alorpos.com—PEMERINTAH dan DPRD Kabupaten Alor saat ini sedang bersitegang, karena belum ada titik temu dalam pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan APBD Tahun Anggaran 2023. Puncaknya, Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang diketuai Sekda Kabupaten Alor, Drs.Soni O.Alelang, meninggalkan ruang sidang atau walk out, saat rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPRD Alor, Jumad (8/9/2023) lalu.
Untuk mengetahui kondisi keuangan daerah ini seperti apa saat ini dengan adanya refocusing serta terjadinya “perselsihan” dengan Badan Anggaran DPRD Alor, maka wartawan mengkonfirmasi Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD), Dewi R.Odja,SE, Rabu (13/9/2023) di ruang kerjanya.
Saat itu Dewi menjelaskan bahwa sesuai jadwal Badan Musyawarah, Pembahasan Rancangan KUA-PPAS Perubahan APBD TA.2023 itu mulai tanggal 5-8 September 2023. Jadwal itu, jelas Dewi, sudah dipenuhi Pemeritah Kabupaten Alor melalui TAPD. Menurutnya, hari pertama, Selasa (5/9/2023) Rapat Banggar dan TAPD, belum masuk pada substansi secara detail, tetapi masih secara global setelah dibacakan resume baik KUA maupun PPAS. Dewi menyebut ada beberapa pertanyaan dari sejumlah Anggota Banggar, terkait postur KUA-PPAS yang secara sepintas mereka lihat.
“Mereka (anggota Banggar) pertanyakan kenapa pendapatan berkurang. Ada pergeseran penerimaan dan pergeseran belanja. Hal itu dilihat peruntukannya dan sumber dana. Karena pengelolaan keuangan sekarang ini, kita bukan hanya mau pakai untuk apa, tetapi kita pastikan peruntukannya dan syaratnya itu bisa kita penuhi atau tidak,”jelas Dewi.
Hal ini, lanjut Dewi, karena syarat pentransferan itu punya aplikasi yang sudah membatasi, tidak bisa suka-sukanya pemerintah daerah. Dan ini, demikian Dewi, harus diverifikasi dan divaldasi oleh kementrian, baru bisa dikatakan layak.
“Kalau tidak, kita diminta untuk meyesuaikan lagi. Kemarin (saat rapat di DPRD), saya sudah bilang ke Banggar bahwa kita punya batasan pentransferan, sehingga bukan pemerintah daerah yang mau buat suka-suka. Kalau kita tidak memenuhi syarat tahap pertama, maka otomatis tahap kedua dan ketiga itu tidak bakalan diterima. Dampaknya itu besar, karena kita punya ketergantugan pada pemerintah pusat melalui dana transfer itu sangat besar. Baik DAU (Dana Alokasi Umum), DBH (Dana Bagi Hasil), DAK (Dana Alokasi Khusus) termasuk Dana Insentif yang kita terima untuk kebutuhan masyarakat,”papar Dewi.
Sebagai Sekretaris TAPD dan juga Pejabat Pengelola Keuangan, Dewi mengaku harus punya langkah-langkah dan pemetaan-pemetaan, kedepannya, sampai dengan penata usahan dan pertangungjawaban. Dewi berpendapat bahwa perencanaan penganggaran merupakan salah satu tahapan, sehingga pihaknya secara teknis sudah harus berpikir, bagaimana penatausahan dan pertangungjawabannya agar bisa aman.
Menurutnya, angka target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 58 Milyar itu sudah ditetapkan Pemerintah dan DPRD pada APBD murni Tahun 2023, sehingga di Perubahan APBD Tahun 2023, tidak diapa-apakan.
“Kita hanya menggeser saja sesuai hasil evaluasi. Terus kita menambahkan satu potensi penerimaan yang bersumber dari Penyertaan Modal ke Bank NTT yang ada tambahan deviden sebesar Rp 917 Juta. Ini yang kita tambahkan sebagai bagian dari pendapatan untuk menutupi kita punya besaran alokasi yang harus kita tambahkan untuk ADD (Alokasi Dana Desa). Kalau semuanya kita bebankan pada rasionalisasi belanja, efisiensi belanja, maka habislah kita, bisa jadi kita berhutang untuk Tahun 2024,”tandas Dewi.
Apalagi Dewi mengatakan bahwa Tahun Anggaran 2024 itu beban APBD lebih besar, dengan kemampuan daerah yang sudah dibatasi. Beban besar itu karena ada Pemilu 2024, serta ada lagi RUU untuk RAPBN 2024 yang disampaikan Presiden RI, bahwa ada kenaikan gaji PNS 8 % itu dampaknya besar.
Karena itu Dewi berharap agar Banggar DPRD Alor bisa memahami kondisi keuangan daerah yang disampaikan TAPD. Terkait dasar hukum dilakukan refocusing, Dewi menerangkan bahwa pihaknya mendatakan surat-surat dari Kementrian Keuangan dan sejumlah regulasi sudah diberikan ke Anggota Banggar sebagai referensi.
Surat Menteri Keuangan itu, jelas Dewi, dalam lampirannya terbaca bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Alor belum memenuhi besaran ADD yang diamanatkan. Menurut perhitungan Kementrian Keuangan, bahwa ADD itu besarannya harus sekurang-kurangnya 10 persen dari keseluruhan DAU Kabupaten Alor sebesar Rp 595 Milyar.
“Makanya penghematan dan efisiensi belanja itu untuk kita masukan sebagai alokasi tambahan bagi ADD yang kurang, bukan untuk dikemana kemanakan. Sanksinya, jika sampai batasan waktu yang ditentukan, tidak dikirimkan Peraturan Bupati terkait Komitmen Pemerinah Daerah untuk ADD, maka pertama, DAU kita ditunda. Kedua, DAU kita dipotong,”tandas Dewi.
DAU kita sekarang ini, sambung Dewi, ditransfer lebih kecil dari tahun lalu. Menurutnya, transferan tahun lalu (2022) sebesar Rp 47 Milyar, sekarang (2023) hanya Rp 33 Milyar saja.
“Kita punya rutinitas pembayaran bulanan, seperti gaji pegawai serta lain-lain yang wajib itu membutuhkan dana hampir Rp 30 Milyar. Maka kalau kita punya DAU ditunda, apa jadinya kita di daerah ini,”ujar Dewi.
Ia juga menjelaskan, PAD Alor memang ditaksasi pada APBD murni sebesar Rp 58 Milyar, tetapi Rp 10,2 Milyar itu punya kapitasi yang tidak bisa dikelola oleh pemerintah daerah. (Untuk diketahui, dikutip media ini dari google, kapitasi adalah besaran pembayaran perbulan yang dibayar dimuka kepada Puskesmas berdasarkan jumlah peserta yang terdaftar, tanpa memperhitungkan jenis dan jumlah pelayanan kesehatan yang diberikan).
“Artinya (dana kapitasi) itu tidak masuk RKUD (Rekening Kas Umum Daerah), hanya numpang saja di APBD. Jadi ada beberapa belanja-belanja atau pendapatan-pendapatan yang numpang itu kapitasi, seperti Dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah), Dana Desa, itu hanya numpang saja. Numpang di pendapatan, numpang di belanja. Kita hanya konsolidasi saja dalam APBD, tetapi tidak bisa kita utak-atik karena peruntukannya sudah jelas, dan itu diaudit per bulannya,”tegas Dewi.
Dia mengakui bahwa sebelumya dana kapitasi masuk kelompok jenis PAD, tetapi setelah pihaknya pulang dari evulasi pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2022, dan memperhatikan beberapa regulasi terkait Penyusunan RAPBD TA.2023, perlu dilakukan pergeseran sumber pendapatan. Menurutnya, dana kapitasi bukan keluar dari sumber pedapatan, tetapi bergeser tempat dari PAD ke Lain-lain Pedapatan Yang Sah.
“Disamping itu juga, ada penambahan pasien, dalam hal ini penanganan dari sumber dana kapitasi, sehingga pemindahan dana Rp 10,2 Milyar dari PAD itu, ditambah lagi pergeseran Rp 3 Milyar dari yang sudah, dan yang akan kita peruntukan bagi pelayanan kesehatan di Puskesmas. Itu sudah jelas, tidak bisa kita atur-atur lagi, kalau untuk sumber dana dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). Dari dana transfer juga ada beberapa pengurangan sumber pendapatan, terkait dengan SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) yang kita bawah Tahun 2022 ke 2023,”jelas Dewi.
Ia menekankan bahwa pengurangan sumber pendapatan itu karena pengelolaan DAK (Dana Alokasi Khusus) Non Fisik itu, apabila tidak digunakan dalam tahun berjalan, maka akan mengurangi transferan tahun berikutnya. Untuk itu, lanjut Dewi, dalam postur Perubahan APBD harus disesuaikan, karena ada penyesuaian pedapatan melalui dana transfer dan penyesuaian penerimaan pembiayaan.
“Dari Perubahan APBD ini juga, bukan hanya postur pendapatan yang kita sesuaikan, tetapi belanja juga. Kenapa belanja juga, karena dalam dana transfer di pendapatan daerah kita, ada tambahan Insentif Fiskal untuk pemerintah daerah. Setelah kita tetapkan APBD TA.2023, baru ada besaran alokasi (Dana Insentif Daerah) yang ditetapkan Menteri Keuangan, dari Rp 20,7 Milyar, kita sudah berusaha memenuhi syarat-syarat salur, baru kita diterima, yang pada bulan April atau Mei itu sudah masuk Tahap I sebesar 50 persen, atau Rp 10 Milyar lebih,”ungkap Dewi.
Sedangkan untuk gaji PPPK, Dewi mengatakan kasusnya berbeda, karena yang diarahkan untuk sumber dana specific grand, Alor baru Rp 28 Milyar. Tetapi, jelas dia, dari Rp 28 Milyar itu, sesuai arahan yang diterima, peruntukannya bagi penggajian Formasi PPPK. Formasi PPPK di Kabupaten Alor itu dari Tahun 2020, 2021 dan 2022 sebanyak 515 orang.
“Kita berpikir Rp 28 Milyar itu untuk pembayaran gaji seluruh PPPK, ternyata surat turun (dari pusat) bukan untuk PPPK secara keseluruhan, tetapi PPPK yang formasi Tahun 2022 dan 2023. Jumlah Formasi PPPK di Alor pada Tahun 2022 dan 2023 sebanyak 370 orang. sehingga setiap bulan kita harus membayar sekitar Rp 1,3 Milyar. Kalau Rp 1,3 Milyar dikalikan dengan tujuh bulan kedepan, maka kurang lebih Rp 7 – 8 Milyar. Hal-hal ini yang membuat postur APBD kita berubah,”tandas Dewi.
Disinggung bahwa sampai ada aksi walk out dari rapat dengan Banggar DPRD Alor, Dewi mengatakan bahwa hal itu karena pertanyaan-pertanyaan dari Anggota Banggar DPRD, sudah dijelaskan pemerintah melalui TAPD.
“Tetapi kita sampai walk out, sesuai penjelasan pak Sekda (ex officio) Ketua TAPD, Drs.Soni O.Alelang), bahwa apa yang dipertanyakan, sudah dijelaskan oleh Pemda melalui TAPD. Berbagai regulasi juga sudah kita gandakan dan diberikan kepada Anggota Banggar sebagai referensi. Kita masih punya waktu sampai 30 September sudah ada persetujuan bersama antara Pemerintah dan DPRD (terkait Perda Perubahan APBD TA.2023). Kalau sampai 30 September itu tidak ada kesepakatan, berarti akan ada Peraturan Bupati tentang Perubahan APBD TA.2023,”ujar Dewi.
Dengan sisa waktu 15 hari, karena jadwal baru yang telah ditetapkan DPRD agar Rapat TAPD dan Banggar akan dilanjutkan lagi pada Jumad (15/9/2023), secara teknis Dewi menilai waktu tersebut memang sangat mepet.
“Jadwal baru tanggal 15 September lanjut rapat Banggar dan TAPD untuk bahas KUA-PPAS. Lalu jam tujuh malam ada Penandatanganan Kesepakatan KUA-PPAS. Besoknya, Sabtu (16/9/2023) mulai RAPBD Perubahan untuk penyampaian Pengantar Nota Keuangan (oleh Bupati Alor). Bagi saya, jadwal ini, kenapa tidak di hari Senin (18/9/2023) saja Penandatangan Kesepakatan KUA-PPAS sehingga ada tahapan yang kita tidak lompat,”keluh Dewi.
“Karena setelah kesepakatan (KUA-PPAS) itu ada, kita harus menyurati semua OPD (Organisasi Perangkat Daerah), untuk mereka menyiapkan RKA (Rencana Kerja dan Anggaran), baru kita rampugkan dalam RAPBD, lalu dibawah sebagai Pengantar Nota Keuangan. Bagaimana kita sepakati Jumad, besoknya Pengantar Nota, nanti saya disalahkan lagi oleh DPRD, dokumennya mana ini. Ini pengantar saja yang tipis, dokumennya mana. Ini masalah lagi,”sambung wanita blasteran Pulau Pura-Ende Flores ini.
Terus, lanjut Dewi, Jawaban Bupati atas Pemandangan Umum Fraksi-fraksi di hari Senin (18/9/2023), sehingga fraksi menyusun pemandangan umum mereka di hari Sabtu dan Minggu (16-17/9/2023). Secara teknis, demikian Dewi, Pemandangan Umum Fraksi itu harus disampaikan kepada Pemeritah Daerah secara tertulis, untuk pihaknya menyiapkan jawaban bupati. Karena itu Dewi berharap agar ada komunikasi yang baik antar pimpinan, sehingga rapat-rapat bisa dilanjutkan kembali dengan jadwal yang tidak terlalu mepet.
Sebelumnya, Senin (11/9/2023) di ruang kerjanya, Ketua TAPD yang juga Sekda Alor, Drs.Soni O.Alelang kepada media ini menjelaskan bahwa TAPD meninggalkan ruang sidang, saat rapat dengan Banggar DPRD Alor tentang KUA-PPAS Perubahan APBD TA.2023, Jumad (8/9/2023), karena semua pertanyaan Banggar sudah dijelaskan TAPD terkait kondisi keuangan daerah saat ini yang sedang melakukan refocusing, tetapi Banggar tetap mempertanyakan hal-hal yang sama, dan meminta tambahan dana untuk POKIR dan Bimtek Anggota DPRD.
“Refocusing itu sekitar Rp 43 Milyar, berpengaruh pada pendapatan dan belanja secara keseluruhan. Pendapatan itu harus seimbang dengan belanja, sehingga di akhir tahun tidak mengalami defisit. Kalau defisit, maka akan berpengaruh pada dukungan pemerintah pusat di tahun-tahun berikutnya,”ujar Alelang.
Menurutnya, DPRD menghendaki adanya rasionalisasi untuk menyiapkan sejumlah dana, dalam rangka mengakomodir POKIR Anggota DPRD dan juga Peningkatan Kapasitas (Bimtek).
“Pemerintah tidak bisa penuhi di tahun ini, karena kita sudah lakukan refocusing berdasarkan amanat Menteri Keuangan. Anggaran untuk semua OPD yang telah dialokasikan dalam APBD Tahun 2023, sebagiannya digeser untuk memenuhi arahan pemerintah pusat, bahwa kita harus memenuhi sejumlah anggaran tambahan untuk memenuhi Alokasi Dana Desa, serta pembayaran gaji PPPK. Yang tersisa di OPD-OPD itu hanya anggaran specific grand, yakni dana-dana arahan pusat yang harus dikelola oleh OPD,”tandas Alelang.
Karena itu, lanjut mantan Kepala BKPSDM Kaupaten Alor ini, Pemkab Alor tidak mungkin memenuhi permintaan DPRD, untuk tambahan POKIR dan Peningkatan Kapasitas (Bimtek). Dikisahkannya, bahwa dalam Rapat Banggar dan TAPD, anggota dewan menhendaki agar Pemkab melakukan rasionalisasi belanja. Tetapi Alelang mengatakan bahwa rasionalisasi belanja tidak bisa lagi karena mau ambil dari mana, karena yang tersisa di OPD hanya dana-dana specific grand dan DAK. Selebihnya sudah dirasionalisasi.
Menyadari rasionalisasi sudah tak mungkin, Alelang menurutkan bahwa anggota dewan kemudian minta agar PAD dikasih naik supaya bisa memenuhi kebutuhan DPRD. Tetapi, jelas Alelang, PAD juga sudah rasional. Anggota dewan, lanjut Alelang, coba membandingkan PAD, khususnya dari retribusi daerah Tahun 2022 dianggarkan Rp 31 Milyar lebih itu bisa terpenuhi, kenapa Tahun 2023 ini hanya anggarkan Rp 29 Milyar, sehingga dewan minta agar disesuaikan dengan tahun lalu.
“Tetapi tahun lalu (2022) menjadi Rp 31 Milyar karena ada kompensasi pemerintah pusat, bahwa jasa retribusi pelayanan kesehatan dalam rangka Covid-19 itu, baru dialokasikan pada Tahun 2022, lalu uang itu ditransfer dan dicatat sebagai Pendapatan Asli Daerah,”jelas Alelang.
Lebih jauh Alelang mengungkapkan bahwa sesuai kesepakatan konsultasi Banggar dan Komisi Komisi di DPRD, merekomendasikan agar kalau bisa, pemerintah menambah mereka POKIR senilai Rp 10 Milyar, termasuk Peningkatan Kapasitas Anggota DPRD. Karena pemerintah melalui TAPD menyatakan tidak bisa karena tidak ada uang lagi, ujar Alelang, dewan menurunkan permintaan mereka menjadi tiga atau empat milyar rupiah.
“Jangkan tiga atau empat milyar rupiah, satu milyar saja tidak bisa lagi. Untuk menghormati, merespon DPRD sebagai mitra, maka kami (TAPD) mengatakan kami mungkin pasang badan saja untuk memaksimalkan pendapatan atau rasionalisasi belanja itu hanya Rp 600 juta, tetapi itu mereka (anggota dewan) tidak mau. Mereka mau harus ada Bimtek dan ada tambahan POKIR,”ujar Alelang.
Menurut mantan Camat Kabola ini, bahwa POKIR anggota dewan itu sudah ada pada anggaran (APBD) murni Tahun 2023 yang tidak direfocusing, sehingga tidak perlu dipersoalkan lagi (minta tambahan) pada Perubahan APBD Tahun 2023 ini.
Karena tidak ada titik temu, lanjut Alelang, pada Kamis (6/9/2023), ia sebagai Ketua TAPD minta waktu untuk berkonsultasi dengan Bupati Alor (Amon Djobo), selaku pemegang kuasa Pengelola Keuangan Daerah.
“Dari konsultasi kami, beliau (Bupati Alor) menawarkan dua opsi, yakni kalau DPRD minta tambahan di POKIR dan Bimtek, maka pemerinah hanya bisa tambah Rp 600 juta. Kalau lebih dari itu, silahkan DPRD bahas sendiri, tetapkan sendiri Perubahan APBD Tahun 2023 hasilnya pemerintah dapat dan laksanakan saja. Tetapi kalau itupun tidak bisa, maka kita (pemerintah) akan gunakan ketentuan, apabila pembahasan itu mengalami deadlock, maka pemerinah akan gunakan Perbup (Peraturan Bupati). Sikap pemerintah ini sudah kami sampaikan dalam rapat bersama Banggar DPRD,”tegas Alelang.
Selanjutnya, demikian Alelang, Banggar minta waktu untuk rapat internal. Setelah rapat internal, lanjut dia, Anggota Banggar tidak menyampaikan sikap mereka seperti apa atas solusi yang ditawarkan pemerintah, tetapi langsung membahas pendapatan dan minta agar naikan penawaran pemerintah dari Rp 600 juta, menjadi Rp 3 Milyar atau Rp 4 Milyar.
“Nah, uang inikan kami yang tahu kondisinya. Kami bilang tidak bisa, ya memang sudah tidak bisa. Karena sudah tidak ada kata sepakat, maka kami meningalkan ruang sidang. Untuk apa kita bersidang, kalau kita tidak memahami kondisi keuangan daerah saat ini,”tegas Alelang, sembari menambahkan bahwa untuk menyelamatkan kondisi yang ada, karena pembahasan Perubahan APBD ini dibatasi hingga 30 September 2023, maka pihaknya sedang mempersiapkan Peraturan Bupati.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD selaku Wakil Ketua Badan Anggaran, Sulaiman Singhs,SH., ketika dikonfirmasi media ini, Senin (11/9/2023) di ruang kerjanya, mengatakan bahwa DPRD masih berniat baik dengan menyiapkan agenda yang baru lagi, untuk melanjutkan persidangan pada 15 September 2023.
“DPRD masih berniat baik untuk melanjutkan persidangan. Saya cuma statement singat begitu saja. Saya belum mau masuk pada substansi, karena memang pembahasannya belum masuk di substansi. Jadi saya tidak akan menjawab substansi (seperti yang disampaikan Ketua TAPD) itu. Soal TAPD walk out, ya silahkan. Dokumen itu punya pemerintah daerah yang dibawah kesini untuk meminta persetujuan DPRD. Jadi untuk itu semua, sekalipun TAPD yang melakukan walk out, tetap kita jadwalkan ulang,”tegas Singhs.
Lebih lanjut Singhs berpendapat bahwa seluruh dokumen yang dibawah Pemkab Alor itu dibahas dan membutuhkan persetujuan DPRD.
“Persetujuan itukan harus dengan sesuatu yang riil dan bisa dipertanggungjawabkan. Saya kalau sudah kasih signal itu, ya jangan buat statemen sembarang. Soal Perbup itu dimungkinkan oleh ketentuan, tetapi kan ada syaratnya,”tandas Singhs merespon wacana Perubahan APBD TA.2023 pakai Peraturan Bupati Alor kalau rapat dengan DPRD mengalami deadlock.
Menariknya Sighs menekankan bahwa jangan memulai jebakan, jangan memulai “tembakan” karena “tembakan” itu akan berakibat pada “tembakan” balik.
“Peperangan itu tidak berakhir di medan tempur, tetapi berakhir di meja perundingan. Karena itu jangan memulainya, karena sebentar lagi kita semua akan mengakhirinya. Kita semua akan berakhir, jadi jangan memulainya. DPRD masih punya niat baik untuk melanjutkan persidangan pada 15 September 2023 setelah reses,”pungkas Singhs. (ap/linuskia)