PIMPINAN DPRD Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, melalui Wakil Ketua 2, Sulaiman Singhs,S.H., menggelar jumpa pers, Selasa (6/12/2022) di Kantor DPRD setempat, untuk menyampaikan penjelasan lembaga terhormat itu terkait kronologi sampai adanya Keputusan Badan Kehormatan (BK) untuk memberhentikan Enny Anggrek,S.H dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Alor. Menurut Singhs, dia dipercayakan untuk menyampaikan keterangan resmi secara kelembagaan, karena banyaknya kontroversi terkait Keputusan BK yang disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD Alor pada 29 November 2022 silam.
Maka secara kronologis Singhs menyampaikan bahwa semua itu berawal dari apa yang disampaikan dan diliput oleh media tentang pernyataan Enny Anggrek dalam Rapat dengan Pimpinan KPK di Hotel Aston Kota Kupang pada 19 Oktober 2022. Dalam pernyataan itu, ujar Singhs, bahwa Enny Anggrek menepis beberapa program dan kegiatan yang sebenarnya legal dan sudah dibiayai oleh APBD Kabupaten Alor. APBD itu, jelas Anggota DPRD Alor tiga periode ini, telah diputuskan dengan Peraturan Daerah dan secara substansi tidak ada persoalan sehingga program kegiatan sedang berjalan. Apa yang disampaikan dalam forum itu, ungkap Singhs, kemudian mendapat respon luas dari masyarakat dan banyak menimbulkan kegaduhan, sampai mengganggu jadwal kerja dari DPRD.
“Kita anggap mengganggu, karena setelah tanggal 19 Oktober 2022 itu, kita punya agenda untuk memulai pembahasan Perda tentang APBD Tahung Anggaran (TA) 2023. Nah, teapatnya pada 24 Oktober 2022, seharusnya sudah ada agenda pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) TA.2023. Karena agenda itu terlewati, maka atas usul Anggota DPRD kepada pimpinan DPRD, agar segerah dilakukan Rapat Alat Kelengkapan DPRD,”ujar Singgs.
Atas usulan itulah, lanjut Singhs, ditindaklanjuti untuk disampaikan kepada Ketua DPRD agar segera melaksanakan Rapat AKD untuk menyikapi jadwal kerja DPRD di bulan Oktober-Desember yang terlewati, khususnya pada 24 Oktober 2022 itu. Menurut Singhs, saat itu disampaikan kepada Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek, tetapi ketua menolaknya. Beliau (Enny Anggrek), beber Singhs, menganggap bahwa jadwal yang ada tetap jalan.
“Kalau tetap jalan, kita tentu tahu bahwa substansi pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) itu, harus dimulai dengan pembahasan dokumen KUA dan PPAS. Karena KUA-PPAS itu menjadi dasar untuk penyusunan RAPBD. Apabila KUA PPAS itu tidak dibahas, maka tidak mungkin kita bisa membahas RAPBD TA.2023. Sedangkan kurun waktu pembahasan RAPBD itu harus berakhir pada 30 November 2022. Antara 24 Oktober sampai 30 November 2022, kalau lewat dari itu maka kita kena pinalti dari pemerintah pusat sesuai aturan yang berlaku,”tandas Singhs.
Karena itu, lanjut dia, ada usulan dari Anggota DPRD agar segerah dilakukan Rapat AKD untuk bisa mengusulkan dilakukannya Paripurna Perubahan Jadwal. Karena Ketua DPRD keberatan untuk hal itu, maka sesuai dengan Tata Tertib itu bisa dilakukan oleh pimpinan yang lain, dalam hal ini dua Wakil Ketua DPRD. Dan menurut Singhs, inisiatif itu berjalan, sehingga diselenggarakanlah Rapat AKD, dihadiri dua dua wakil ketua dan pimpinan Alat Kelengkapan DPRD yang lainnya, sehingga diputuskan untuk segerah dilaksanakan Rapat Paripurna Perubahan Jadwal. Dengan demikian, ujar Singhs, jadwal yang sudah terlewati bisa diakomodir dan dilanjutkan dengan pembahasan RAPBD TA.2023.
Menurut politisi Golkar Alor ini, kesepakatan tersebut telah dilaksanakan, dan Rapat Paripurna untuk Perubahan Jadwal itu berjalan, sehingga pembahasan RAPBD Alor TA.2023 sampai dengan kondisi hari ini (6/12/2022) sudah diasistensi dan dievaluasi di Kantor Gubernur NTT. Dalam perjalanan ini, demikian Singhs, masuk pengaduan dari 16 Anggota DPRD, dimana salah satu yang menandatangani pengaduan itu adalah Pimpinan DPRD, yakni Wakil Ketua I Drs.Yulius Mantaon. Pengaduan itu terkait kontroversi pernyataan Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek,SH di dalam forum Rapat Dengar Pendapat terkait Pemberantasan Korupsi Terintegrasi yang diselenggarakan KPK RI di Hotel Aston Kota Kupang, pada 19 Oktober 2022. Sesuai dengan Tata Tertib DPRD, jelas Singhs, apabila pimpinan DPRD menerima pengaduan yang ditujukan kepada BK, maka kewajiban pimpinan untuk meneruskan pengaduan itu kepada BK, untuk diproses lebih lanjut sesuai kewenangan Badan Kehormatan.
Lalu BK telah secara layak melakukan pemrosesan itu. Dalam proses tersebut, kisa Singhs, Ketua DPRD Enny Anggrek dan beberapa pihak yang hadir dalam Rapat di Kupang itu seperti Wakil Bupati dan Sekda Kabupaten Alor, maupun mereka pimpinan DPRD yang tidak hadirpun dipanggil untuk memberikan keterangan.
“Salah satu hal yang perlu saya tegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh BK itu dalam hal proses pengembangan penanganan permasalahan yang diadukan itu, seluruh dokumennya bersifat rahasia, karena menyangkut dengan etik sehingga tidak boleh diblowup, Kerja dari BK itu bersifat rahasia, karena ini menyangkut dengan jabatan orang, dan terkait etik sehingga tidak boleh dipublikasi,”tegas Singhs.
Ia menilai BK telah bekerja dengan baik, karena berusaha untuk memanggil semua pihak, termasuk Wakil Bupati Alor, Imran Duru dan Sekda Alor, Soni O.Alelang dan Ketua DPRD Alor, Enny Anggrek yang diberika kesempatan untuk melakukan klarifikasi. Jadi pengertian klarifikasi ini, urai Singhs, adalah hak yang diberikan oleh Tata Tertib kepada setiap Anggota DPRD untuk datang dan memberikan hak jawabnya. Disitualah seharusnya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk memberikan klarifikasi dengan argumentasinya. Menurut Singhs, ini namanya persuasif dalam komunikasi politik yang seharusnya dibangun oleh fraksinya. Karena, ungkap Singhs, salah satu dari tiga Anggota Badan Kehormatan DPRD Alor, yakni Sabdi Magangsau, adalah Wakil Ketua BK DPRD Kabupaten Alor. Tetapi menurut Singhs, tiga kali panggilan BK tidak diindahkan oleh Ketua DPRD, malah tidak kooperatif.
“Oleh karena tidak kooperatifnya beliau (Enny Anggrek), dan lebih cendrung menggunakan media, menggunakan cara-cara yang tidak prosesdural untuk menyampaikan argumentasinya,”ujar Singhs.
Seharusnya, sambung Singhs, apapun argumentasinya, harus menggunakan mekanisme, sesuai hak yang diberikan aturan. Tetapi beliau (Ketua DPRD Enny Anggrek), kata Singhs, lebih cendrung menyampaikan argumentasinya di media. Bahkan Enny Anggrek dinilainya berusaha menghambat, menghalang-halangi, mensabotase kerja dari Badan Kehormatan.
“Saya katakan menghalang-halangi, menghambat, bahkan mensabotase karena beliau (Enny Anggrek) secara jelas menginstruksikan kepada Anggota Fraksi PDI Perjuangan, saudara Sabdi Magangsau, yang notabene Wakil Ketua Badan Kehormatan, untuk tidak melaksanakan tugas. Selama proses itu, sadara Sabdi Magangsau juga tidak pernah hadir melaksanakan tugasnya sebagai Anggota dan Wakil Ketua BK DPRD Alor. Bahkan beliaupun (Enny Anggrek) memperngaruhi partai lain untuk bersurat kepada fraksinya untuk menarik anggota yang bersangkutan agar tidak juga ikut bersidang di BK. Nah, ini langkah menghalang-halangi, bahkan menghambat dan mensabotase kerja daripada BK,”tegas Singhs.
Padahal, lanjut Singhs, secara prosedural pelaksanaan tugas BK, pimpinan DPRD sama sekali tidak boleh mengintervensi. Tetapi proses sidang di BK terus berjalan sesuai aturan, dan pada 25 November 2022 itu keluarlah Keputusan BK yang sampai ke meja Sulaiman Singhs, dan meminta untuk disampaikan dalam Rapat Paripurna terdekat. Dalam Tatib DPRD itu, lanjut Singhs, mengatur pula bahwa BK diberikan ruang dalam Rapat Paripurna untuk menyampaikan keputusnanya, apabila kerja BK sudah selesai. Menurutnya, BK tidak membutuhkan persetujuan karena bekerja secara mandiri, dan harus diberikan ruang untuk menyampaikan keputusannya dalam Rapat Paripurna DPRD.
Maka pada tanggal 29 November 2022 itulah, demikian Singhs, Rapat Paripurna DPRD Alor dengan agenda Penyampaian Pendapat Fraksi dan Penyampaian Pendapat Akhir Bupati Alor terhadap Ranperda APBD TA.2023, serta penandatanganan kesepakatan bersama tentang Ranperda APBD Alor TA.2023 dan Ranperda Penyertaan Modal pada PDAM Nusa Kenari, diberikan ruang juga kepada BK untuk menyampaikan keputusannya. Namun karena belum diagendakan sebelumnya, kata Singhs, maka harus didahului dengan permintaan persetujuan kepada Anggota DPRD yang mengahadiri sidang.
“Dan ingat bahwa kalau bersidang saja, kehadiran anggota dewan sudah 50 (persen) plus satu orang, maka sidang sudah bisa berjalan. Tetapi kalau sidang paripurna itu dalam proses pengambilan keputusan, maka kehadiran anggota dewan minimal 2/3 dari total 30 Anggota DPRD Kabupaten Alor atau sekitar 20 orang. Nah, saat sidang paripurna pada 29 November 2022 itu, jumlah Anggota DPRD Alor yang hadir sebanyak 25 dari total 30 orang, sehingga telah memenuhi syarat untuk mengambil suatu keputusan,”ujar Singhs.
Pimpinan sidang menawarkan kepada floor apakah bisa menerima untuk merubah jadwal dengan memasukan agenda hari ini untuk Badan Kehormatan menyampaikan keputusannya. Dan floor saat itu, ungkap Singhs, sepakat dan setuju, sehingga terjadilah perubahan jadwal saat itu, diberikan nomor, sehingga otomatis saat itu juga diberikan ruang kepada BK untuk menyampaikan keputusannya. Dalam argumentasi BK itu, beber Singhs, kita bisa lihat pada konsideran dan hal-hal yang diuraikan dalam Keputusan BK itu, dan pada akhinya memberhentikan Enny Anggrek dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Alor. Banyak sekali kontroversi, apakah BK bisa memberhentikan Ketua DPRD. Jelas dalam Tatib, kata Singhs, BK punya kewenangan, apabila sampai pada keputusan untuk memberhentkan Anggota DPRD dan memberhentikan Pimpinan Alat Kelengkapan DPRD. Lebih jauh Singhs menjelaskan, bahwa Pimpinan DPRD itu adalah salah satu Alat Kelengkapan DPRD, sehingga dia bisa diberhentikan dalam jabatan oleh BK.
Singhs berpendapat, bahwa soal kenapa tidak diberikan sanksi sesuai tata urutan (mulai dari teguran lisan, teguran tertulis sampai sanksi pemberhentian) itu menjadi domain dari BK. Dan BK, demikian Singhs, telah berketetapan pada kesimpulannya adalah memberhentikan. Keputusan BK itu, jelas Singhs, dibuat dalam Berita Acara dan Pimpinan DPRD Kabupaten Alor telah menerima keputusan BK tersebut, dan kewajiban Pimpinan DPRD untuk meneruskannya kepada berbagai pihak, seperti pemerintah, fraksi dan partai politik yang bersangkutan untuk diperhatikan dan disikapi.
“Karena dalam jangka waktu 30 hari, sudah harus ada pengganti Ketua DPRD. Hal itu akan diparipurnakan tentang pengganti yang diusulkan partai politik untuk mendapat penetapan dari Gubernur NTT. Saya pikir ini hal-hal yang saya sampaikan sesuai dengan mekanisme, sehingga tidak menimbulkan banyak kontroversi menyangkut prosedur dan kronologi yang ada. Ini keterangan resmi dari kelembagaan DPRD Kabupaten Alor,”tegas Singhs.
Ditanya mengenai Anggota BK yang menandatangani keputusan tersebut, Singhs mengatakan bahwa Keputusan BK itu ditandatangani oleh Ketua BK, Marthen Luther Blegur,SH dan Anggota Hans Tonu Lema. Kedua Anggota BK ini, jelas Singhs, yang selalu hadir dalam setiap tahap persidangan di BK hingga mengambil keputusan, sedangkan Wakil Ketua BK, Sabdi Magangsau tidak pernah hadir. Disinggung bahwa perubahan jadwal harus dikembalikan kepada Badan Musyawarah setelah Rapat Paripurna pada 29 November 2022 menyetujui perlu perubahan jadwal, Singhs megakui bahwa tugas pokok Badan Musyawarah adalah membuat jadwal, tetapi keputusan tertinggi di lembaga kedewanan itu pada Rapat Paripurna.
“Dalam Tata Tertib DPRD juga memungkinkan bahwa untuk merubah jadwal itu bisa dilakukan dalam forum Rapat Paripurna. Dan sah itu, bukan sekonyong-konyong. BK bekerja juga tidak sekonyong-konyong, tetapi ada waktu dan tahapan yang dilalui dengan baik. Maka wajar, setelah BK melaksanakan tugasnya itu, dia melaporkannya dalam Rapat Paripurna,”tandas Singhs.
Kalau tidak ada di dalam jadwal, jelas Singhs, maka forum paripurna itulah yang menyepakatinya, apakah bisa diterima untuk diagendakan atau tidak. Menurutnya itu ditawarkan dan Farksi PDIP menyampaikan argumentasinya bahwa itu tidak substantif dan pada akhirnya walkout.
“Kalau ada fraksi lain yang juga protes dan walkout, saya melihat itu sikap perorangan, bukan fraksinya, sekalipun yang bersangkutan Ketua Fraksi (Ketua Fraksi Demokrat, Naboys Tallo,S.Sos yang juga walkout). Saya yang pimpin Rapat Paripurna itu, sehingga saya menawarkan ke floor dan menyetujui perubahan jadwal dengan memberikan kesempatan kepada BK untuk menyampaikan keputusannya,”tandas Singhs.
Terkait dugaan publik bahwa sudah ada desain untuk memberhentikan Enny Anggrek dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Kabupaten Alor, Sulaiman Singhs secara diplomatis mengatakan bahwa segala sesuatu memang perlu didesain.
“Kalau tidak didesain mau jadi apa. Semuanya harus didesain, jadwal harus didesain, harus direncanakan. Kalau tidak direncanakan, atau sekonyong-kenyong, bagaimana caranya. Semua harus by design,”ujar Singhs.
Ketika media ini kembali memperjelas pertanyaan bahwa maksudnya bahwa desain agar Keputusan BK harus memberhentikan Ketua DPRD Alor, Sings kembali menegaskan bahwa dari narasi yang sejak awal dia sampaikan secara kronologis, jelas bahwa yang bersangkutan (Enny Anggrek) telah diberikan hak untuk melakukan klarifikasi dan argumentasi, membela diri dengan menyampaikan apapun, tetapi tidak dipergunakan secara baik sesuai mekanisme di BK.
“Jadi sebenarnya yang mendesain itu adalah dirinya (Enny Anggrek) sendiri, untuk kepentingan dirinya sendiri. Jadi bukan didesain oleh Anggota DPRD yang hadir hari itu (saat Rapat Paripurna, 29/11/2022),”pungkas Singhs. (ap/linuskia)