Buka Festival Tenun, Bupati Alor Himbau Lelaki Ternate Harus Bisa Menenun dan Harga Tenunan Jangan Terlalu Mahal

author
2
6 minutes, 44 seconds Read

Jadi tidak saja menenun itu digeluti kaum perempuan, tetapi laki-laki juga harus bisa. Kalau tidak bisa, laki-laki tidak punya harga. Saat musim angin dan gelombang sehingga tidak bisa melaut, maka duduk sama-sama dengan mama, sehingga kalau mama cape tenun, maka bapa ambil alih lagi. Tahun depan saya mau lihat. Jangan lagi ada bahasa di sini bahwa itu laki-laki banci, jangan. Biar bapak juga tenun supaya semua anak-anak ini kita wariskan tidak saja kepada anak perempuan, tetapi juga laki-laki sehingga pulau ini kita sebut Pulau Tenun Ikat”.

BUPATI Alor, Amon Djobo dan Asisten III Setda Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Semuel Halundaka menghadiri acara Pembukaan Festival Tenun ke II di Desa Ternate, Pulau Ternate Kecamatan Alor Barat Laut, Sabtu (11/6/2022) pagi. Festival bernuansa budaya yang digagas sendiri oleh pemerintah dan masyarakat setempat, serta didukung Pemerintah Kecamatan Alor Barat Laut dibawah kepemimpinan Camat Martin De Pores Djeo,S.IP ini sukses terlaksana kedua kalinya. Hadir pula Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda), Dra.Beth Isdiani Djobo dan Wakilnya Saripah Adu Duru  didampingi Ketua TP.PKK Kecamatan Abal, Liem Odja, dan sejumlah pimpinan OPD lingkup Pemkab Alor.
Sebagaimana informasi dari Bagian Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokomp) Setda Alor yang diterima media ini, bahwa sejumlah tamu dari luar daerah juga terlihat hadir, diantaranya Kepala SMA Negeri I Kupang bersama sejumlah siswa/i, serta beberapa wisatawan manca negara. Festival ini dibuka Bupati Alor, Drs.Amon Djobo,M.AP.
Dalam sambutannya, bupati Djobo antara lain mengatakan bahwa dia hadir karena menilai Festival Tenun yang sudah kali kedua itu, tidak saja sebagai ajang pariwisata, tetapi menjadi ajang budaya, ajang adatiah maupun ajang kebersamaan bagi semua pihak.
“Maka tahun depan Festival Tenun untuk Kecamatan Alor Barat Laut ke-3, akan saya satukan dengan Festival Tenun Tingkat Kabupaten Alor yang kita buat di Desa Ternate ini. Supaya kita jangan buang uang banyak karena kecamatan bikin (buat), kabupaten bikin. Maka untuk tingkat Kabupaten nanti saya alihkan atau berkolaborasi dengan bapak camat, ibu camat serta para kepala desa/lurah di Kecamatan Alor Barat Laut, sehingga kita buat di pulau (Pulau Ternate) ini,”kata Djobo.

Bupati Alor, Amon Djobo saat meninjau tenunan hasil karya penenun Desa Ternate. Foto:marcel billi/dispar

Lebih lanjut, mantan Camat Alor Timur ini menilai ajang festval jangan dulu memperhitungkan untung ruginya. Jangan berpikir, ujar Djobo, bahwa setelah festival kita dapat uang berapa, untung berapa, tetapi hasrat dan niat kita memasarkan, mempromosikan, memperkenalkan hasil tenun kita agar dikenal dunia luas.
“Hasrat ini yang jalan dulu. Kalau niat ini berjalan dengan baik, maka dari tuturan sejarah tadi, kenapa pulau ini ada dan ditempati sejak jaman purbakala hingga sekarang, akan terus berkembang,”tandas bupati Djobo.
Bahkan pencetus program Alor Kenyang, Alor Sehat dan Alor Pintar ini mengungkapkan pengalamannya saat melakukan penelitian untuk penulisan thesis demi menyelesaikan Study S2 (magister) baru-baru ini, terkait proses tenun ikat di Desa Ternate.
‘Saya peneilitian di sini, di desa ini, dan akhirnya bapak/ibu punya hasil keringat ini, membawa saya juga dari sarjana S1 menjadi S2 (magister) itu. Bapa mama punya kerja ini yang saya teliti karena punya nilai,”ungkap Djobo.
Ia sangat memuji hasil karya para pengrajin atau penenun di Desa Ternate yang menghasilkan kain tenunan berkualitas sehingga diminati banyak orang, tidak saja dari kabupaten, tetapi juga secara nasional hingga manca negara.
Bupati Djobo menyinggung sapaan Camat Abal, Martin De Pores Djeo, yang mengibaratkan tahun kemarin (pada Festival Tenun I) itu untuk mempercantik para perempuan penenun di Ternate sehingga punya daya tarik untuk “dipacari”, sehingga tahun ini (Festival Tenun II) menjadi tahun pertunanganan dan tahun depan (Festival Tenun III) itu tahun-tahun pernikahan.

Seorang perempuan muda sedang unjuk kebolehan menenun di Desa Ternate. Foto:marcel billi/dispar

“Maka tahun depan kita gabung dengan tingkat kabupaten, kerja sama antar Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan, maka kita buat lapangan yang ada di Ternate harus penuh, sehingga orang datang bisa melihat berbagai corak dari tenun. Dengan demikian, bukan saja menjadi daya tarik tetapi juga punya nilai tambah ekonomi bagi masyarakat di sini,”tegas Djobo.
Menurutnya, Festival Tenun tidak boleh lagi buat di ibukota kabupaten. Tahun depan, lanjut Djobo, untuk tingkat kabupaten ada Festival Dugong di Mali, Kecamatan Kabola, sedangkan Festival Tenun di Desa Ternate, Pulau Ternate, Kecamatan Alor Barat Laut. Karena itu bupati Djobo juga berterima kasih kepada Camat Alor Barat Laut dan ibu serta para kepala desa dan kelompok-kelompok tenun yang hadir di arena Festival Tenun tersebut.
“Mudah-mudahan kerja sama seperti ini, dan niat-niat baik seperti ini tetap dipertahankan untuk kebaikan pulau (Ternate) ini, kebaikan daerah ini, dan juga untuk kehidupan yang lebih baik dari kelompok-kelompok tenun,”himbau Djobo.

Bupati Alor, Amon Djobo sedang melihat motif dan harga kain tenun di ajang Festival Tenun II Desa Ternate. Foto: marcelbili/dispar

Ia mengisahkan, sejak dulu tenunan tidak punya harga, karena berdasarkan hasil penelitiannya, hasil tenunan seperti kain sarung atau selendang hanya bisa tukar ubi, pisang, jagung dan padi di pasar. Hasil tenun saat itu belum punya nilai uang untuk menghidupi rumah tangga. Apalagi, lanjut Djobo, saat itu orang belum jual benang, sehingga hanya andalkan kapas, tetapi tidak ada tanaman kapas yang banyak di Pulau Ternate sehingga kapas didatangkan dari Solor (Flores Timur).
“Dengan kapas dari Solor, mulai tenun jadi kain atau selendang, lalu bawa pergi ke Pasar Alor Kecil, Dulolong untuk tukar dengan periuk tanah untuk dibawah ke Solor untuk beli (barter) dengan kapas di sana,”tutur Djobo.
Bupati Alor kedua yang dipilih langsung oleh masyarakat setelah Drs.Simeon Th.Pally ini berpendapat, bahwa menenun sekarang bukan hanya bisa dilakukan oleh perempuan, karena ada juga laki-laki yang bisa menenun. Karena itu, Djobo memotivasi agar pada Festival Tenun III di Tahun 2023 mendatang, laki-laki juga harus terlibat dalam sesi menenun.

Seorang lelaki muda sedang bantu menggulung benang untuk ditenun dalam Festival Tenun II Desa Ternate. Foto:marcelbilli/dispar

“Laki-laki juga ikut demo proses menenun mulai dari celup benang, sambung benang, pintal benang, lalu tenun menjadi satu kain. Itu baru kemajuan. Jadi tidak saja menenun itu digeluti kaum perempuan, tetapi laki-laki juga harus bisa. Kalau tidak bisa, laki-laki tidak punya harga. Saat musim angin dan gelombang sehingga tidak bisa melaut, maka duduk sama-sama dengan mama, sehingga kalau mama cape tenun maka bapa ambil alih lagi. Tahun depan saya mau lihat. Jangan lagi ada bahasa di sini bahwa itu laki-laki banci, jangan. Biar bapak juga tenun supaya semua anak-anak ini kita wariskan tidak saja kepada anak perempuan, tetapi juga laki-laki sehingga pulau ini kita sebut Pulau Tenun Ikat,”tantang Djobo.

Undangan dan pengunjung Festival Tenun II di Desa Ternate. Foto:marcelbilli/dispar

Terkait tingkat kunjungan wisatawan, bupati Djobo mengatakan akhir-akhir ini sudah mulai meningkat. Hal itu, kata Djobo, dapat dilihat dari penumpang pesawat yang masuk di Alor beberapa hari belakangan ini cukup banyak penumpang wisatawan manca negara. Karena itu, Djobo menghimbau masyarakat di setiap destinasi wisata di daerah ini, agar tolong menjaga keamanan, kenyamanan dan ketertiban secara baik, agar para wisatawan dapat berwisata dengan senang hati.
“Jangan sampai wisatwan datang lalu merasa tidak nyaman di sini. Karena ada orang yang berniat baik mempromosikan tenun ikat begitu ramai di media sosial, sehingga orang dari luar Alor Barat Laut sudah datang, orang dari luar daerah sudah datang, tolong memberi penghargaan dan penghormatan,”ujar Djobo.
Bupati Djobo juga mengingatkan bahwa jika para wisatawan, baik domestik maupun manca negara hendak membeli kain tentunan di Ternate, maka jangan mematok harga yang terlalu mahal.
“Jangan jual tenun ikat terlalu mahal. Harga rata-rata saja supaya barang laku semua dan uang hasil jual bisa dibungakan lagi untuk buat tenunan lebih banyak lagi. Harga jangan terlalu mahal, agar baik yang dari luar Abal maupun yang dari luar daerah bisa beli untuk ole-ole,”tutup Djobo, sembari membuka Festival Tenun II Desa Ternate yang berlangsung hingga Minggu 12 Juni 2022 besok.
Untuk diketahui, sebagaimana dituturkan dalam acara ini, ada 9 Suku di Desa/Pulau Ternate yang punya motif tenunan masing-masing, yakni Suku Uma Kakang, Uma Tukang, Uma Aring, Filu Walu Bawah, Filu Walu Atas, Folang, Bomwa, Biatabang, Abangdul Bogakele. (ap/linuskia, martenmanilau_prokomp_setda_alor. Foto-foto: fb_marcelbilli_dinaspariwisata_alor

Similar Posts

2 Comments

  1. avatar
    dobry sklep says:

    Wow, amazing weblog format! How long have you been blogging for?
    you make running a blog glance easy. The overall look of your site
    is wonderful, let alone the content material! You can see similar here ecommerce

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *