“Kita tidak boleh melihat orang Umapura Desa Ternate ini dengan sebelah mata. Wisata tenun ini bukan sekadar ole-ole atau cindramata untuk orang, tetapi sebagai potensi pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita setiap rumah tangga penduduk. Maka kita tak hanya sekedar promosi, tetapi penguatan-penguatan kelompok tenun sudah harus dibuat seperti sekarang ini”—Amon Djobo/Bupati Alor.
PEMERINTAH dan warga Desa Ternate, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, sukses menggelar Festival Makan Baru dan Tenun Ikat pada Sabtu (27/3/2021) di Umapura-Pulau Ternate. Sedikitnya 205 Kepala Keluarga dibawah kepemimpinan Kepala Desa, Rahman Kasim itu bersuka ria menyambut para tamu yang datang dari Kalabahi dan sekitarnya, maupun dari Kupang dan Jakarta, dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat, demi mencegah penyebaran Covid-19. Maklum, momentum tersebut Desa Ternate juga dilaunching Bupati Alor, Drs.Amon Djobo didampingi Kapolres Alor, AKBP.Agustinus Christmas,S.IK dan Dandim 1622 Alor, Letkol (Kav) Supiyan Munawar,S.Ag, sebagai Kampung Tangguh dalam memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Gaung Festival Makan Baru dan Tenun Ikat yang hanya di tingkat desa, dengan penyelenggara orang-orang desa dari dana swadaya masyarakat salah satu pulau kecil terluar itu, justru gemanya menyeruak hingga ke ibu kota Jakarta, menembus ke Pulau Samosir di Sumatra Utara sana, berkat peran Rumah Sandiuno Indonesia Kabupaten Alor. Buktinya, Menteri Pariwisata RI, Sandiaga S.Uno yang saat festival di Umapura-Alor berlangsung, sedang berada di Pulau Samosir, langsung menyampaikan apresiasinya.
“Dari Pulau Samosir, Danau Toba saya ingin menyapa bapak ibu sekalian, bahwa Indonesia adalah salah satu negera yang dianugerahi dengan kekayaan budaya yang luar biasa. Kekayaan budaya ini tersebar merata dari ujung barat sampai ke ujung timur, dari ujung utara sampai ke ujung selatan Indonesia. Sebagai bentuk pelestarian budaya di masyarakat, sekaligus upaya mempromosikan daerah, maka digelarlah festival budaya oleh pemerintah daerah di Indonesia. Karena itu kesempatan ini saya ingin mengucapkan selamat atas dilaksanakannya Festival Makan Baru Tenun Ikat di Desa Ternate, Kecamatan Alor Barat Laut. Semoga acara ini dapat menjadi momentum strategis untuk memperkenalkan budaya dan potensi pariwisata serta ekonomi kreatif di Umapura Desa Ternate, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor, Propinsi NTT,”demikian pernyataan mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta, dan mantan Calon Wakil Presiden RI pada Pilpres 2019 itu, melalui video, yang diunggah Ketua TP.PKK Kecamatan Alor Barat Laut, Lim Odja melalui akun facebook-nya.
Sandiago menyampaikan apresiasinya, karena festival dimaksud dapat mendukung pariwisata dan ekonomi kreatif kita agar bangkit kembali. Ketua Dekranasda Propinsi NTT, yang juga Anggota DPR RI, Julie Sutrisno Laiskodat juga menyampaikan apresiasi dan mengucapkan selamat atas diselenggarakannya Festival Makan Baru Tenun Ikat di Desa Ternate, Kecamatan Alor Barat Laut, Kabupaten Alor.
“Mari kita wujudkan Alor Barat Laut menjadi kecamatan pariwisata,”ajak Julie Laiskodat.
Karena itu, Bupati Alor, Drs.Amon Djobo ketika membuka festival ini sempat menegaskan bahwa Ternate ini pulau sejarah, pulau adat, maka gagasan unik dan luar biasa hari ini dipertontonkan lewat Festival Makan Baru dan Tenun Ikat.
“Pulau kecil ini melahirkan ide-ide besar, tidak saja untuk Kabupaten Alor, tetapi untuk Propinsi NTT dan Indonesia,”tandas Djobo.
Kesempatan itu pencetus tagline Alor Tanah Terjanji, Bumi Persaudaraan, Surga di Timur Matahari ini mengisahkan kembali peran Bupati Alor, Ir.Ans Takalapeta dan Ketua Dekranasda Dina Takalapeta-Meller saat memimpin Kabupaten Alor dua periode (1999-2009) mulai mendorong ibu-ibu penenun, termasuk di Umapura-Ternate mengembangkan tenun ikat sebagai potensi ekonomi, sekaigus potensi pariwisata.
Ketika itu, kata Djobo, bahwa Ans Takalapeta dan ibu Dina mempromosikan tenun ikat secara besar-besaran (melalui Expo Alor), dan sejarah menceritakan bahwa dari jari jemari perempuan Umapura-Desa Ternate melahirkan karya tenunan dengan aneka motif dengan pewarna alami yang luar biasa.
“Karena itu kita tidak boleh melihat orang Umapura ini dengan sebelah mata. Wisata tenun ini bukan sekadar ole-ole atau cindramata untuk orang, tetapi sebagai potensi pertumbuhan ekonomi, pendapatan per kapita setiap rumah tangga penduduk. Maka kita tak hanya sekedar promosi, tetapi penguatan-penguatan kelompok tenun sudah harus dibuat seperti sekarang ini,”tegas Djobo.Mantan Camat Alor Timur ini memuji Camat Abal, Martin De Porres Djeo,S.IP dan Kepala Desa Ternate, Rahman Kasim, karena dinilainya sudah luar biasa saling mendukung untuk menggelar Festival Makan Baru dan Tenun Ikat tersebut.
“Ide gagasan hari ini, sudah melahirkan warisan buat generasi yang akan datang, dan juga ada nilai tambah secara ekonomi yang luar biasa. Saya sependapat dengan yang dikemukakan Camat Abal, sehingga jangan sampai setelah Festival Makan Baru dan Tenun Ikat selesai, lalu ide gagasan ini terkubur. Untuk itu perlu kolaborasi semua pihak sehingga terus berlanjut demi pertumbuhan ekonomi masyarakat,”pesan Djobo.
Sementara itu, Sekretaris Komisi yang mewakili Ketua DPRD Kabupaten Alor, Drs.J.Karel Lapenangga dalam sambutannya mengatakan Kecamatan Alor Barat Laut atau disingkat ABAL itu, juga punya makna Aku Bawah Amanat Leluhur. Itu artinya, ujar Lapenangga, dimanapun masyarakat Alor Barat Laut berada, harus terus menyuarakan amanat leluhur bagi semua orang.
Menurut mantan Direktur PDAM Nusa Kenari Alor ini, bahwa ritual Makan Baru dan Tenun Ikat ini adalah suatu warisan leluhur, dimana para penenun mau menyampaikan kepada Tuhan, kepada leluhur, bahwa semua kearifan dan kemampuan yang diwariskan telah dimanfaatkan untuk menghidupi keluarga.
“Di kampung ini ada delapan suku, dan telah terbentuk enam kelompok tenun ikat, dengan 34 motif tenun ikat. Itu berarti suatu kekayaan yang luar biasa, yang dibuat oleh semua mama-mama di desa ini. Coba kita bertanya kepada daerah lain, apakah mungkin penenun-penenun di daerah lain mampu meracik tenunan yang mencapai 34 motif. Saya pikir sulit, dan hanya ada di Desa Ternate,”tandas Lapenangga.
Ia menilainya sebagai hal yang luar biasa, karena mama-mama penenun dapat menghidupi diri dan keluarganya. Dengan hasil tenunan, mereka dapat menyekolahkan anak-anak sampai ke perguruan tinggi.
“Untuk itu, kami DPRD Kabupaten Alor, mendukung sepenuhnya kegiatan ibu-ibu di desa ini. Tadi tokoh adat sampaikan bahwa ada lelang kain tenun dengan harga rata-rata Rp 250.000/lembar untuk membangun satu sumur bor di Desa Ternate, maka saya sudah sampaikan kepada Anggota DPRD dari Dapil IV, bapa Daeng Saifullah yang juga hadir agar tolong menjawab kebutuhan masyarakat tersebut,”kata Lapenangga.
Lantas apa pesan dan kesan tamu yang hadir dalam festival di Umapura itu? Hendra Mulyadi dari Dirjend Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang hadir, kepada alorpos.com menilai acara festival tenun ikat itu sangat bagus karena menampilkan karya warisan leluhur sebagai bagian dari peradaban budaya.
“Kami juga datang dengan teman-teman tim publikasi juga, tim curator dari Samuel Watimena, diantaranya Nanang, Valepi dan Widyawati. Saya mendampingi mereka ke sini (menghadiri Festival Makan Baru dan Tenun Ikat di Desa Ternate) dalam rangka Pekan Kebudayaan Nasional. Nanti Tim Samuel Watimena yang akan menilai konten dari festival tersebut,”kata Hendra.
Tapi secara pribadi ia melihat bahwa jumlah penenun yang terlibat dalam festival tenun itu masih kurang banyak. Selain kurang banyak, kata Hendra, harusnya penenun memperagakan keahliannya itu dalam posisi berderet mulai dari pintu masuk lokasi festival, bukan di tempat sekitar panggung acara. Namun Hendra memaklumi karena baru pertama kali digelar pada tingkat desa, dengan lokasi kegiatan yang tidak terlalu luas.
Ia juga menyarankan agar sarana transportasi untuk mengangkut pengunjung dari Pulau Alor ke Pulau Ternate agar diperbanyak pada festival serupa tahun berikutnya.
“Perahu motor yang harus diperbanyak. Tadi armada perahu motornya sedikit sehingga kita harus menunggu lama. Kedepannya harus diperhatikan ini karena pengnjung, apalagai wisatawan asing tidak suka kalau harus menunggu sarana transportasi yang lama seperti itu,”saran Hendra.
Lantas apa keuntungan langsung bagi perempuan penenun? Zaenab dari Kelompok Pantai Laut-Umapura mengaku bahagia sekali atas terselenggaranya Festival Makan Baru dan Tenun Ikat tersebut karena punya dampak ekonomi langsung bagi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 saat ini.
“Banyak orang datang dan berbelanja kain tenunan ini, kami merasa bahagia sekali,”kata Zaenab sembari berharap agar festival serupa tetap dilaksanakan setiap tahunnya. Kami Umapura siap menerima setiap tamu yang datang dari Kalabahi maupun dari Kupang atau Jakarta. Pemerintah daerah (Kabupaten Alor), kami juga berterima kasih dan tolong perhatikan kami,”ujar Zaenab.
Untuk diketahui, Camat Alor Barat Laut, Marthin De Porres Djeo,S.IP dalam sapaannya menginformasikan bahwa festival tersebut dihadiri pula pihak Dirjend Kebudayaan Kementrian Kebudayaan RI, Tim Desainer Samuel Watimena, Peneliti Tenun Ikat dari Institut Teknologi Bandung. Pimpinan Pegadaian Wilayah Nusa Tenggara.
Festival Makan Baru dan Tenun Ikat ini, jelas Martin, adalah salah satu dari lima festival desa yang akan dilaksanakan di Kecamatan Alor Barat Laut, dengan tujuan untuk meningatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan, dengan memanfaatkan semua potensi desa semaksimal mungkin, demi kesejahteraan masyarakat, dalam mewujudkan Alor Kenyang, Alor Sehat dan Alor Pintar.
“Festival tersebut digagas bersama-sama masyarakat desa setempat dan pemerintah kecamatan, saat kunjungan kerja pertama camat pada 14 Januari 2021. Dan ini merupahkan festival pertama di Kabupaten Alor, bahkan NTT di tengah pandemic Covid-19, dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Festival ini bertujuan untuk memperkenalkan Desa Ternate sebagai destinasi wisata baru, yang fokus pada Wisata Tenun Ikat,”papar Martin.
Selain itu, lanjut alumnus APDN ini, dapat memperkenalkan masyarakat Desa Ternate dengan dunia pariwisata, yakni menyediakan home stay dan menerima tamu sejak satu hari sebelum festival digelar. Martin menyadari bahwa tantangan terbesar yang dihadapi bukanlah saat penyelenggaraan festival tersebut, tetapi apa yang harus mereka lakukan setelah festival itu berlalu. Karena itu Martin berpendapat bahwa kolaborasi dan kerja sama seluruh pemangku kepentingan di tingkat desa/kelurahan, kecamatan dan kabupaten, sangatlah diperlukan di waktu-waktu yang akan datang, demi peningkatan ekonomi masyarakat di Desa Ternate.
Selain itu, jelas Martin, terancamnya kekayaan intelektual penenun seperti motif, proses/bahan pewarna alami hasil racikan mama-mama di Umapura, Desa Ternate, menjadi tantangan terbesar. Untuk itu dia mohon kepada Bupati Alor dan para pihak berkompeten, untuk menolong masyarakat Desa Ternate dan di Alor umumnya untuk mendapatkan hak paten atas hak kekayaan intelektual(HAKI).
“Kami bersama para kepala desa/lurah dan masyarakat siap membantu untuk menyiapkan semua bahan yang dibutuhkan untuk pendaftaran hak cipta tersebut,”pungkas Martin. (ap/tim-linuskia)