PEMBANGUNAN Hunian Tetap (Huntap) dan Infrastruktur Dasar Permukiman Relokasi Bencana Badai Seroja Kabupaten Alor, yang sudah dimulai dengan peletakan batu pertama di Desa Nule, Kecamatan Pantar Timur, Senin (5/7/2021) itu, dengan sistim kerja dulu oleh (perusahaan) penyedia jasa, baru dibayar kemudian oleh negara.
Hal itu dikemukakan Kepala Badan Perencana, Penelitian dan Pengembangan Pembangunan (Bappelitbang) Kabupaten Alor, Propinsi NTT, Obeth Bolang,S.Sos menjawab media ini, Selasa (6/7/2021) di Hotel Simphony Kalabahi.
Obeth yang saat itu sedang bersama, Kasatker dari Balai Prasarana Permukiman Nusa Tenggara II, I Wayan Krisna Wardana, mengatakan bahwa Bupati Alor, Drs.Amon Djobo atas nama Pemerintah dan masyarakat Kabupaten Alor, menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Joko Widodo melalui Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat RI. Terima kasih serupa disampaikan kepada Kepala Satgas Pelaksana Penanggulangan Bencana NTT dan NTB, serta dilaksanakan Balai Perumahan dan Balai Prasarana Permukiman Nusa Tenggara II, yang telah berkoordinasi baik untuk pelaksanaan pekerjaan oleh penyedia, pada delapan lokasi yang diusulkan untuk relokasi.
Delapan lokasi yang direlokasi paska bencana Badai Seroja pada awal April 2021 silam di Kabupaten Alor itu, yakni 5 lokasi di Pulau Pantar dan 3 lokasi di Pulau Alor. Lima lokasi di Pulau Pantar itu, yakni di Desa Bungabali, Kaleb, Lalafang dan Desa Nule di Kecamatan Pantar Timur, dan Desa Tamakh di Kecamatan Pantar Tengah. Sedangkan tiga lokasi di Pulau Alor, yakni di Desa Malaipea, Kelaisi Tengah dan Desa Lela.
Menurut Obeth Bolang, saat ini pembangunannya secara bertahap mulai dilakukan penyedia jasa, dalam hal ini PT.Pembangunan Perumahan (PT.PP). Karena pelaksanaannya dalam tahap paska bencana (Tanggap Darurat), jelas Obeth, maka pelaksanaannya dilakukan dulu oleh penyedia jasa.
“Setelah itu akan dilakukan audit oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) RI, baru ditindaklanjuti negara melalui Kementrian Keuangan dan Kementrian PUPR, mengalokasikan anggaran, untuk penanganan paska bencana,”papar mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Alor ini.
Lebih jauh Obeth menegaskan, sistim kerja dulu baru dibayar oleh negara itu, bukan hanya untuk pembangunan perumahan Huntap Relokasi beserta sarana dan prasarana pendukungnya seperti sarana air bersih, jalan lingkungan, tetapi juga infrastruktur lainnya, seperti jalan-jembatan, dan sebagainya, juga ditangani PT.PP sebagai penyedia jasa.
“Mekanisme yang dilakukan pada masa penanganan bencana itu demikian. Pekerjaannnya dilakukan dulu, nanti proses bayarnya (kepada perusahaan penyedia) kemudian setelah BPK melakukan audit, karena rakyat membutuhkan sarana prasarana, agar kehidupan ekonomi bisa normal kembali,”tandas Obeth.
Dia optimis, sesuai komitmen Kasatgas Penanganan Bencana NTB dan NTT, Balai Perumahan NTT maupun para Kasatker dan Perusahaan Penyedia Jasa, bahwa mereka akan bekerja keras, agar pada Desember 2021 ini, pekerjaan pembangunan hunian tetap, bagi warga Kabupaten Alor yang direlokasi ke tempat permukiman baru paska bencana badai Seroja telah selesai.
Setelah itu, lanjut Obeth, masyarakat diharapkan bisa memanfaatkan apa yang negara bangun untuk masyarakat yang terkena bencana alam. Karena itu, demikian Obeth, sebagaimana disampaikan bupati Alor, agar semua masyarakat diharapkan untuk membantu dan mendukung kegiatan ini.
“Sehingga apa yang kita harapkan, di Desember ini bisa selesai, dapat dilaksanakan dengan baik, tanpa ada hambatan,”himbau Obeth.
Disinggung mengenai berapa nilai pembangunan rumah per unitnya, Obeth mengatakan, angka pasti belum bisa disebutkan, karena setelah perusahaan penyedia menyelesaikan pembangunannya, baru BPK RI mengaudit dan ditentukan nilainya. Sistimnya begitu, karena di masa bencana, sehingga menurut Obeth tidak pakai proses lelang.
Mengenai beberapa lokasi yang harus melengkapi persyaratannya (untuk relokasi), Obeth mengatakan, bahwa sementara ini dilakukan penanganan secara bertahap, sesuai komitmen dan upaya koordinasi yang kuat dari Bupati Alor, Amon Djobo, dengan Propinsi dan Kementrian/Lembaga terkait. Karena itu, lanjut Obeth, sangat dibutuhkan dukungan semua pihak.
Mantan Sekretaris KNPI Kabupaten Alor ini, optimis, tidak lama lagi pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan menindaklanjuti usulan Pemkab Alor, agar melakukan pemetaan kembali kawasan hutan yang ada tiga lokasi untuk relokasi warga paska bencana badai Seroja di Kabupaten Alor.
“Ijin kehutanan itu ada dua, yakni Ijin Penggunaan dan Ijin Pelepasan. Ijin Penggunaan itu, maksimal setiap lima tahun harus diproses lagi untuk penggunaan kawasan, untuk kepentingan umum masyarakat. Sedangkan untuk ijin pelepasan kawasan, itu berarti melepaskan selamanya untuk pembangunan bagi kepentingan umum masyarakat, dan pemerintah bersama masyarakat harus menggantikannya dengan kawasan lain,”papar Obeth.
Sebagaimana diberitakan media ini sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Alor, Domi Salmau mengatakan, bahwa tiga desa yang direlokasi tetapi masih terkendala itu, yakni Desa Malaipea, Kelaisi Tengah dan Desa Lela, karena masuk dalam kawasan hutan. Karena itu, ujar Domi, masih mengajukan ijin kepada Menteri Kehutanan.
Menurut Domi, Desa Lipang di Kecamatan Alor Timur Laut juga direlokasi, tetapi karena relokasi mandiri sehingga penanganannya lewat BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana).
“Sedangan relokasi di Desa Lela, Kelaisi Tengah dan Malaipea, kita usulkan lewat Kementrian PU melalui Pembangunan Rumah Khusus. Total rumah khusus untuk ketiga desa tersebut sebanyak 317 unit. Ini yang masih sedang diusulkan kepada Menteri Kehutanan untuk pelepasan kawasan hutan. Di Malaipea dan Kelaisi Tengah itu masuk dalam Kawasan Hutan Produksi itu mungkin agak gampang, sedangkan yang agak repot itu di Desa Lela dan Desa Lipang itu karena masuk dalam Hutan Lindung,”kata Domi.
Namun Bupati Alor, Drs.Amon Djobo dalam samburtannya saat peletakan batu pertama pembangunan perumahan Hunia Tetap (Huntap) bagi warga yang hendak direlokasi di Desa Nule, Kecamatan Pantar Timur, Senin (5/7/2021), mengatakan bahwa Pemkab Alor bersurat kepada Kementrian Kehutanan, dengan perihal perihal Permohonan Pinjam Pakai Kawasan Hutan.
“Kita pinjam pakai saja kawasan hutan, dan nanti diperbaharui setiap lima tahun, yang penting ada kepastian buat Kepala Balai Perumahan dan pejabat terkait di Propinsi NTT dan di pusat, bahwa Pemkab Alor siap lokasi untuk relokasi perumahan warga yang terkena dampak bencana badai Seroja,”tegas bupati Djobo. (ap/tim-linuskia)