KASUS malaria di 26 Puskesmas se-Kabupaten Alor periode Januari sampai November 2021, yang terbanyak di Kelurahan Moru, Kecamatan Alor Barat Daya sebanyak 21 kasus malaria. Menyusul di Desa Probur-Alor Barat Daya sebanyak 9 kasus malaria, Bukapiting, Kecamatan Alor Timur Laut 6 kasus, Buraga, Kecamatan Abad Selatan 4 kasus, Kokar, Kecamatan Alor Barat Laut 3 kasus malaria, Marataing, Kecamatan Alor Timur 3 kasus malaria, Taman Mataru, Kecamatan Mataru 1 kasus malaria, dan Desa Kayang di Pulau Pantar 1 kasus malaria.
Hal ini diungkapkan Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) pada Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P), Dinas Kesehatan Kabupaten Alor, Lenci Karolina Alopada,S.Kep.Ners.,M.Kes., dalam kegiatan Sosialisasi dan Advoksi Pelaksanaan Program Malaria PERDHAKI (Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia) Tingkat Kabupaten Alor Tahun 2021, Rabu (22/12/2021) lalu, di Aula Hotel Pulo Alor, Kalabahi. ibu kota Kabupaten Alor, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
“Terima kasih kepada teman-teman PERDHAKI yang punya wilayah kerja juga di Moru, Probur dan Maritaing. Semoga nanti di Tahun 2022 kita dapat menekan kasus malaria karena kerja sama teman-teman PERDHAKI dengan Puskesmas setempat,”kata Lenci.
Kesempatan itu, putri mantan Ketua DPRD Alor, Marthinus Alopada,S.Ikom ini mengisahkan pula, bahwa pada Tahun 2019 ada 635 kasus malaria di Kabupaten Alor, angka kenaikan yang tinggi, jika dibandingkan dengan kasus malaria pada Tahun 2018 sebanyak 291 kasus. Sedangkan pada tahun 2020, ujar Lenci, sebanyak 212 kasus malaria, dan di Tahun 2021 ini, hingga menjelang akhir tahun, terdapat 49 kasus.
Menurut Lenci, seseorang didiagnosis positif malaria melalui pemeriksaan di laboratorium dan pemeriksaan RDT (Rapid Diagnostic Test). Indikator capaian program malaria itu, jelas Lenci, ada tiga, yaitu Angka Kesakitan atau Annual Parasite Incidence (API) 1000 penduduk beresiko dalam satu tahun, Angka Pemerisaan dan Angka Positif.
“Jadi di sini, kalau tempat atau wilayah yang masih terdapat kasus malaria, maka otomatis API-nya masih tinggi. Sedangkan targetnya itu, untuk mengeliminasi malaria, maka API harus kurang dari satu persen,”tandas Lenci.
Sementara itu, lanjut Lenci, target Annual Blood Examination Rate (ABER) 10 % dalam satu tahun, tetapi di Tahun 2021, Kabupaten Alor baru mencapai angka 4,26 %. Lenci menjelaskan, bahwa ABER merupakan angka yang menunjukan rata-rata pemeriksaan darah malaria dikalikan dengan jumlah penduduk dalam satu tahun.
“Jadi semua masyarakat yang melakukan pengobatan ke fasilitas pelayanan kesehatan, diperiksa darahnya, baik positif maupun negatif, akan menunjukkan angkanya. Nanti kalau sudah dapat positif malaria, maka masuk kategori angka kesakitan atau API. Kalau ABER itu seperti angka screening malaria,”papar Lenci.
Sedangkan Positive Rate, jelas Lenci, targetnya harus kurang dari 5 %. Di Kabupaten Alor, per November 2021, angkanya 0,62 %, sehingga telah mencapai target, yakni kurang dari 5 %. Tetapi, lanjut Lenci, melihat kembali angka ABER yang baru mencapai 4,26 % dari target 10 % dalam satu tahun, maka menjadi pekerjaan rumah bagi semua pihak terkait di daerah ini, dalam upaya memberantas malaria.
“Prinsip kerja dalam menangani penyakit menular itu, baik Malaria maupun TBC, semakin banyak kita mendapat kasus itu lebih bagus. Jadi kalau Angka ABER tinggi, maka bagus karena semua warga kita sudah periksa, dan kita dapatkan sekian yang sakit untuk diobati, kemudian sembuh, maka tidak ada lagi orang yang menderita penyakit itu. Karena kita sudah mencari sebanyak-banyaknya, yang dapat dilihat pada angka ABER.,”tandas Lenci.
Tentang eliminasi malaria, demikian Lenci, kita di Kabupaten Alor persiapannya, sesuai road map nanti dimulai pada Tahun 2025-2026, karena untuk mencapai eliminasi malaria, kita harus menyiapkan diri selama tiga tahun, dengan banyak sarat, dimana sarat utamanya API kurang dari 1 per 1000 penduduk, Positive Ratenya kurang dari 5 % dan tidak ada penularan setempat selama tiga tahun berturut-turut.
“Terima kasih teman-teman PERDHAKI mungkin kita sama-sama bisa berupaya untuk menekan angka malaria, seperti yang romo (Romo Marsellinus Seludin, Badan Pengawas SSR Klinik Sta.Elisabeth Tombang), agar kita bisa tekan dari angka 49 kasus malaria (per November 2021), menjadi nol kasus,”tandas Lenci.
Menurutnya, keuntungan dari daerah bebas malaria, antara lain; meningkatkan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan indeks kompetisi daerah, mendapatkan investasi, meningkatkan produktifitas ekonomi masyarakat, meniciptakan rasa aman dan kenyamanan bagi pengunjung dan wisatawan, serta mengurangi beban ekonomi.
Lenci juga mengetengahkan dasar hukum program eliminasi malaria, yakni Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293 Tentang Eliminasi Malaria, Peraturan Gubernur NTT Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Eliminasi Malaria di NTT. Sedangkan untuk Peraturan Bupati Alor, ujar Lenci, pihaknya telah merencanakan akan menggodok Perbup Alor pada Tahun Anggaran 2022, dengan sumber dana DAK (Dana Alokasi Khusus) non fisik.
Sementara itu, Vony Weni selaku pengelola Promkes (Promosi Kesehatan) di Puskesmas Moru mengatakan, bahwa pada Tahun 2021 sebanyak 21 kasus malaria di wilayah kerja Puskesmas Moru itu, tersebar pada beberapa desa. Vony merincikan, di Kelurahan Moru ada 6 kasus malaria, Desa Moreman 1 kasus, Desa Morba 1 kasus, Desa Pailelang 7 kasus, Desa Fanating 4 kasus dan dari luar wilayah dua kasus.
“Penyebab dari tingginya kasus malaria di desa-desa dan kelurahan Moru ini, karena dari kondisi lingkungannya yang rawah-rawah karena daerah sawah. Kami sudah berusaha dengan berbagai upaya, seperti membasmi sarang nyamuk, menabur abate di tempat-tempat mandi, tetapi karena kondisi lingkungan seperti itu (rawah-rawah). Namun kami tetap berusaha untuk menurunkan angka kasus malaria,”tandas Vony.
Berkaitan dengan ini, Lenci Alopada berpendapat bahwa berkaitan pula dengan perilaku atau pola hidup masyarakat. Menurut dia, nyamuk malaria menggigit pada malam hari, sehingga kalau sudah dibagikan kelambu maka harus pakai.
“Kadang-kadang kelambu yang dibagikan itu, ada yang pakai untuk jala ikan, pakai tutup bedeng, sehingga sama saja,”tandas Lenci, seraya menyarankan warga agar jika keluar rumah pada malam hari, maka upayakan memakai baju lengan panjang dan celana panjang agar melindungi diri dari gigitan nyamuk. Selain itu, sambung Lenci, jangan berkumpul pada malam hari di lokas-lokasi rawah yang banyak nyamuknya seperti di wilayah kerja Puskesmas Moru.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Alor, hingga Tahun 2021, ada beberapa desa/kelurahan yang masih bertanda kuning terkait kasus malaria yakni Desa Alila, Beang Onong, Fanating, Kenarimbala, Lippang, Maritaing, Moramam, Morba, Moru, Orgen, Pailelang, Probur, Probur Utara, Taman Mataru, Tribur dan Desa Waisika. Kepala Desa Pailelang, Oktovianus Djenfani berharap agar perlunya sosialisasi yang gencar kepada masyarakat terkait upaya memberantas malaria.
Kegiatan PERDHAKI dan SSR (Sub-Sub Recipient) Klinik Sta.Elisabeth Tombang bersama stakeholder terkait ini melahirkan 4 butir Rencana Kerja Tindak Lanjut (RKTL) yang dibacakan Veronika Kurniati Peni Dawan,S.KM., sebagai Program Manager Sub-Sub Recipient (SSR) Klinik Sta.Elisabeth Tombang, yakni: 1) Penerbitan Peraturan Bupati Alor tentang Percepatan Eliminasi Malaria. 2) Pelaksanaan Program Malaria PERDHAKI dengan dukungan dari stakeholder terkait. 3) Penerapan inovasi program malaria dalam mendukung percepatan eliminasi malaria di Kabupaten Alor. 4) Dukungan dana dari pemerintah. (ap/linuskia)