HARI-hari belakangan ini, fokus perhatian sejumlah aktivis di Kalabahi, Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terkait perjalanan dinas empat Anggota DPRD (legislator) di daerah berjuluk Nusa Kenari itu, yang diduga fiktif berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inpektorat Daerah (Irda) Propinsi NTT.
Persoalan ini kian seksi dan menjadi ‘santapan’ empuk kalangan tertentu untuk “digoreng”, karena empat orang anggota dewan dimaksud, termasuk yang sering mewarnai setiap dinamika persidangan di DPRD Alor selama ini, seperti DMM,S.Pd dan MLB,SH. Dua orang lainnya, yakni AGRJ,S.Sos dan ADL,SM.,SH.
Media inipun mengkonfirmasi Sekretaris DPRD Kabupaten Alor, Daud Dolpaly,SE untuk memastikan apakah rekomendasi Irda Propinsi NTT itu, agar para pelaku perjalanan dinas harus menyetor kembali uang perjalanan dinas ke kas daerah sesuai hasil temuan, atau hanya sebatas melengkapi administrasi yang masih kurang terkait dokumen perjalanan. Hal itu karena ada surat dari Sekretaris DPRD Alor tertanggal 26 Agustus 2021 kepada empat anggota dewan dimaksud, agar segera menindaklanjuti LHP Irda Propinsi NTT, paling lambat pada 10 September 2021 besok.
Menjawab alorpos.com, Rabu (8/9/2021) di Kalabahi, Sekwan Daud Dolpaly yang baru dilantik pada 16 Agustus 2021 ini menegaskan, bahwa rekomendasi Irda Propinsi NTT berdasarkan LHP tertanggal 9 April 2021, agar anggota dewan sebagai pelaku perjalanan dinas, agar menyerahkan dokumen (tiket dan boarding pass) sebagai bukti perjalanan dinas asli, paling lambat 60 hari, terhitung sejak LHP diterima.
Karena itu, Daud mengakui bahwa setelah menjalankan tugas sebagai Sekwan sejak dilantik, dia mengetahui ada LHP Irda Propinsi NTT yang harus segera ditindaklanjuti anggota dewan yang disebut dalam LHP dimaksud. Menurut mantan Camat Teluk Mutiara ini, sesuai batas kewenangannya, maka dia memberikan penjelasan bahwa sistim pemerintahan sudah mengatur bahwa ketika auditor merekomendasikan apa, maka harus ditindaklanjuti.
“Sehingga ketika saya mulai bertugas sebagai Sekwan, saya melihat ada rekomendasi dari Irda Propinsi NTT yang harus ditindaklanjuti sehingga harus disampaikan kepada anggota dewan yang namanya disebut dalam LHP tersebut. Rekomendasi Irda Propinsi itu meminta agar menyerahkan bukti tiket dan boarding pass asli. Karena itu, rekomendasi itu telah ditindaklanjuti pelaku perjanan dinas, sehingga dokumen asli yang diminta sesuai rekomendasi itu, telah kami kirim ke Irda Propinsi NTT. Silahkan konfirmasi ke Irda Kabupaten Alor, karena Irda merekomendasikan agar kita melampirkan bukti-bukti tiket dan boarding pass asli, dan itu sudah dipenuhi dan telah kami kirim ke Irda,”tandas Daud.
Sementara itu, Inspektur Irda Kabupaten Alor, Muhamad Iqbal,SH melalui sekretarisnya Romelus Djobo menjawab Alor Pos, Rabu (8/9/2021) sore membenarkan bahwa empat anggota DPRD Alor pelaku perjalanan dinas telah menindaklanjuti rekomendasi Irda Propinsi NTT.
Terkait perjalanan dinas anggota DPRD Alor yang diduga fiktif dan diributkan sekarang itu, tandas Romelus, rekomendasi Irda Propinsi NTT, kurang lebih bunyinya, segera menyampaikan tiket asli dan boarding pass asli, sebelum melampaui batas waktu 60 hari sejak tanggal terima LHP.
“Jadi saat saya minta tolong teman-teman (di Irda Kabupaten Alor), untuk distribusi LHP Irda Propinsi ke OPD terkait, termasuk di DPRD itu, dengan pengantar Nomor 703/ID.1/III-2/172 Tahun 2021, tanggal 5 Juli 2021,”terang Romelus.
Menurut Romelus, yang menerima LHP Irda Propinsi NTT yang diterus Irda Kabupaten Alor itu Drs.Yulius Plaikol (mantan Sekwan yang sudah pensiun) tertanggal 9 Juli 2021. Mereka (Sekwan) sudah terima LHP, lanjut Romelus, tentu telah membaca isi dan rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. Mestinya, kata dia, Sekwan harus menyampaikan surat kepada Anggota DPRD yang melakukan perjalanan dinas untuk menindaklanjuti rekomendasi.
“Itu tugas pimpinan SKPD, supaya temuan aparat pengawasan harus ditindaklanjuti dalam tempo 60 hari, tidak boleh lebih, karena itu sudah standar aturan,”tandas Romelus.
“Sesuai surat pengantar pengiriman dokumen tindak lanjut LHP Irda Propinsi NTT dari Sekretaris DPRD Kabupaten Alor kepada Anggota DPRD itu tertanggal 26 Agustus 2021, berarti kurang lebih LHP tersebut mengendap di kantor (Setwan) itu kurang lebih 45 hari. Hal itu karena Irda Kabupaten Alor telah meneruskan LHP Irda Propnsi NTT kepada Sekwan itu sejak 9 Juli 2021,”ungkap Romelus.
Walaupun terlambat, lanjut dia, tetapi anggota dewan sebagai pelaku perjalanan telah menindaklanjutinya dengan baik, karena Sekwan baru (Daud Dolpaly,SE) setelah dilantik (pada 16 Agustus 2021), langsung memfasilitasi sehingga anggota dewan sudah bisa menindaklanjutinya sesuai rekomendasi Irda Propinsi NTT.
“Kami sudah berkomunikasi dengan teman-teman di Irda Propinsi NTT, dan mereka sudah terima hasil tindaklanjut sesuai rekomendasi. Rekomendasi itu hanya dua. Pertama, kalau tidak menyampaikan tiket asli dan boarding pass asli selama 60 hari berarti setor kembali fisik uang sekitar Rp 81 juta lebih. Tetapi kalau mereka (empat anggota DPRD Alor) itu memasukan tiket asli dan boarding pass asli sesuai rekomendasi Irda Propinsi NTT, maka sudah selesai. Soal validitas bukti dan kelengkapan bukti yang diserahkan, itu kewenangan teman-teman di Irda Propinsi NTT untuk menilai,”tegas Romelus.
Menurutnya, hasil tindak lanjuti tersebut diterima Irda Propinsi NTT pada 30 Agustus 2021, dengan tanda terima oleh staf Irda Propinsi NTT, M.Y.Natalia Meo Siga.
“Jadi kalau bukti tiket asli dan boarding pass asli sudah diserahkan sebagai tindaklanjut rekomendasi Irda Propinsi NTT, dan bukti-bukti itu valid maka persoalan selesai. Karena rekomendasinya bukan final untuk setor kembali uang. Mereka setor kembali jika tidak bisa menyerahkan bukti tiket dan boarding pass asli,”papar Romelus.
Pasalnya, ujar Romelus, rekomendasi Irda Propinsi NTT masih memberikan celah atau ruang untuk melengkapi bukti perjalanan yang asli, bukan rekomendasi final untuk setor. Kalau rekomendasi Inspektorat Propinsi atau Aparat Pengawasan lainnya bilang setor, itu berarti setor. Tunggal itu, rekomendasi final suruh setor ke kas daerah dan bukti setronya dikirim kepada Irda Propinsi sebagai bukti tindaklanjut.
“Tetapi ini, rekomendasinya ada dua opsi, yakni sampaikan bukti tiket dan boarding pass asli. Tetapi kalau sampai lebih dari 60 hari sejak diterimanya LHP tidak ada tindak lanjut, maka harus setor dan buat Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTJM) yang mengakui itu kerugian negara dan harus setor kembali,”pungkas Romelus.
Sebagaimana kopian Laporan Hasil Pemeriksaan Inspektorat Daerah Propinsi NTT Atas Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan pada Sekretariat DPRD Kabupaten Alor tertanggal 9 April 2021 yang sempat dibaca media ini, pada butir ke-3 rekomendasinya, Irda Propinsi NTT merekomendasikan kepada Sekretaris DPRD Kabupaten Alor, agar secara tertulis berkoordinasi dengan Pimpinan DPRD, agar memerintahkan 5 (lima) orang anggota DPRD pelaku perjalanan dinas (karena MLB dihitung dua perjalanan dinas), untuk segera menyerahkan bukti tiket dan boardingpass asli kepada Irda Propinsi NTT, paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak LHP diterima. Apabila sampai dengan 60 (enam puluh) hari tidak menyerahkan bukti tersebut maka segera menyetor kembali ke kas daerah Kabupaten Alor, biaya perjalanan dinas sebesar Rp 81.407.000, yang didukung dengan Surat Keterangan Tanggungjawab Mutlak (SKTJM). Bukti SKTJM dan bukti setoran disampaikan ke Irda Propinsi NTT sebagai bahan tindak lanjut.
Pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas empat Anggota DPRD Kabupaten Alor, berinsial AGRJ, MLB, DMM dan ADL Tahun Anggaran (TA) 2020 dan TA.2021 terindikasi fiktif sebesar Rp 81.407.000, yang ditandai dengan nama yang ada pada bukti tiket dan boardingpass, berbeda dengan nama yang muncul pada hasil scan baracode pada tiket dan boardingpass.
Rinciannya; ADL untuk biaya perjalanan dinas Kalabahi-Kupang sebesar Rp 8.500.000, dalam rangka melakukan koordinasi/konsultasi terkait rencana bantuan program kegiatan APBD TA.2021 Kabupaten Alor pada Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi NTT, pada 15-16 Desember 2020. Namun tiket diragukan keabsahannya setelah ditelusuri, nama yang muncul pada baracode boardingpass dan tiket atas nama Martha Migel Lelo.
Sedangkan MLB, AGRJ dan DMM sama-sama melakukan perjalanan dinas ke Jakarta dengan biaya masing-masing Rp 18.169.000, untuk melakukan koordinasi/konsultasi terkait tindak lanjut Pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Maritaing, Kabupaten Alor pada Kementrian Dalam Negeri RI selama lima hari, sejak 12-16 Februari 2021. Namun hasil pemeriksaan, Boardingpass PP Kupang-Alor, PP Kupang-Jakarta ketiga anggota dewan ini atas nama Dyana Rosihan dengan kode IW1932, tidak sesuai dengan bukti boarding dan nama pelaku perjalanan dinas.
MLB punya satu lagi perjalanan dinas yang diduga fiktif yakni perjalanan dinas ke Jakarta dengan biaya sebesar Rp 18.400.000 untuk melakukan koordinasi/konsultasi terkait pemekaran wilayah desa dan kelurahan di Kabupaten Alor, pada Kementrian Dalam Negeri RI di Jakarta selama lima hari sejak 16-20 Maret 2021. Namun sesuai hasil pemeriksaan, dari hasil scan baracode tiket PP (pergi pulang) tertulis nama M.Mite dan M.Abdullah, bukan nama pelaku perjalanan dinas.
Namun berdasarkan keterangan Sekretaris DPRD Kabupaten Alor, Daud Dolpaly dan diperkuat keterangan Sekretaris Irda Kabupaten Alor, Romelus Djobo, bahwa empat anggota dewan tersebut telah menyerahkan bukti tiket dan boardingpass asli sebagai bukti perjalanan dinas, dalam menindak lanjuti rekomendasi Irda Propinsi NTT.
Salah satu pelaku perjalanan dinas, DMM,S.Pd kepada media ini, Rabu (8/9/2021) menegaskan bahwa pihaknya benar-benar melaksanakan perjalanan dinas tersebut, tetapi kelengkapan pertanggungjawaban yang dianggap kurang oleh Irda Propinsi NTT sehingga harus dilengkapi sesuai rekomendasi.
“Dan itu telah kami lengkapi, sebagai wujud tindak lanjut kami terhadap rekomendasi LHP Irda Propinsi NTT. Kami memang ke Jakarta untuk tugas koordinasi dan komunikasi dengan kementrian/lembaga terkait tentang tindak lanjut rencana pembangunan Pos Lintas Batas Negara di Maritaing, Kecamatan Alor Timur,”kata DMM.
Tujuannya, lanjut dia, agar bisa mendapat kejelasan yang pasti mengenai syarat-syarat yang harus dipenuhi sehingga pemerintah dan DPRD Kabupaten Alor bisa meletakannya dalam kebijakan anggaran, terutama mengenai pembebasan lahan milik masyarakat. Karena ketersediaan lahan harus dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan Pemkab Alor.
Lahan yang dibutuhkan, jelas DMM, seluas 10 hektar, tetapi 2 hektar itu hiba dari masyarakat, pemilik tanah, sedangkan 8 hektar lainnya harus dibayar Pemkab Alor senilai Rp 4 Milyar. Dari jumlah itu, Rp 1 Milyar telah dibayar, dan sisa Rp 3 Milyar dibayar secara bertahap.
Dari hasil koordinasi itu, kata DMM, pemerintah pusat mengatakan Pembangunan Pos Lintas Batas di Maritaing sudah diagendakan, tetapi syaratnya harus sudah ada ketersediaan lahan atau tanah yang bersrtifikat atas nama Pemkab Alor.
“Pemerintah pusat tidak mau kejadian ada klaim kepemelikan tanah dari masyarakat ketika proses pembangunan mulai dilaksanakan, sehingga status tanah harus jelas dulu. Makanya saya pernah sampaikan kepada pa Bupati Alor agar pembayaran tanah masyarakat itu dibayar lunas sekaligus, agar kita percepat proses pembangunan Pos Lintas Batas , tetapi kondisi keuangan daerah sedang seret karena pandemic Covid-19 sehingga kita tidak bisa paksakan,”kata DMM. (ap/linuskia)