

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *