PADA malam Resepsi Haul Gus Dur dan Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) di Stadion Mini Kalabahi, ibu kota Kabupaten Alor, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Selasa (7/2/2023) silam, PCNU setempat, Latif Daka,SH dan jajarannya, meminta tiga tokoh agama (Toga) untuk menyampaikan testimoninya tentang sosok Gus Dur, Presiden ke-4 RI itu. Ketiga Toga dimaksud, yakni Ketua Forum Komunkasi Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Alor, Pdt.Emr. Yakobus Pulamau,S.Th., Pastor Paroki Yesus Gembala Yang Baik Kalabahi, Romo Simon Tamelab,Pr., dan Fery selaku Pimpinan Keluarga Besar Tionghoa Kabupaten Alor.
Pantauan alorpos.com, kesempatan pertama diberikan kepada Fery selaku Ketua Keluarga Besar Tionghoa Kabupaten Alor, untuk menyampaikan testimoninya terhadap Gus Dur.
“Belum hilang dari ingatan kami Keluarga Besar Tionghoa seluruh Indonesia, dimana Gus Dur dengan seluruh jajaran NU berjuang keras untuk menyingkirkan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa. Dengan adanya Gus Dur sebagai Presiden RI ke-4, dengan gigih berjuang menghapuskan diskkriminasi,”ujar Fery.
Menurutnya, atas jasa-jasa Gus Dur, maka mereka bisa merayakan Hari Raya Tahun Baru Imlek serta berbagai budaya Tionghoa bisa diperkenalkan di Indonesia.
“Dan atas jasa-jasa beliau (Gus Dur) juga, maka pada Tahun 2004, beliau dinobatkan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia. Atas jasa-jasa Bapak Gus Dur juga, saat ini putra putri Indonesia etnis Tianghoa bisa berkarya di Bidang Pendidikan, Ekonomi, Politik dan Pemerintahan,”tandas Fery.
Sementara itu, Ketua FKUB Kabupaten Alor, Pdt.Emr.Yakobus Pulamau,S.Th., memulai testimoninya tentang Gus Dur dengan menyampaikan bahwa atas nama Umat Kristen di daerah ini, mengucapkan selamat memasuki Satu Abad NU. Bagi Pulaumau, perjalanan satu abad, bukan perjalanan singkat. Perjalanan satu abad penuh tantangan, penuh liku-liku. Tetapi, demikian Pulamau, berkat perjuangan gigih dari para pendiri Nahdlatul Ulama, maka organisasi keagamaan terbesat di Indonesia ini tetap kokoh hingga satu abad.
“Mengingat Nahdlatul Ulama, maka tercermin dalam benak kita semua, tokoh pejuang bangsa Indonesia. Para pendiri Nahdlatul Ulama juga bapak Gus Dur menjadi Bapak Bangsa, Bapak Semua Umat, Bapak Semua Suku, Semua Agama. Perjalanan Nahdlatul Ulama bersama tokoh-tokoh dengan gigih melawan penjajah dan memperoleh kemenangan, kemerdekaan, dan menjadikan Bangsa Indonnesia bangsa yang sejahtera, mandiri dan kokoh menjalani kehidupan tanpa ada rong-rongan,”ujar Pulamau.
Pendeta yang selalu kritis dalam kotabahnya ini berpendapat, bahwa tantangan ke depan adalah tantangan terhadap diskriminasi bangsa. Karena itu Pulamau mengajak seluruh generasi bangsa sekarang ini, bersama para tokoh NU agar bergandengan tangan menjaga persatuan dan kesatuan.
“Supaya kita semua menjadi Bangsa Indonesia yang mempertahankan kemerdekaan, dan terus berjuang agar Bangsa Indonesia tetap Jaya,”tutup Pulamau sembari memekik merdeka..,merdeka..merdeka…”.
Ibarat Sepasang Paru Paru
Senada dengan Pdt.Emr.Yakobus Pulamau,S.Th., Pastor Paroki Yesus Gembala Yang Baik Kalabahi, Romo Simon Tamelab,Pr juga menyatakan bahwa atas nama Umat Katolik di Kabupaten Alor, menyampaikan selamat kepada Nahdlatul Ulama yang merayakan Satu Abad kehadiran dan kiprahnya di NKRI, rumah besar kita untuk menghadirkan toleransi dan keberagaman ini, serta Haul Gus Dur.
“Bicara tentang Gus Dur, bicara tentang NU, selalu ada keterkaitan. Gus Dur selalu membangun komunikasi keakraban dengan tokoh-tokoh agama, secara khusus hubungan baik yang akrab dengan tokoh-tokoh Katolik. Karena itu ada istilah yang mengatakan, NU dan Katolik ibarat sepasang paru-paru yang menggerakan dan menghidupkan perdamaian, menghidupkan toleransi, dan menghidupjan keberagaman di NKRI. Gus Dur adalah sosok yang konsisten, tegas perjuangkan dasar-dasar keberagaman dan dia mengembangkan perdamaian di antara umat beragama,”ujar Romo Simon.
Gus Dur juga menurutnya sangat menekankan tiga pilar utama, yaitu kemanusiaan, keadilan sosial dan nasionalisme. Maka, tegas Simon, pantas kalau Gus Dus disebut sebagai Bapak Pluralitas. Gus Dur juga dinilai Romo Simon sebagai satu-satunya orang yang paling pluralis, dan sanggup menerima kehadiran orang lain yan berbeda keyakinan.
“Gus Dur merupakan pemimpin yang berani menegakan keadilan. Hal ini menjadi nyata, ketika belum lama memimpin negara ini sebagai Presiden RI ke-4, beliau, Gus Dur, sudah mengakui Agama Konghucu, sebagai agama yang terpisah dari Agama Hindu maupun Budha,”kata Romo Simon, disambut aplaus hadirin yang memadati Stadion Mini Kalabahi.
Hal ini dinilai Simon sebagai langkah yang sangat berani diambil oleh Gus Dur. Maklum, menurut Simon, Gus Dur itu sosok yang berani mewartakan sebuah konsep keberimanan, bahwa beriman di Indonesia, senantiasa ada dalam dialog dengan iman dan kebudayaan lain.
“Beliau (Gus Dur) sangat menghargai keberagaman yang perlu dirawat dan perlu dicintai. Bahkan beliau pernah berujar demikian; “Tidak penting apapun agama, tidak penting apapun sukumu, kalau kamu bisa melakukan hal yang baik buat semua orang, maka orang tidak akan pernah tanya apa agamamu, apa sukumu”. Ini hal yang membekas di dalam hati kita sebagai anak-anak bangsa. Oleh karena itu, di hari berbahagia ini, mari kita bersama merawat, menjaga, membangun peradaban kasih yang telah ditanamkan di dalam hati kita. Keberagaman ini menjadi satu kekuatan besar untuk membangun NKRI, membangun bumi persaudaraan, surga di timur matahari di kota Kenari,”ajak Romo Simon.
Imam Katolik asal Timor ini mengakhir testimoninya tentang Gus Dur dengan sebuah pantun yang disebutnya pantun kecil ,yakni; “Andalkan Tuhan pasti selamat, biar derita pasti bahagia. Bagai pohon di tepi sungai, alirkan kasih melimpahkan berkat. Tuhan melihat hati yang ikhlas, hidup bersama, tolong menolong. Jadilah orang janganlah egois, nanti susah tak ada yang tolong”. Sekian dan terima kasih,”demikian Romo Simon. (ap/linuskia)