alorpos.com—KASUS kredit macet Komandan Kodim (Dandim) 1622 Alor (kini mantan), Letkol Budi Hartono pada Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Budi Artha Kalabahi senilai Rp 600 juta sejak Maret 2022 silam, masih terus menggelinding hingga kini. Salah satu barang jaminan yang digunakan Budi Hartono untuk meminjam di KSU Budi Artha adalah sertifikat tanah atas nama almarhum Yunus Manikari, yang diserahakan anak kandungnya selaku alih waris, Imanuel Manikari, Anggota TNI pada Kodim 1622 Alor.
Karena mantan Dandim 1622 Alor itu tidak mengembalikan pinjamannya hingga kini, maka barang jaminan berupa sertifikat tanah milik Yunus Manikari yng jadi agunan, masih dalam penguasaan KSP Budi Artha.
Belakangan, Imanuel Manikari selaku alihwaris melalui tim kuasa hukumnya terus memberikan somasi kepada KSP Budi Artha agar segera mengembalikan sertifikat dimaksud.
Terbaru, sebagaimana disampaikan pihak KSP Budi Artha kepada media ini, Selasa (29/4/2025), bahwa ada pemberitaan salah satu media digital yang katanya berpusat di Jakarta, melalui video yang beredar, pihak Imanuel Manikari dan kuasa hukumnya membuat pernyataan, seolah-olah pihak KSP Budi Artha bekerja sama dengan mantan Dandim 1622 Alor, Budi Hartono sehingga mereka dirugikan.
KSP Budi Artha melalui salah satu kuasa hukumnya, Koilal Loban,S.H.,M.H, menyayangkan pemberitaan media dimaksud, seolah-olah pihak KSP Budi Artha bekerja sama dengan mantan Dandim 1622 Alor, Letkol.Budi Hartono, karena seolah-olah semua berkas dokumen pengajuan kredit antara lain surat kuasa, sertifikat tanah dan Surat Perijanian Kerja (SPK) proyek antara PT.Tiga Dara dengan mantan Dandim 1622 Alor sebagai jaminan kredit itu tanpa sepengetahuan Ima Manikari.

Koilal Loban,S.H.,M.H., selaku Kuasa Hukum KSU Budi Artha
Padahal lasimnya, jelas Koilal, segala berkas pengajuan pinjaman atau kredit seperti bank maupun di koperasi-koperasi itu, formatnya sudah disediakan, tetapi yang mengisi format itu adalah orang yang mengajuakan kredit atau pinjaman dimaksud, serta berupaya sendiri untuk melengkapi dokumen persyarakatn lainnya yang dibutuhkan. Hal itu pula yang dilakukan Imanuel dan saksinya Serma Deni Goa atas nama Dandim 1622 Alor saat mengurus berkas dokumen pinjaman di KSP Budi Artha.
“Ada penggiringan opini bahwa KSU Budi Artha berani memberikan pinjama sebesar Rp 600 juta kepada mantan Dandim 1622 Alor padahal nilai tanah yang menjadi jaminan itu jauh lebih kecil. Memang betul, itu tanah begitu (nilainya kecil), tetapi selain sertifikat tanah tersebut, mereka juga meyakinkan pihak Budhi Artha, dengan menyerahkan pula SPK (Surat Perjanjian Kerja, terkait proyek antara Dandim 1622 Alor sebagai subkon dari PT.Tiga Dara Karya Sejahtera),”beber Koilal.
Sedangkan terkait sertifikat tanah, dia menjelaskan bahwa kalau kita meminjam pakai barang jaminan milik orang lain, maka orang tersebut harus memberikan surat kuasa. Dan kami dan saksi kami, demikian Koilal, bisa membuktikan bahwa bapak Ima Manikari sendiri yang datang mengisi dan tanda tangani surat kuasa (kepada mantan Dandim 1622 Alor) untuk menggunakan sertifikat tanah mereka sebagai jaminan pinjaman di KSP Budi Artha.
“Sertifikat tanah itupun dia (Ima) yang antar datang, tetapi opini yang dibentuk seolah-olah Budi Artha yang ambil sertifikat tanah tersebut di dia (Ima) punya rumah. Kalau bapak Ima tetap menyangkal bahwa dia tidak pernah tanda tangan, maka silahkan kita tempuh jalur hukum. Pihak KSP Budi Artha, punya bukti yang valid dan kuat,”tandas Koilal.
“Tetapi bapa Ima ini bukan orang lain, sehingga bisa kita selesaikan secara baik-baik. Tidak ada masalah yang tidak bisa kita pecahkan. Intinya, sertifikat tanah jaminan itu bukan diambil pihak KSP Budi Artha tanpa sepengetahuan pemilik. Bapak Ima sendiri sebagai pemilik sertifikat yang secara sadar dan tahu menahu bahwa sertifikat tanah itu dijadikan agunan oleh atasannya (mantan Dandim 1622 Alor, Budi Hartono),”sambung Koilal.

Para karyawan KSP Budi Artha dalam sebuah kegiatan dalam rangka HUT Reformasi KSP Budi Artha tahun 2024
Menurut Koilal, ada saksi anggota Kodim 1622 Alor, Serma Edi Goa yang turut bersama Ima mengurus pinjaman Dandim Alor (kini mantan). Koilal menegaskan bahwa jika saat itu jaminannya hanya sertifikat tanah tersebut maka pasti ditolak KSP Budi Artha, tetapi karena ada SPK proyek yang disertakan dalam dokumen usulan pinjaman, maka pinjaman itu disetujui.
Terkait adanya somasi dari pihak Ima dan kuasa hukumnya, Koilal Loban menegaskan bahwa tidak ada dasar hukum, pasal atau ayat Undang-undang manapun yang mewajibkan bahwa orang yang tersomasi harus membalas somasi. Menurutnya, tersomasi punya hak, bukan kewajiban untuk membalas somasi.
Jadi, jelas Koilal, kalau kuasa hukumnya Ima sudah memberikan somasi tetapi tidak ada tanggapan, itu hal yang wajar, bukan sesuatu yang luar biasa.
“Kalau somasinya tidak kami balas, maka silahkan tempuh jalur hukum. Pada dasarnya kami menunggu maka pakai jalur apa, mau pidana kami siap ikuti, mau perdatapun kami siap ikuti. Tetapi kita berharap agar dibicarakan secara baik-baik karena kedua pihak (pihak Ima dan KSP Budi Artha) sama-sama menjadi korban,”tandas Koilal.
Pada saat pengajuan pinjaman ke KSP Budi Artha, lanjut Koilal, Budi Hartono itu bukan orang sipil tetapi anggota TNI yang menjadi atasan (Komanda Kodim 1622 Alor saat itu) dari Ima.
“Jadi hubungannya sudah jelas. Soal kesepakatan antara bapa Ima dengan Dandim (Budi Hartono) kita tidak tahu. Pada posisi ini, pihak Budi Artha dan bapa Ima itu sama-sama jadi korban. Video (pemberitaan salah satu media) yang beredar, ada nama bapa manager (Manager KSP Budi Artha) karena menurut bapa manager, harga tanah itu sekian. Jadi publik seolah-olah digiring bahwa harga tanah hanya sekian (kecil) kenapa Budi Artha berani berikan pinjaman begitu besar (Rp 600 jutaan). Padahal, waktu itu pemohon pinjaman, dalam hal ini Budi Hartono selaku Dandim 1622 Alor saat itu, meyakinkan pihak KSU Budi Artha, yang bahasa hukumnya, serangkaian upaya untuk membujuk, merayu agar bagaimana pihak Budi Artha bisa mengeluarkan uang. Hal itu ditandai dengan jaminan Surat Perjanjian Kerja terkait adanya proyek. Ini yang membuat pihak Budi Artha menaruh kepercayaan, apalagi waktu itu dengan Dandim,”ungkap Koilal.

Koilal Loban,S.H.,M.H., (kiri) saat memberikan keterangan pers, Selasa (29/4/2025) di Kantor KSP Budi Artha, kawasan Sawah Lama, Desa Lendola, Kecamatan Teluk Mutiara, didampingi Manager, Ketua dan Pengawas KSP Budi Artha
Lebih jauh Koilal berpendapat bahwa mantan Dandim 1622 Alor itu bisa diproses hukum secara pidana umum karena harus bertanggungjawab. Tetapi pada prinsipnya, demikian Koilal, pihak Budi Artha masih mengharapkan itikat baik.
“Bapa Ima tahu persis bahwa Budi Artha sangat dirugikan, jadi jangan merasa dia sendiri yang korban. Dari awal kalau bapak Ima tidak mau, kenapa mau kasih sertifikat tanah kepada atasannya untuk jadi jaminan pinjaman. Jadi kita tetap harapkan itikat baik dari bapak Ima,”ujar Koilal.
Selanjutnyam Koilal menerangkan bahwa pihaknya akan bertemu lagi dengan Dandim 1622 Alor saat ini, untuk memfasilitasi pertemuan bersama dengan Ima dan pihak KSP Budi Artha, demi mencari jalan keluar penyelesaian masalah ini, karena Ima dan Budi Artha sama-sama sebagai korban.
Sementara itu, Ketua KSP Budi Artha, Rony Adang menghendaki agar masalah ini tidak berlarut-larut, tetapi diselesaikan secepatnya.
“Sertifikat tanah yang jadi agunan pinjaman itu ada disini (Kantor KSP Budi Artha), bapa Ima itu bukan orang lain, bapak Nasir (Manager KSP Budi Artha) juga bukan orang lain, saya juga bukan orang lain, maka mari kita cari jalan keluar. Dalam berita (salah satu media digital yang berkantor di Jakarta,red) bahwa ada somasi ketiga dari Ima dan Kuasa Hukumnya kepada KSP Budi Artha, tetapi kami tidak respon. Mari kita bertemu untuk bicarakan baik-baik untuk mencari solusi terbaik. Jangan buat informasi di media yang merusak nama baik lembaga kami,”tandas Rony Adang.

Rony Adang, Ketua KSP Budi Artha
Menurut Rony, KSP Budi Artha tidak sembarang dalam menjalankan usahanya, tetapi selalu membantu masyarakat dan berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi daerah ini secara profesional, sehingga persoalan dengan pinjaman dari mantan Dandim 1622 Alor itu jangan digiring untuk merusak citra Budi Artha.
“Mari kita baku omong, karena uang pinjaman itu kami setujui dan serahkan karena ada jaminan berupa sertifikat tanah. Dan sertifikat tanah itu bukan ada kaki sehingga jalan sendiri ke Kantor Budi Artha. Jadi jangan mempersulit, mari kita selesaikan bersama-sama sesuai mekanisme yang benar. Kita punya bukti dokumen pinjaman yang lengkap,”kata Rony Adang.
“Kalau bapak Ima merasa rugi karena sertifikat tanahnya, kami juga rugi karena uang lembaga yang nilainya besar keluar itu. Maka mari kita sama-sama cari jalan keluar,”himbau Rony.
Rony mengisahkan, pengajuan kredit oleh Budi Hartono, mantan Dandim 1622 Alor itu pada 9 Maret 2022 dengan jaminan satu sertifikat tanah seluas 1552 meter persegi atas nama almarhum Bapak Yunus Manikari, ayah kandung dari Imanuel Manikari, terletak di RT.1 RW.1 Desa Fanating, Kecamatan Teluk Mutiara. Selain itu, jelas Rony Adang, ada tambahan jaminan kredit berupa Surat Perjanjian Kerja antara mantan Dandim 1622 Alor, Budi Hartono dengan PT.Tiga Dara Karya Sejahtera.
“Dengan tambahan jaminan berupa SPK ini, kita berani cairkan pinjaman yang nilainya besar senilai Rp 600 juta. Jadi jaminannya sertifikat tanah, SPK dan faktor kepercayaan, apalagi ini dengan Dandim 1622 Alor saat itu, orang besar sehingga kita merasa tidak mungkin akan ditipu,”ujar Rony Adang, sembari menambahkan bahwa jangka waktu pinjaman satu tahun (Maret 2022-Maret 2023), tetapi hanya satu kali bayar cicilan, dan selanjutnya tidak sama sekali hingga kini.

Serma Deni Goa, Anggota TNI Kodim 1622 Alor (kanan)
Sementara itu, Serma Deni Goa, anggota Kodim 1622 Alor kepada media ini, Selasa (29/4/2025) di Kantor KSU Budi Artha mengakui bahwa atas perintah mantan Dandim 1622 Alor, dia selalu mendampingi Imanuel Manikari yang juga anggota Kodim 1622 Alor, dalam proses pengajuan pinjaman di KSU Budi Artha sehingga dia tahu semua dokumen persyaratan yang diisi dan ditanda tangani oleh Ima, terkait sertifikat tanah sebagai jaminan.
Deni juga mengakui ada SPK terkait proyek dinana mantan Dandim 1622 Alor, Budi Hartono sebagai subkon dari PT.Tiga Dara Karya Sejahtera dalam pekerjaan proyek drainase dan dinding penahan di Mataraben, Abad Selatan, serta Irigasi di Wormanen yang total nilai proyek sebesar Rp 800 Juta.
Sedangkan Nasir selaku Manager KSP Budi Artha, mengaku didesak mantan Dandim 1622 Alor, Budi Hartono melalui telepon agar segera cairkan pinjamannya. Rupanya desakan pencairan pinjaman itu dalam rangka pekerjaan proyek sebagaimana tertuang dalam SPK terkait proyek bersama PT.Tiga Dara yang juga menjadi jaminan.

Nasir (tengah), Manager KSP Budi Artha
“Ini desakan bukan main-main punya, bapak Ima (Imanuel Manikari) omong semua dokumen persyaratan sudah lengkap, seperti sertifikat tanah, surat kuasa, surat keterangan RT, tetapi koq bisa sudutkan saya. Pemeriksaan berkas pinjaman itu dilakukan secara berjenjang dan saya acc besarnya pinjaman. Desakan itu diketahui bapa Deni (Serma Deni Goa, anggota Kodim 1622 Alor) yang turut menyaksikan. Apalagi ini pamglima Alor, masa dia mau tipu-tipu,”cerita Nasir. (ap/linuskia)