DALAM sapaannya mengawali kegiatan tatap muka bersama Kepala Pusat Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PPMDDT), DR.H.Yusra,M.Pd., dengan Tenaga Ahli (TA) Dana Desa Kabupaten Alor, Pendamping Desa (PD) tingkat kecamatan, dan Pendamping Lokal Desa (PLD), Jumad (12/11/2021), Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Alor, Drs.Imanuel Djobo,M.Si., mengungkapkan tiga tantangan yang dihadapi.
Menurut El Djobo, demikian sapaan akrab Imanel Djobo, bahwa untuk mempertahankan desa yang sudah maju itu tidak gampang. Karena itu kemitraan dan kerja sama dengan pemerintah pusat melalui Kementrian Desa dan pemerintah propinsi, kata El, terus berjalan baik, dengan tujuan membuat desa tanpa kemiskinan, desa tanpa stunting (pertumbuhan kerdil), desa tanpa keterbelakangan.
“Tapi tantangan kita juga cukup berat, ada kurang lebih tiga tantangan kita di Kabupaten Alor, dalam hal pengembangan pemerintahan desa,”tandas El.
Pertama, sebut mantan Kandis Kominfo Kabupaten Alor ini, yakni mindset (pola pikir/cara pandang) pelaku di tingkat di desa, bahwa jangan sampai dana desa yang dikucurkan pemerintah begitu besar, ternyata tidak berimplikasi positip terhadap pengurangan angka kemiskinan. Kedua, ujar El, topografi wilayah Kabupaten Alor yang masih cukup sulit, maka banyak kebutuhan-kebutuhan dasar yang belum terpenuhi. Ia mencontohkan, kebutuhan air bersih, listrik dan jalan raya yang di banyak desa belum terpenuhi.
Meskipun dana desa yang diberikan itu nilainya besar, kata El, tetapi dengan tingkat kesulitan topografi wilayah, memang agak sulit, sehingga beberapa tahun terakhir ini, pemerintahan desa berupaya agar desa bisa mengatasi kebutuhan-kebutuhan mendasar tersebut. Karena itu, lanjut El, kegiatan-kegiatan yang bersifat penguatan kapasitas pemerintahan desa dalam bentuk pelatihan, masih sangat kurang.
“Karena itu, pada kesempatan yang baik ini, kami titip satu harapan pada pa Yusra dan teman-teman, ibu Siti Abdullah (Pejabat Kemendes asal Alor), kalau tahun depan (2022) ada kegiatan-kegiatan, atau program-program yang berkaitan dengan penguatan kapasitas pemerintahan desa, barangkali kami bisa dibantu,”pinta El Djobo.
Tantangan ketiga, demikian El, terkait pendamping desa yang betul-betul menjadi solusi terbaik terhadap berbagai persoalan yang ada di desa. Pendamping desa dinilai El telah memberikan kontribusi yang positip dalam proses pendampingan di desa. Apalagi, lanjut El, sekarang ini dengan pelaporan yang harus dilakukan on time, maka dia mengaku kadang marah dengan para pendamping desa kalau mereka (pendamping desa) tidak ada di desa.
“Kalau saya dapat laporan bahwa adik-adik pendamping tidak ada di desa, maka itu saya marah. Saya minta kepada pa Machris (Machris Mau,SP) sebagai Koordinator Kabupaten (Korkab), kalau ada laporan seperti itu, cepat disampaikan kepada kami, supaya kami bisa memberikan teguran kepada mereka,”tegas putra mantan Bupati Alor, Drs.Jack Djobo ini.
Menariknya El mengatakan ia terpaksa harus terbuka menyampaikan satu kesulitan yang dihadapi para pendamping desa di Kabupaten Alor, bahwa dengan topografi wilayah daerah ini yang cukup ekstrim, maka pendamping, terutama PLD (Pendamping Lokal Desa) yang menangani tiga sampai empat desa itu mengalami kesulitan. Karena itu dia mengusulkan agar ada tambahan biaya semacam biaya kemahalan bagi para pendamping.
“Kalau bisa ada sertfikiasi tenaga pendamping desa untuk wilayah perbatasan RI. Semoga usulan kami ini bisa sebagai ole-ole untuk disampaikan kepada Gus Menteri (Menteri Desa), supaya kolaborasi kita untuk mewujudkan desa yang maju dan mandiri, bisa terwujud secara baik,”pungkas El Djobo dalam pertemuan yang dihadiri lima TA Kabupaten, belasan PD dan PLD. Data yang diperoleh media ini, Jumlah PD di Kabupaten Alor sebanyak 34 orang dan PLD sebanyak 42 orang.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Desa Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PPMDDT), DR.H.Yusra,M.Pd mengatakan di Indonesia, ada 35 ribu lebih pendamping, sesuai pagu anggaran yang diberikan Kementrian Keuangan RI. Kalau bisa normal, ujar Yusra, maka dibutuhkan 40 ribu pendamping. Saat ini, kata Yusra, masih kekurangan pendamping sebanyak 6.741 orang dari quota 40 ribu tenaga pendamping.
Soal standar biaya terkait usulan kenaikan biaya operasional dan honor PLD kepada Menteri Keuangan, jelas Yusra, prinsipnya disetujui, tetapi karena Tahun 2020 dan 2021 itu APBN sangat terpukul akibat pandemi Covid-19 sehingga belum bisa diakomodir.
“Mudah-mudahan di Tahun 2022 sudah dimungkinkan quota anggaran kita (untuk pendamping) bisa ditambah, dan juga jumlah quota pendamping juga bisa ditambah,”kata Yusra disambut aplaus para pendamping yang hadir.
Tugas pokok dan fungsi Tenaga Pendamping Profesional, jelas Yusra, sangat diharapkan oleh Menteri Desa agar bekerja maksimal, termasuik dalam hal mengumpulkan data tentang kemiskinan, data tentang Perempuan Kepala Keluarga, data tentang difabel (penyandang cacat), data tentang orang-orang yang hidup dari bantuan.
“Ini menjadi data mikro, yakni data dari desa, untuk desa dan milik desa. Oleh karena itu, data ini menjadi penting, untuk memastikan bahwa, ketika data ini sudah tuntas (dikumpulkan), maka semua kementrian/lembaga wajib melakukan intervensi terhadap penyelesaian berbagai hal yang ada di data tersebut. Karena data kita adalah data mikro, data warga,”tegas Yusra.
Ia berpesan kepada semua tenaga pendamping semua, baik itu di tingkat propinsi, kabupaten, maupun pendamping desa yang ada di kecamatan, dan Pendampng Lokal Desa sebagai ujung tombak yang ada di desa-desa agar bekerja professional.
“Kalau tombak itu ujungnya tidak tajam, maka tidak akan bermanfaat. Karena itu PLD sebagai ujung tombak menjadi harapan paling besar dalam penyelesaian pendataan,”kata Yusra.
Terkait pengawalan, pembinaan, dan penyerapan penggunaan dana desa, lanjut Yusra, yang paling krusial dan selalu dipantau Presiden Jokowi adalah dana BLT dan penggunaan 8 % dana desa untuk penanganan Covid-19, sehingga harus dipastikan penyaluran dan pemanfaatannya tepat sasaran. (ap/linuskia)