Anggota DPR/MPR Sosialisasi 4 Pilar di Fanating-Alor. Blegur dan Kande Jadi Pembicara  

author
7 minutes, 28 seconds Read

ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang juga Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI dari Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Julie Sutrisno Laiskodat melaksanakan tugas reses di Kabupaten Alor bulan Juli kemarin. Salah satu kegiatan legislator pusat dari Daerah Pemilihan NTT I (daratan Flores, Lembata dan Alor) itu, yakni Sosiaisasi 4 Pilar MPR RI terkait Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 serta Ketetapan MPR, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Sosialisasi ini menampilkan nara sumber dari kalangan politisi, Dr.Imanuel E.Blegur selaku Ketua DPC Partai Nasdem Kabupaten Alor dan dari akademisi, Dr.Fredik A.Kande dari Universitas Tribuana Kalabahi.
Kegiatan yang berlangsung pada Jumad (29/7/2022) di Aula Kantor Desa Fanating, Kecamatan Teluk Mutiara ini dihadiri Kepala Desa Fanating, Yermias A.Karbeka puluhan masyarakat Fanating dari berbagai elemen masyarakat setempat. Dalam kegiatan yang dipandu Sekretaris DPC Partai Nasdem Kabupaten Alor, Deni Padabang,A.Md.T ini, menghadirkan Dr.Imanuel E.Blegur membawakan materi tentang Pancasila dan Dr.Fredik A.Kande tentang UUD Negara Kesatuan RI Tahun 1945, Ketetapan MPR, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika.
Tampil pertama, Dr.Imanuel E.Blegur. Mantan Anggota DPR/MPR RI sangat berpengalaman karena pernah menjadi dosen Filsafat Pancasila di Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, sehingga mengupas tuntas sila demi sila, terutama bagaimana cara menghayati dan melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ima bahkan memberikan contoh yang sesuai dengan realitas terkini dalam berbagai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara di Kabupaten Alor, serta kearifan-kearifan lokal yang identik dengan Pancasila.
Dijelaskan Blegur, bahwa Pancasila itu Dasar dan Ideologi Negara. Pancasila juga sebagai pandangan hidup dan pemersatu bangsa. Sebagai dasar negara, berarti Pancasila menjadi dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara dan seluruh warga negara Indonesia. Sedangkan Pancasila sebagai Ideologi Negara, dapat dimaksanai sebagai sistim kehidupan nasional yang menjadi aspek etika moral, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan dalam rangka pencapaian cita-cita dan tujuan bangsa yang berlandaskan dasar negara.

Peserta Sosialisasi 4 Pilar MPR di Kantor Desa Fanating, Kecamatan Teluk Mutiara, Kabupaten Alor

Dijelaskan pula Intisari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, pada prinsipnya menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang ber-Tuhan dan menolak paham anti Tuhan atau atheisme. Warga negara Indonesia beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing secara leluasa, berkeadaban dan berkeadilan. Melaksanakan perintah agama dan kepenrcayaannya masing-masing dengan tetap mengedepankan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Menjalankan perintah agama dan kepenrcayaannya masing-masing, dengan cara berbudi pekerti luhur dan sikap saling menghormati.
Sila kedua, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; pada prinsipnya menegaskan bahwa Indonesia adalah negara bangsa (nation state) yang merdeka, bersatu dan berdaulat menuju kepada kekeluargaan bangsa-bangsa di dunia. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang menghendaki pergaulan bangsa-bangsa di dunia, dengan prinsip saling menghormati nilai-nilai nasionalisme setiap bangs,ayang tumbuh subur dalam taman sarinya pergaulan bangsa-bangsa di dunia. Bangsa Indonesia, merupakan bagian dari kemanusiaan universal yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan mengembangkan persaudaraan dunia berdasarkan nilai-nilai keadilan dan keadaban.
Sila Persatuan Indonesia, pada prinsipnya menegaskan kita mendirikan suatu Negara Kebangsaan Indonesia untuk seluruh rakyat Indonesia, bukan negara untuk satu kelompok, maupun untuk satu golongan. Persatuan Indonesia bernafaskan semangat semangat kebangsaan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia yang senasib dan sepenanggungan dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Persatuan Indonesia adalah sikap kebangsaan yang saling menghormati perbedaan dan keberagaman masyarakat dan bangsa Indonesia. Kebangsaan Indonesia bukanlah kebangsaan yang sempit dan berlebihan (chauvinisme), melainkan kebangsaan yang menghormati eksistensi bangsa-bangsa lain.

Kepala Desa Fanating, Yermias A.Karbeka (kedua dari kiri) saat menyampaikan kondisi masyarakatnya

Sila Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat dan Kebijaksanaan Dalam Persmusyawaratan Perwakilan; Pada prinsipnya menegaskan bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi yang mengakui dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Bangsa Indonesia memelihara dan mengembangkan semangat bermusyawarah untuk mufakat dalam pengambilan setiap keputusan. Bangsa Indonesia meyakini jalan musyawarah untuk mufakat, dapat menjaga keselamatan dan keberlangsungan bangsa dan negara. Bangsa Indonesia tidak mengenal sistim diktator mayoritas dan tirani minoritas. Bangsa Indonesia dalam mengambil keputusan, senantiasa dipimpin oleh nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan dan keadilan dalam semangat hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan untuk mewujudkan keadilan.
Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia; Pada prinsipnya negara Indonesia didirikan untuk bersungguh-sungguh memajukan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, baik lahir maupun batin. Dalam negara Indonesia, setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, bermartabat dan berkeadilan bagi kemanusiaan. Negara Indonesia wajib menjamin setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan, pekerjaan dan penghidupan yang layak, bermartabat dan berkeadilan.

Dr.Fredik A.Kande (kanan) dan Deni Padabang,A.Md.T

Sementara itu, Dr.Fredik A.Kande, berbicara tentang UUD Negara Kesatuan RI Tahun 1945, Ketetapan MPR, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Kesempatan itu, Kande, doktor pertama yang dimiliki Universitas Tribuana Kalabahi ini, secara cerdas mengupas tuntas bagaimana terkait topik-topik dimaksud, disertai dengan contoh-contoh konkrite tentang dinamika pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan di daerah ini.
Dijelaskan dalam panduan materi sosialisasi, bahwa Kesepakatan Dasar Perubahan UUD 1945, yakni dari Perubahan Pertama sampai Perubahan Keempat (1999-2002), MPR memiliki kesepakatan dasar berkaitan dengan perubahan yang mengemuka sejak Panitia Ad Hoc III (PAH) Badan Pekerja (BP) MPR dan ditegaskan kembali dalam PAH I BP MPR yakni; 1) Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945, 2) Tetap memepertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, 3) Mempertegas sistem presidensil, 4) Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif, akan dimasukan ke dalam pasal-pasal, 5) Perubahan dilakukan dengan cara “adendum’.
Dipaparkan Dr.Fredik A.Kande, bahwa UUD Negera Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar tertulis dan tertinggi, serta merupakan puncak dari seluruh peraturan perundangan-undangan. Undang-Undang Dasar mengatur 4 hal penting, yakni 1) Prinsip kedaultan rakyat dan negara hukum. 2) Pembatasan kekuasaan organ-organ negara. 3) Mengatur hubungan antar lembaga-lembaga negara. 4) Mengatur hubungan kekuasaan lembaga-lembaga negara dengan warga negara.
Adapan sejarah perjalanan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, mulai dari UUD 1945 yang berlaku 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949. Konstitusi RI Serikat 1949, berlaku sejak 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950. UUD Sementara 1950, mulai berlaku sejak 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959. UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai Tahun 1999. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hasil Perubahan. Perubahan pertama pada Tahun 1999 yang ditetapkan pada 19 Oktober 1999. Perubahan kedua ditetapkan pada 18 Agustus 2000. Perubahan ketiga ditetapkan pada 9 November 2001. Perubahan keempat ditetapkan pada 10 Agustus 2002.
Sedangkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. NKRI berbentuk Republik, dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan yang bersifat khusus atau bersifat istimewah, yang diatur dengan undang-undang. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat berserta hak-hak tradisionalnya, sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang. NKRI adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang. Khusus mengenai bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.

Seorang warga Desa Fanating sedang mengajukan pertanyaan kepada nara sumber

Berkaitan dengan Istilah dan Pengertian Bhineka Tunggal Ika, ditulis oleh Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma, yang terjemahan isinya berbunyi; “bahwa Agama Budha dan Siwa (Hindu) merupakan zat yang berbeda tapi nilai-nilai kebenaran jina (budha) dan siwa (hindu) adalah tunggal. Terpecah belah tetapi satu jua, artinya tidak ada dharma yang mendua”. Semboyan Bhineka Tunggal Ika mulai menjadi pembicaraan terbatas pada sidang-sidang BPUPKI antara Muhammad Yamin, Ir.Soekarno, I Gusti Bagus Sugirwa sekitar dua setengah bulan sebelum proklamasi. Semboyan Bhineka Tunggal Ika yakni; 1) Ikrar untuk bersatu padu mendirikan NKRI. 2) Cita-cita membangun sebuah bangsa Indonesia yang bersatu, 3) Semboyan yang mengungkapkan rasa persatuan dan kesatuan yang berasal dari keanekaragaman.
Sedangkan Ketetapan MPR (TAP MPR) yang disosialisasikan, ada 139 TAP MPRS dan TAP MPR sejak 1960 sampai 2002, yang dikelompokan menjadi Enam Pasal berdasarkan Materi dan Status Hukumnya. Ada TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan, ada TAP MPR yang dinyatakan tidak berlaku lagi.

Seorang Mahasiswi Untrib Kalabahi yang sedang praktek di Desa Fanating yang mengikuti sosialisasi saat mengajukann pertanyaan dalam sesi diskusi

Pada sesi tanya jawab, nampaknya masyarakat begitu antusias mengajukan pertanyaan karena tertarik dengan materi yang disampaikan kedua pemateri sangat menyentuh keseharian mereka sebagai warga NKRI, yang tinggal di salah satu kabupaten yang berbatasan laut langsung dengan Negara Demokratik Timor Leste itu. Banyaknya peserta yang ingin bertanya, maka moderator Deni Padabang membaginya dalam dua sesi. Satu sesi lima penanya. Untuk materi terkait Pancasila, umumnya pertanyaan peserta berkaitan dengan sila ke-5, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Dasar pikir mereka berdasarkan pengalaman sehari-hari, bahwa belum adanya keadilan sosial dalam praktek kehidupan bernegara di Kabupaten Alor.
Sedangkan pertanyaan seputar UUD 1945, para peserta mempertanyakan penerapan hukum di negara ini, terutama terkait kasus korupsi sehingga persoalan korupsi terus terjadi di ini. Sedangkan terkait NKRI, peserta meminta perhatian pemerntah pusat terhadap Kabipaten Alor sebagai salah satu daerah yang berbatasan laut langsung dengan dengan Repubik Demokratk Timor Leste sehingga harus mendapat perhatian serius dalam pembangunan infrastruktur jalan, lsitrik dan telekomunikasi. Karena warga di tapal batas masih terisolir, bahkan untuk signal telepon seluler saja diperoleh dari Timor Leste. Atas berbagai pertanyaan tersebut, dijawab secara jelas oleh kedua nara sumber dengan baik, disertai contoh-contoh terkait berbagai dinamika yang terjadi di Kabupaten Alor. (ap/linuskia)

Similar Posts

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *