BUPATI Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur, Drs.Amon Djobo kepada pers, Selasa (30/3/2021) di ruang kerjanya menjelaskan perihal hiba tanah milik Pemkab Alor kepada pihak Pertamina Kalabahi, pembangunan Rumah Jabatan Wakil Bupati Alor, Selasar dan Gedung DPRD Kabupaten Alor.
Hiba tanah milik Pemkab Alor kepada Pertamina, kata Djobo, karena Pertamina itu aset vital dan strategis nasional yang ada di daerah, terkait dengan hajat hidup orang banyak. Karena itu, jelas dia, hiba tanah Pemda dilakukan sesuai prosedur dan peruntukannya. Dan proses hiba tersebut, lanjut Djobo, diketahui pula oleh DPRD Kabupaten Alor periode 2014-2019 yang dipimpin Marthinus Alopada,S.Ikom.
Pencetus Alor Kenyang, Alor Sehat, Alor Pintar ini menjelaskan, bahwa saat pembahasan akta hiba tanah Pemda kepada pihak Pertamina yang berlangsung di Propinsi (Kupang), hadir pula saksi negara yakni pihak Kejaksaan Agung RI, untuk memastikan tidak adanya unsur KKN atau kepentingan orang per orang, kelompok atau unit organisasi.
“Saat itu kami bahas di Hotel Aston Kupang bersama pihak Pertamina Propinsi dan Pusat, disaksikan tim dari Kejagung, dan selanjutnya dokumen hiba itu kami tanda tangani di Kantor Pusat Pertamina sesuai ketentuan. Kenapa kita hiba? Karena itu sarana prasarana vital nasional, yang mengenai hajat hidup orang banyak di daerah ini. Jadi kita serahkan sesuai ketentuan. Setelah kita serahkan dokumen hiba, baru mereka (Pertamina) leluasa memperluas infrstruktur sesuai kebutuhan. Kalau kita tidak serahkan hiba, maka sesuai hasil pemeriksaan BPK, Pertamina Kalabahi di Kenarilang itu tidak bisa dikembangkan pada areal tanah Pemda yang belum dihibakan,”tandas Djobo.
Menurutnya, Kabupaten Alor ini wilayah kepulauan tersendiri, jika Depot Pertamina tidak dikembangkan, maka masyarakat yang akan terkena dampak jika pasokan BBM (bahan bakar minyak) seperti minyak tanah, solar dan bensin tidak lancar.
“Atau nanti kita dayung perahu pergi ambil minyak di Atambua, atau pergi timba minyak di Timor Leste? Tidak bisa begitu. Hiba tanah Pemda kepada Pertamina itu sudah sesuai aturan ,”tegas Djobo.
Saat pembahasan hiba itu, lanjut Djobo, melibatkan Ketua DPRD dan Komisi yang berkenan. Selain itu, sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) , tanah yang dihibakan itu kalau nilainya dibawah Rp 5 Milyar, maka itu kewenangan bupati untuk memutuskan, tidak harus meminta persetujuan DPRD. Pihak DPRD hanya mengetahui saja sesuai aturan.
“Ini yang harus dimengerti. Kalau orang tidak paham memang repot. Mereka pikir kita pemerintah ini kerja kacau balau barangkali. Inikan BPK sudah periksa, mana dasar hiba tanah Pemda kepada Pertamina. Kita sudah tunjukan urut-urutan dokumen, in..ini..dan ini.., makanya orang (BPK) tidak pernah muat sebagai temuan dalam pemeriksaan. Kita pemerintah bukan kerja sembarang. Permendagri bilang, kalau hiba itu nilainya dibawah Rp 5 Milyar itu kewenangan bupati,”ujar Djobo.
Ia mengakui bahwa DPRD saat itu sempat pertanyakan dalam rapat, dan pemerintah sudah menjelaskannya, termasuk dengan dermaga ferry. Menurutnya, pimpinan DPRD Alor juga hadir di Pertamina maupun ASDP (ferry) pusat untuk turut mengetahui dan menanda tangani dokumen hiba.
“Lalu bilang DPRD tidak tahu itu, DPRD mana yang tidak tahu. Kalau ada data dan bukti bahwa ada oknum atau pihak yang mendapat untung pribadi dari proses hiba tanah Pemda kepada Pertamina itu, maka silahkan laporkan ke aparat hukum agar ditangkap saja untuk kepentingan proses hukum.Kalau tidak ada bukti, sebaiknya pergi tanam kemiri, tanam pisang, tanam ubi karena saat ini masih musim hujan, bukan jalan maki-maki orang,”tandas Djobo.
Selanjutnya bupati Alor periode 2014-2019 dan 2019-2024 ini menjelaskan, bahwa dari proses hiba tanah Pemda tersebut, pihaknya meminta kepada pihak Pertamina agar bisa mendapatkan dana CSR (Coorporate Social Response) dari Pertamina untuk membantu kebutuhan masyarakat berupa mesin pengeringan rumput laut dan mesin pengelola rumput laut menjadi tepung.
“Permintaan itu disetujuji dalam meja perundingan karena untuk masyarakat, bukan untuk Amon Djobo. Tetapi setelah pulang, dan kami kaji di lapangan, mesin pengering dan pengolahan rumput laut tersebut butuh listrik yang punya daya tinggi. Sementara kecamatan-kecamatan di Kabupaten Alor ini belum ada yang punya daya listrik tinggi. Karena itu Pemda merubah usulan untuk kebutuhan masyarakat, yakni kasih kita mobil tanki air untuk melayani masyarakat kita yang ada di pedalaman, seperti di Kebun Kopi dan sekitarnya di gunung kecil (Kecamatan Kabola) agar bisa terlayani kebutuhan air minum bersih di musim kemarau. Perubahan usulan inipun disepakati,”kisah Djobo.
Besaran dana CSR Pertamina yang diserahkan kepada Pemkab Alor itu, ungkap Djobo, sebesar Rp 500 Juta. Dana tersebut, kata dia, sebenarnya sudah diserahkan pada dua tiga tahun lalu, tetapi karena proses proposal yang sesuai ketentuan CSR Pertamina itu lalai dikerjakan Pemda, sehingga tertunda Karena itu, sambung Djobo, Pertamina telah memberikan format untuk diisi Pemkab Alor, sehingga dana CSR Pertamian sebesar Rp 500 Juta itu telah ditransfer masuk ke rekening Pemda Alor pada Tahun Anggaran 2021 ini. Dana CSR Pertamina tersebut, kata mantan Ketua Harian KONI Kabupaten Alor ini, nanti digunakan untuk membeli mobil tanki air, yang proses lelangnya melalui Bagian Pengadaan Barang dan Jasa pada Setda Kabupaten Alor.
“Jadi dana CSR Pertamina itu masuk di APBD 2021 sehingga proses lelang pengadaan mobil tanki air itu melalui ULP (Bagian Pengadaan Barang dan Jasa pada Setda Kabupaten Alor) untuk melayani kebutuhan masyarakat. Jadi Dinas Keuangan telah mentransfer dana CSR Pertamina itu ke Bagian Umum sesuai Tupoksinya, dan segala dokumen sudah diserahkan kepada Bagian Pengadaan Barang dan Jasa untuk proses pelelangan. Siapa yang mau ikut lelang, silahkan saja untuk membeli mobil tanki air,”terang Djobo.
Menyangkut pembangunan Rumah Jabatan Wakil Bupati Alor saat ini, Djobo mengaku sudah sering menjelaskan bahwa sejak Kabupaten Alor berdiri pada Tahun 1958, hingga adanya lembaga Wakil Bupati (Tahun 2001), belum pernah ada rumah jabatan Wakil Bupati yang dibangun dengan dana APBD Kabupaten Alor. Yang ada, demikian Djobo, hanyalah salah satu kantor yang direhab menjadi rumah yang ditempati para Wakil Bupati Alor bersama keluarga selama ini. Sehingga pada Tahun 2020, baru dibangun Rumah Jabatan Wakil Bupati Alor, yang berderet dengan Rumah Jabatan Sekda dan Ketua DPRD Kabupaten Alor. Demikian pula dengan pembangunan selasar, yang menghubungkan Kantor Bupati dan Kantor DPRD Kabupaten Alor di kawasan Batunirwala Kalabahi.
“Pembangunan selasar itu bukan untuk pake hodeng. Sesuai arahan dari BPK Perwakilan NTT, bahwa Kantor Perijinan satu atap itu tidak boleh jauh dari jalan jalan umum utama. Maka nantinya di antara Kantor Bupati dan Kantor DPRD Alor itu, dijadikan Kantor Dinas Peirijinan Satu Atap Kabupaten Alor untuk mempermudah akses layanan kepada masyarakat,”teranmg Djobo.
Lalu, lanjutnya, ada yang bilang pembangunan (selasar) itu ada tujuh fraksi yang tolak.
“Fraksi mana yang tolak? Lihat itu dokumen-dokumen APBD, mulai Ranperda tentang RAPBD, setelah dibahas pada tingkat komisi, naik ke pembicaraan tingkat tiga, dengan fraksi-fraksi, harmonisasi dan asistensi ke propinsi, dan ditetapkan menjadi APBD. Tidak ada yang tolak, temasuk Gedung DPRD yang kita mau bangun tahun ini, tidak ada anggota dewan yang ribut saat pembahasan, karena itu melalui perencanaan,”tegas Djobo.
Mengenai kemitraan dengan DPRD, kata Djobo, dalam kaitannya dengan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan, tetap berjalan baik selama ini. Kalau memang ada hati yang tidak baku dapat, demikian Djobo, maka semestinya saling memaafkan dan saling menghargai. (ap/tim-linuskia)