ADA oknum Anggota DPRD Kabupaten Alor yang terus mempertanyakan masalah total dan realisasi gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) lingkup Pemkab Alor yang termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Alor beberapa tahun terakhir, yang katanya tekor hingga Rp 100 Milyar. Hal ini dinilai Bupati Alor, Amon Djobo,M.A.P sebagai tudingan yang tidak berdasar.
Bupati Alor dua periode ini menilai orang yang tidak paham postur APBD , akan berbicara sembarang. Kepada pers di ruang kerjanya pada 10 Januari 2023 lalu, bupati Djobo menegaskan bahwa pemerintah tidak mungkin bekerja bodoh-bodoh di luar ketentuan, karena pemeriksaan secara berkala baik oleh Irda Kabupaten, Irda Propinsi, BPKP maupun BPK RI selalu dilakukan setiap tahun. APBD juga, demikian Djobo, selalu dievaluasi. Djobo mengakui bahwa ada pihak yang berpendapat bahwa Irda, BPKP atau BPK RI itupun komponen pemerintah, tetapi lembaga-lembaga itu punya kewenangan untuk mengevaluasi dan memeriksa semua kegiatan sesuai dana yang telah dialokasikan.
“Sekarang ini komponen APBD harus dikirim lagi ke Kementrian Dalam Negeri, makanya penetapan APBD kita tunggu rekomendasi dari Menteri Dalam Negeri bahwa APBD sudah selaras dengan arah kebijakan pemerintah pusat, propinsi dan kabupaten sehingga bisa ditetapkan. Kalau dulu hanya sebatas asistensi di pemerintah propinsi, sekarang sampai di Menteri Dalam Negeri,”jelas Djobo.
Karena itu, mantan Asisten III Setda Alor ini sangat kesal kalau ada yang bilang gaji pegawai tekor, ada sembunyi di dana SILPA sebesar Rp 100 Miliar. Menurutnya dana Rp 500.000 keluar saja diikuti karena pakai sistim online atau aplikasi, bukan manual seperti dulu sehingga memo bupati dianggap sakti.
“Saya selama hampir sepuluh tahun menjadi Bupati Alor ini, memo hanya saya keluarkan untuk membantu masyarakat dalam keadaan darurat. Yang lain-lain tidak pernah saya keluarkan memo, apalagi menyangkut uang, tidak,”tegas Djobo.
Aparat hukum baik di kepolisian maupun kejaksaan, lanjut Djobo, akan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK itu rekomendasinya apa, apakah ada kerugian negara sekian yang harus dkembalikan, atau administrasinya diluruskan. Kalau tidak, kata Djobo, maka polisi atau jaksa akan periksa dan tangkap.
“Makanya saya selalu bilang, lembaga kepolisian atau kejaksaan itu bukan tempat arsip sehingga semua hal yang tidak betul juga dilaporkan kemudian memaksa agar harus ditangani secepatnya. Proses hukum itu kan ada prosdurnya. Ada mekanisme yang harus dilalui mulai drri klarifikasi, apakah ada data dukung dan alat bukti yang cukup atau tidak, bukan (APH) langsung tangkap orang,”tandas Djobo.
Menurutnya, semua orang boleh melaporkan dugaan korupsi dan sebagainya, tetapi ada bukti, ada data-data konkrit bahwa orang korupsi atau tidak.
“Anda Anggota DPRD koq tidak mengerti tentang gaji ini berapa. PNS di Kabupaten Alor ini sebanyak 5000-an sampai 6000 orang, sehingga dikalikan mulai dari gaji, tunjangan jabatan, asuransi kesehatan, kenaikan eselon, kenaikan berkala, tunjangan kematian dan sebagainya termasuk di dalam. Jadi bukan hanya gaji tetapi semua komponen yang menjadi hak PNS yang sudah diatur oleh pemerintah pusat melalui kementrian terkait,”jelas Djobo.
Lebih lanjut mantan Camat Alor Timur ini menekankan bahwa penggunanaan Dana Alokasi Umum (DAU) sesuai arahan dari pusat itu yang pertama gaji PNS. Jadi kalau ada Rp 100 Miliar yang tekor, Djobo pertanyakan, pegawai mana yang ada ribut bahwa gajinya tidak dibayar. Karena gaji pegawai itu, papar Djobo, melekat hak keluarga di dalam, yakni tunjangan istri,anak atau tunjangan suami,anak, asuransi kesehatan, asuransi kematian, kecelakaan.
“Jadi komponen belanja pegawai bukan hanya satu. Makanya saya bilang, bukan soal lama dan tidak lamanya menjadi Anggota DPRD, tetapi mengerti tidak tentang komponen belanja APBD. Jangan hanya duduk baku tuding menuding, padahal anggota DPRD juga pergi asistensi APBD, Irda Propinsi dan BPK juga melakukan pemeriksaan. Jadi tudingan bahwa Rp 100 Miliar yang orang sembunyi dimana, ”tegas Djobo.
Menurut Djobo, gaji PNS di Kabupaten Alor setiap bulannya sekitar Rp 30-an Miliar sehingga total setahun mencapai Rp 372 Miliar lebih, dari total Rp 400 Miliar DAU yang ditangani pemerintah daerah.
“Sehingga hanya sekitar Rp 82 Miliar saja yang bupati punya kewenangan untuk mengatur. Mengatur bukan berarti pergi curi ini, curi itu, bukan. Dana itu diberikan kepada setiap OPD (Organisasi Perangkat Daerah) untuk biaya operasional dan kegiatan masing-masing. Kalau ada yang tuding bahwa ada tekor gaji pegawai Rp 100 Miliar maka pasti sudah ada gejolak selama ini, karena angka begitu besar pasti PNS tidak bisa terima gaji,”tegas Djobo.
Karena itu kepada para pejabat, bupati Djobo mengingatkan agar tahu diri, kenal diri dan juga tahu menempatkan diri. Pemimpin itu, lanjut Djobo, jangan hanya sekadar ada dan tiada, hal-hal kecil saja harus saling melapor.
Menurut Djobo, dulu itu DAU (Dana Alokasi Umum) itu daerah punya urusan. Sekarang, jelas dia, sudah ditentukan dengan Peraturan Menteri Keuangan, mana yang boleh diurus pemerintah daerah, mana yang tidak. Djobo mencontohkan, dana untuk Pendidikan sebesar Rp 73 Miliar dan untuk Bidang Kesehatan sebesar Rp 61 Milyar dan Rp 23 Miliar untuk infrastruktur pada APBD Kabupaten Alor Tahun Anggaran 2023 ini.
“Jadi ini kecil saja untuk infrastruktur, padahal kita ini daerah berpulau-pulau sehingga transportasi dan komunikasinya masih sangat terbatas. Sarana komuniksasi sudah lebih bagus, tetapi infrastruktur jalan, jembatan, irigasi dan sarana air bersih masih sangat terbatas, tetapi dialokasikan hanya Rp 23 Miliar saja,”tandas Djobo. Sedangkan dana Blok Grand Rp 400 Milyar, termasuk Gaji PNS, PPPK dan Asuransi Kesehatan. (ap/linuskia)