alorpos.com__“SAYA ini alumni dari sekolah GMIT yakni SD GMIT Reta (di Kecamatan Pulau Pura), tetapi akhirnya saya bisa jadi bupati juga”. Demikian salah satu pernyataan Bupati Alor, Drs.Amon Djobo,M.A.P ketika menyampaikan sambutannya di acara Launching Kebijakan Re-Branding, Pelatihan Kepemimpinan, Workshop Implementasi Kurikulum Merdeka, dan Forum Koordinasi Stakeholder Sekolah GMIT Yapenkris Pingdoling Alor, Selasa (11/7/2023) di Aula Gereja Pola Tribuana Kalabahi.
Menurut bupati Djobo, sekolah-sekolah swasta di daerah ini, terutama sekolah-sekolah GMIT sudah sangat berjasa dalam melahirkan sumber daya manusia di Kabupaten Alor. Karena itu Djobo menegaskan komitmennya bahwa dia tidak pernah membeda-bedakan sekolah negeri dan sekolah swasta.
“Maka saya pernah sampaikan kepada ibu Ketua Sinode (Ketua Sinode GMIT, Pdt.Dr.Mery Kolimon), bapa Edy (Dr.Fredik Abia Kande) dan beberapa Ketua Klasis GMIT, bahwa sepanjang saya masih Bupati Alor, tidak ada sekolah swasta yang dinegerikan. Titik. Kemudian ada keluhan lagi dari pihak gereja, bahwa ada aturan lagi bahwa guru-guru negeri harus ditarik atau dimutasikan dari sekolah-sekolah swasta, termasuk sekolah-sekolah GMIT. Saya bilang, sepanjang saya masih bupati, tidak ada yang perintah-perintah sama saya. Walaupun sekolah swasta, harus ada guru negeri, sehingga masih ada guru-guru negeri di sekolah-sekolah swasta sampai saya mau mengakhiri masa jabatan ini,”tegas Djobo.
Sekolah-sekolah swasta itu ada yang sudah berusia seratus tahun lebih, sehingga menurut bupati Djobo, banyak sekolah swasta yang berusia lebih tua dari sekolah-sekolah negeri, sehingga menjadi tugas negera untuk memperhatikan dan mendukung pula biaya untuk sekolah-sekolah swasta.
“Program kita itu Alor Kenyang, Alor Sehat, Alor Pintar. Karena manusia Alor harus pintar, maka guru-guru negeri harus disebarkan di semua sekolah swasta,”tandas Djobo.
Namun, kisah Djobo, ada tantangan baru lagi yakni tidak boleh ada tenaga kontrak. Hal ini ditentang bupati Djobo, dan dia justru mengangkat 3.117 orang tenaga kontrak terdiri dari guru dan tenaga kependidikan untuk ditempatkan di semua sekolah di daerah ini.
Bupati Djobo menilai Sumber Daya Manusia Alor ini sudah luar biasa karena setiap tahun ada begitu banyak sarjana yang lahir, sementara lapangan kerja masih terbatas. Hal ini karena Alor daerah pulau tersendiri dan tidak ada perusahaan-perusahaan besar yang bisa merekrit tenaga kerja dalam jumlah banyak seperti di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan dan lainnya. Karena itu tenaga kontrak daerah menjadi salah satu solusi untuk menampung para sarjana dimaksud.
“Katanya bulan Oktober nanti, semua tenaga kontrak diberhentikan, saya bilang tidak untuk Alor. Kita pulau tersendiri, beda dengan orang diJawa, Sumatra, Kalimantan yang punya perusahan ini, persahan itu, pabrik ini, pabrik itu yang bisa rekrut tenaga kerja. Kita apa yang ada,”ujar Djobo.
Kesempatan itu bupati Djobo juga mengkritisi para pendeta yang kadang hanya omong, tidak membuat hal-hal nyata agar menjadi saksi bagi banyak orang. Bupati Djobo mengaku sempat bertanya kepada Ketua Sinode GMIT tentang siapa yang menjadi Ketua Yapenkris di Alor, dan jawabannya bahwa Dr.Edy Kande, dan ini sangat diapresiasinya. Bupati Alor ke-11 ini menilai Dr.Edy Kande merupakan sosok yang tepat untuk bisa memajukan Yapenkris sehingga sekolah-sekolah juga bisa berkembang baik.
Lebih jauh bupati Djobo berharap agar APBN juga dikucurkan untuk sekolah-sekolah swasta dan itu butuh wakil rakyat di DPR RI yang menyuarakannya. Karena itu, bupati Djobo menekankan bahwa gereja juga harus berpolitik sehingga siapapun yang mau maju sebagai Calon Anggota DPR RI, harus membuat komitmen dengan pihak gereja.
“Supaya kita jangan pilih “kucing dalam karung”. Setelah terpilih kita telepon, nomor Hpnya diluar jangkauan. Ini sulit. Karena itu gereja juga harus berpolitik. Kita pilih orang-orang yang berani bersuara di senayan, agar APBN juga diberikan kepada sekolah-sekolah swasta. Agar ada dana dari APBN yang bisa diserahkan kepada yayasan pengelola sekolah-sekolah swasta sebagai dana abadi,”saran Djobo.
Sementara itu, Asisten II Setda Provinsi Nusa Tenggara Timur, Ganef Wurgianto dalam sambutannya mengatakan bahwa Pemerintah Provinsi NTT sangat mengapresiasi kegiatan tersebut, karena apa yang dilaksanakan itu merupakan hal yang inovatif.
“Tidak ada manusia yang beradab tanpa pendidikan. Tetapi dengan pendidikan, belum tentu manusia itu akan beradab. Oleh karena itu, kegiatan ini sebaiknya, dan seharusnya dikemas bukan hanya soal akademik, tetapi juga dengan moral dan perekonomian,”saran Wurgianto.
Kesempatan itu, Wurgianto juga menyampakan terima kasih kepada Dr.Pramudianto yang menurutnya seasal dari Solo-Jawa Tengah, sudah hadir di Alor dan menjdi narasumber. Ia menilai kegiatan tersebut sangat bermanfaat, karena inilah awal dari GMIT yang akan merubah wajah pendidikan, dengan melakukan rebranding, sehingga akan punya branding yang sangat kuat. Wurgianto berpendapat bahwa rebranding itu akan menjadi model yang bagus sehingga akan bermanfaat bagi peserta didik di sekolah-sekolah.
“Karena itu mewakili Pemerintah Provinsi NTT, saya mengajak semua pihak, yayasan-yayasan yang berhubungan dengan pendidikan, harus ada kolaborasi dengan pemerintah daerah, baik kabupaten maupun provinsi. Kalau kita bicara anggaran, itu memang kurang, tetapi harus kita ingat, bahwa Pemerintah Provinsi NTT mengalokasikan anggaran dari Dana Alokasi Umum dalam bentuk Specific Grand sebesar 51 persen,”ungkap Wurgianto.
Maka kepada Ketua Yapenkris, Dr.Edy Kande dia menyarankan agar bisa melakukan konsolidasi dengan Pemprov NTT. Walaupun bidang pendidikan itu dibaah koordinasi Asisten I Setda Provinsi NTT, tetapi Wurgianto selaku Asisten II memastikan bahwa dia juga akan bantu memfasilitasi demi kebaikan bersama dalam menata pendidikan. (ap/linuskia)